Sebuah mobil menabrak tiga pengendara motor di Jalan Rumah Sakit Ujung Berung Bandung, pada kamis malam (9/11). Pengendara mobil sempat melarikan diri dengan mamaku mobilnya setelah menabrak, namun terhenti setelah mobil yang dikendarainya menabrak pohon di tepi jalan. Korban luka-luka dibawa ke Rumah Sakit untuk diobati. Kepala Unit Gakkum Satlantas Polrestabes Bandung AKP Arif Saepul Haris mengatakan, pengemudi berinisial A itu belum memenuhi syarat minimal usia untuk memiliki surat izin mengemudi (SIM), karena masih berusia 16 Tahun (regional.kompas.com).
Kecelakan lalu lintas yang melibatkan anak di bawah umur kerap terjadi. Seperti yang terjadi di Surabaya, seorang pengemudi mobil menabrak pemotor dari arah berlawanan. Pengemudi mobil masih berusia 16 Tahun (suarasurabaya.net 18/11/2023). Pada bulan September lalu, sekelompok melakukan aksi freestyle dengan sepeda motornya di halaman mesjid. Sepeda motor menabrak tembok wudhu hingga roboh. Di saat yang sama seorang anak sedang berwudhu disana. Anak tersebut tewas tertimpa beton tembok yang ditabrak motor. Pelaku masih berusia 13 tahun (regional.kompas.com 20/09/2023).
Seolah menjadi hal yang lumrah, anak-anak yang masih di bawah umur diberikan izin untuk mengendarai kendaraan. Sebagian orang tua mungkin ada yang beranggapan hal ini suatu hal yang membanggakan, 'oh, anak saya sudah bisa bawa kendaraan sendiri'. Padahal, ini sebuah kelalaian yang bisa berakibat fatal yaitu hilangnya nyawa manusia.
Anak-anak begitu ingin mengendari kendaraan karena mereka merasa bisa mengendarai kendaraan adalah suatu hal yang keren. Bisa memacu kendaraan di jalanan seperti yang mereka lihat dalam film maupun game adalah impian. Keselamatan diri maupun orang lain tidak menjadi bahan pertimbangan.
Ironisnya, ada sebagian orang tua yang sengaja memberikan izin pada anak-anaknya untuk membawa kendaraan dengan alasan lebih efektif waktu dan biaya transportasi. Sehingga sering ditemui di jalan raya, anak-anak berseragam sekolah mengendarai kendaraan padahal belum cukup umur.
Maraknya pengendara di bawah umur juga akibat ada kelalaian dari penegak hukum. Sekali anak berkendara tanpa tertangkap polisi, maka ia akan berkendara keesokan harinya. Demikian seterusnya. Kemudian Istilah 'Damai di Tempat' sudah menjadi rahasia umum di kalangan masyarakat. Ketika pelanggaran hukum di jalan raya terjadi, maka hal ini dipilih sebagai solusi jalan pintas yang disepakati pelanggar dan oknum penegak hukum.
Perkara anak berkendara padahal masih belum memiliki SIM bukanlah perkara yang remeh. Keselamatan anak maupun pengendara lain jadi taruhannya. Perlu ada kesadaran dari orang tua sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya.
Dalam pandangan Islam, anak-anak adalah mereka yang belum baligh. Selama belum baligh, maka anak-anak menjadi tanggung jawab penuh orang tua. Bila ada kelalaian yang mengancam keselamatan nyawa orang lain, maka orang tua yang akan terkena sanksinya. Sanksi yang diberikan sesuai dengan ketetapan hakim/qadhi. Sementara bila anak sudah baligh, maka dalam pandangan hukum syara ia sudah terkena taklif hukum. Artinya, ia diperlakukan selayaknya orang dewasa dalam pandangan hukum syara'.
Peraturan di jalan raya diperlukan untuk ketertiban dan keselamatan bagi para pengendara. Maka sebagai muslim yang taat, patuh terhadap peraturan lalu lintas adalah sebuah keharusan. Melepaskan anak di bawah umur untuk berkendara berarti membahayakn nyawa anak dan orang lain. Maka orang tua semestinya tidak melakukan hal tersebut. Orang tua lah yang semestinya memberikan pemahaman kepada anak-anak akan bahaya berkendara bila masih belum cukup umur.
Peraturan berkendara telah ditetapkan, maka tidak hanya harus dipatuhi oleh orang tua. Penegak hukum pun tidak boleh melakukan kelalaian. Penegak hukum semestinya selalu sadar bahwa ia juga akan dimintai pertanggung jawaban di hadapan Allah swt seandainya melakukan kelalaian, pembiaran atau berusaha mengambil keuntungan pribadi dari pelanggaran hukum yang terjadi.