Mohon tunggu...
Titi Warsiti
Titi Warsiti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang yang simple, ceria dan senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Lihat!, Semua Kasih Allah itu Indah

29 Oktober 2011   01:22 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:20 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_140175" align="aligncenter" width="260" caption="Saat Aku merenung tentang kasih Allah (dok. pribadi)"][/caption] Pernahkan anda merasa suatu saat menjadi sosok yang begitu rapuh?, segalanya dirasakan begitu tak berdaya, tak berarti dan merasa semuanya gelap? Dan pernahkah anda merasa semua yang anda alami sebagai bentuk ujian, hukuman atau balasan dari Allah  kepada semua perbuatan, kelakuan dan perkataan kita selama menjalani hidup? Sesungguhnya fase demikian masih dalam tahap wajar selama anda belum masuk ke dalam fase putus asa, untuk mencegahnya segera alihkan perhatian anda pada masalah yang yang menghimpit, fokuskan kepada kebaikan Allah, karena Allah tidak akan memberi sebuah cobaan melebihi kemampuan hambaNya dan yakinlah semua rencana Allah pasti Indah buat kita, hanya saja kita sering salah dalam melihat bentuk kasih sayang Allah itu, karena semuanya pasti ada hikmahnya. Kalau anda masih merasa seperti pertanyaan-pertanyaan saya diatas, berarti anda belum mengenal Allah secara utuh. Bila kita anggapkan kita memiliki seorang sahabat dan kita mengenal betul sifat, kelakuan dan tabiat sahabat kita itu, maka sekalipun kita mendapat perlakuan yang tidak sewajarnya, sering kita bisa menerimanya dan sangat memakluminya karena kita betul-betul telah mengenal watak, sifat, kelakuan, perkataan, perbuatan dan tabiatnya, ya semuanya sudah kita kenal secara lahir dan bathin, sehingga semua yang kita dapatkan dari perlakuannya kita masih bisa memaklumi, masih bisa menerimanya bahkan kita masih bisa memaafkan sekalipun sahabat kita itu belum meminta maaf kepada kita. Nah berarti kata kunci semuanya ini adalah kita sudah sangat-sangat mengenal sahabat kita itu secara lahir dan bathin, sehingga semua kelakuannya dapat kita terima dengan hati yang lapang tanpa ada sedikitpun prasangka buruk kepada sahabat itu. Lalu bagaimana dengan Allah? Kadang kita sering merasa bahwa Allah tidak berlaku adil kepada kita, sering kita merasa Allah sedang menghukum kita, sering kita merasa Allah tidak lagi mengasihi kita dan masih banyak lain-lainnya. Sadarkah kita bahwa Allah lebih sempurna, bahkan Maha Sempurna dari seorang sahabat yang kita miliki? Jadi mengapa kita masih sering memperlakukan Allah tidak sebaik kita memperlakukan sahabat kita itu? Apakah kita termasuk golongan hamba yang pandai bersyukur?, termasuk golongan hamba yang tahu berterima kasih?, dan termasuk hamba yang taat?, dan lain sebagainya. Saya akan mencoba memberi sebuah ilustrasi semua kelakuan kita akan sikap kita selama ini kepada Allah, agar kita mudah memahami semua uraian dan pembahasan saya ini. Ceritanya begini; (ilustrasi yang pernah saya bahas juga disini) Pernah ada seorang kakek tua yang miskin, hidup disebuah desa dan memiliki seekor kuda putih yang sangat gagah dan kuat, banyak orang yang tertarik dengan kudanya itu dan berani menawar dengan harga yang tinggi, tapi dia selalu menolaknya. Suatu pagi ia menemukan kuda itu tidak ada di kandangnya. Seluruh penduduk desa mengejek dia dan mereka mengatakan, "kuda itu hilang dan itu berarti musibah buatmu!". Kakek tua itu berkata, "Yang saya tahu hanya kandang kuda itu kosong dan kuda itu pergi, selebihnya saya tidak tahu, apakah ini musibah atau ini sebuah nikmat buatku". Sesudah dua minggu lamanya, kuda putih itu kembali, ternyata kudanya tidak hilang, hanya lari ke dalam hutan dan kuda itu juga membawa sekitar selusin kuda liar bersamanya. Penduduk desapun berkata, "Kakek tua kamu benar dan kami salah, yang semula kami anggap musibah ternyata semua itu adalah nikmat". Kakek tua itu menjawab lagi, "Kalian katakan saja bahwa  kuda itu sudah pulang dan selusin kuda ikut bersamanya, tapi jangan menilai, bagaimana kalian tahu bahwa ini sebuah nikmat, kalian hanya melihat sepotong saja dari kejadian ini". Kakek tua ini mempunyai seorang anak dan anaknya terjatuh dari salah satu kuda liar yang ia tunggangi dan kedua kakinya patah. Sekali lagi penduduk desa berkata, "Kamu benar, ternyata selusin kuda liar itu musibah buatmu!". Kembali kakek tua itu berkata, "Jangan keterlaluan..., katakan saja bahwa anak saya patah kaki, kita tidak tahu itu musibah atau itu nikmat". Seminggu kemudian desa itu diserang oleh desa dari negeri lain dan terjadilah peperangan yang sangat ramai, dan semua anak muda di desa itu diharuskan ikut berperang untuk mempertahankan desa mereka dari serangan musuh, kecuali anak kakek tua itu karena anaknya sedang terluka akibat kedua kakinya patah. Sekali lagi penduduk desa berkumpul di rumah kakek tua itu sambil menangis dan berteriak karena anak-anak mereka sudah dipanggil untuk ikut berperang. Dan salah satu penduduk desa berkata, "Kamu benar kakek tua, kecelakaan anakmu merupakan nikmat, bukan musibah, sehingga anakmu masih bersamamu saat ini". Kakek tua itu berkata lagi, "Tidak ada yang tahu, katakan saja  anak-anak kalian harus pergi berperang dan anak saya tidak, dan tidak ada yang tahu ini musibah atau nikmat". Begitulah kejadian-kejadian hidup berjalan dan kita tidak tahu apa rencana Allah buat hidup semua hamba-hambaNya. Kita sering membuat nilai dan kesimpulan tanpa analisa yang ada, atas semua kejadian yang terjadi. Kita hanya tahu sepotong-sepotong dari seluruh kejadian. Dan tidak jarang kitapun sering 'berprasangka buruk' kepada Allah atas sebuah kejadian hidup yang kita alami, sering kita kecewa dengan sebuah kejadian, tapi kita tidak menyadari ada 'rencana indah' dibalik kejadian itu, tapi kita terlalu dini untuk menyimpulkan dengan berprasangka buruk kepada Allah Sang pemilik hidup ini, Oleh sebab itu janganlah kita selalu menilai semua kejadian hidup kita secara sepotong-sepotong atau sepenggal-sepenggal, karena Allah pasti punya rencana buat hidup semua hamba-hambaNya, dan semua rencana Allah itu pastilah 'Indah' dan yang pasti keindahan rencana Allah itu akan terlihat indah 'tepat' pada waktunya. Coba simak dengan baik cerita ilustrasi diatas, apakah sikap seorang kakek tua itu sudah mengenal Allahnya? Dan bagaimana sikap para tetangganya, apakah sudah mengenal Allah seperti kakek tua itu? Nah sekarang coba kita amati semua sikap kita dalam menjalani kehidupan kita, apakah kita mau meniru sikap seorang kakek tua ini dalam mengenal Allahnya? Atau mau seperti para tetangganya itu? Ayo kita kenali Allah lebih baik dari kita mengenali seorang sahabat sekalipun, InsyaAllah kita akan menjadi hamba yang pandai bersyukur dan akan menjadi hamba yang tahu berterima kasih kepada Sang Khaliq. Salam Merenung, Titi.

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun