Mohon tunggu...
Titi Warsiti
Titi Warsiti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya seorang yang simple, ceria dan senang membaca

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Apakah Saya Seorang yang Tahu Berterima Kasih?

28 Oktober 2011   03:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:24 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_139925" align="alignleft" width="300" caption="Terima Kasih, from google image"][/caption] Sering kita selalu merasa paling baik, paling mengerti dan mempunyai tenggang rasa (tepo-saliro, bahasa jawa, red.), namun bagai mana kalau semua itu hanya baru'merasa' saja, namun aplikasi dalam keseharian kita belum sepenuhnya kita lakukan? Layakkah kita masih disebut sebagai orang yang tahu berterima kasih? Agar memudahkan saya mengulas thema ini, maka akan saya sampaikan dalam sebuah cerita ilustrasi, ceritanya begini, Seorang kakek tua hidup disebuah desa, walau hidup sangat sederhana, namun kakek tua ini memiliki hati yang baik, hal ini terbukti dia selalu menyisakan beras setiap hari setengah piring yang dia sisihkan untuk dia bagikan kepada orang lain yang sangat membutuhkan dan lebih sulit hidupnya dari dirinya. Karena kakek tua ini selalu percaya bahwa cara bersyukur itu tidak hanya diucapkan dalam setiap dia berdoa, namun rasa syukur itu juga dia terapkan dalam perbuatannya, karena dengan kebiasaan kita membandingkan apa yang tidak kita miliki dengan apa yang dimiliki orang lain, maka ini salah satu bentuk kita tidak bersyukur, andai saja kebiasaan tersebut mau diganti dengan membandingkan apa yang kita miliki yang tidak dimiliki orang lain, niscaya kita akan lebih bisa bersyukur. Ada seorang anak muda yang sedang merantau jauh dari desa asalnya, lalu karena perbekalannya telah habis, maka ia duduk dibawah pohon dihalaman rumah kakek tua itu, karena saking lelahnya maka tak terasa iapun tertidur dengan lelapnya. Tiba-tiba pemuda ini terbangun karena ia merasa sangat lapar sekali dan bersamaan itu pula tercium aroma masakan dari dapur sang kakek tua itu yang memang kakek tua ini sedang memasak makanannya, rupanya sang kakek mengetahui keadaan pemuda yang terlelap di halaman rumahnya itu dan membiarkan pamuda itu tidur hingga terbangun dengan sendirinya dan tanpa diduga pemuda ini diundang makan oleh kakek tua itu, lalu dengan sangat gembira sekali pemuda ini menerima tawaran kakek tua itu dan melahap semua makanan yang disajikan karena memang dia sangat lapar sekali. Karena memang tidak memiliki sanak saudara, maka saat ditawari untuk bermalam di rumah kakek tua itu karena hari kian sore menjelang malam, maka tawaran kakek tua itu diterimanya. Dan pagi harinya seperti biasa kakek ini bangun dan mengurusi ayam-ayam peliharaannya, namun tanpa bisa diduga ternyata salah satu ayam peliharaannya ini telah mengotori bekal yang dibawa pemuda itu berupa tas yang dibawanya saat merantau, lalu diluar dugaan pemuda ini merasa 'sangat kecewa' sekali dengan peliharaan ayam kakek tua ini, maka tanpa disadarinya pemuda itu marah dan sangat kecewa pada ayam-ayam kakek tua ini, sambil membersihkan barang bawaannya yang di cemari oleh kotoran ayam itu. Lalu ia segera pamit untuk melanjutkan perjalannnya dengan rasa kesal yang masih meliputi hatinya sehingga 'lupa' mengucapkan terima kasih atas semua kebaikan yang telah dilakukan oleh sang kakek, karena hatinya sangat kesal dan jenggel karena barang bawaannya telah kotor oleh ulah ayam piaraan sang kakek itu. Dalam perjalanannya itu ternyata ia mendapatkan bajunya tertinggal di rumah sang kakek tua, lalu segera ia kembali dan menemui kakek tua itu dan ternyata bajunya sudah dicucikan dan dibersihkan oleh sang kakek, barulah ia sadar bahwa kakek ini benar-benar baik hatinya, sekalipun yang salah adalah hewan peliharaannya, namun sang kakek tetap menjaga barang-barang yang tertinggal milik pemuda itu dan berharap pemuda itu kembali untuk mengambilnya dan tetap menerima pemuda itu dengan ramah tanpa ada rasa dendam atau kecewa di raut wajahnya yang sudah keriput itu. Inilah kejadian yang sering kita alami, sering kita menerima kebaikan dari orang lain, namun semua kebaikan orang itu hilang seketika tak terlihat dan tak berbekas, ketika kita merasa kecewa dengan sebuah kesalahan, sekalipun kesalahan itu bukan hasil perbuatan orang yang telah menolongnya itu. Apakah masih layak kita disebut sebagai orang yang tahu berterima kasih? Maka sebaiknya kita harus bisa belajar, janganlah kita hanya fokus kepada sebuah kekesalan/kejengkelan, tapi lihatlah kebaikan yang sudah kita terima, maka kita akan menjadi manusia yang pandai berterima kasih. Salam Hangat, Titi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun