Oleh: Titan Nur Maulidiyah
Di era digital yang serba cepat ini, kita sering mendengar bahwa generasi Z, yang lahir antara tahun 1997 hingga 2012, lebih cenderung untuk bekerja berdasarkan suasana hati atau mood mereka. Fenomena ini bukan hanya sekadar kebiasaan, tetapi juga menjadi bagian dari gaya hidup yang mendorong kebebasan dan fleksibilitas di tempat kerja. Lalu, apa yang sebenarnya terjadi dengan cara kerja Gen Z? Apakah benar mereka lebih memilih bekerja sesuai mood, atau ini hanya anggapan semata?
Pekerjaan yang Mengikuti Mood: Fakta atau Mitos?
Menurut studi yang dilakukan oleh The Workforce Institute di UKG pada 2021, lebih dari 60% pekerja dari generasi Z merasa lebih produktif ketika mereka dapat mengatur waktu dan cara mereka bekerja, yang sangat dipengaruhi oleh suasana hati mereka. Hal ini menjelaskan mengapa banyak dari mereka lebih memilih pekerjaan yang memberikan kebebasan dalam hal waktu dan tempat. Flexibility adalah salah satu alasan utama mengapa mereka menghindari pekerjaan yang terstruktur dan menuntut komitmen penuh pada jam-jam tertentu.
"Saya merasa lebih bersemangat dan fokus ketika saya bekerja dalam kondisi mood yang baik, misalnya saat pagi hari setelah berolahraga atau ketika saya mendapat tugas yang menantang. Namun, jika mood saya buruk, saya merasa sulit untuk memaksakan diri bekerja dengan efektif," ujar Dita, seorang pekerja remote berusia 25 tahun.
Fenomena ini mungkin terasa asing bagi generasi sebelumnya yang terbiasa dengan budaya kerja yang lebih konvensional, tetapi Gen Z membawa perspektif baru terhadap bagaimana produktivitas seharusnya dijalani. Mereka lebih memilih untuk "menunggu momen" ketika merasa nyaman untuk bekerja daripada dipaksa untuk bekerja dalam kondisi yang tidak mendukung.
Fleksibilitas Kerja dan Dampaknya terhadap Kesehatan Mental
Fenomena "bekerja sesuai mood" sangat terkait dengan perubahan pola kerja yang terjadi selama pandemi COVID-19. Banyak perusahaan yang beralih ke sistem kerja remote atau fleksibel, yang memberi kebebasan lebih besar kepada karyawan untuk menentukan kapan dan di mana mereka bekerja. Menurut laporan McKinsey & Company yang diterbitkan pada 2022, generasi muda, khususnya Gen Z, lebih cenderung memilih pekerjaan yang memungkinkan mereka untuk mengatur keseimbangan hidup dan pekerjaan dengan lebih baik.
"Pekerjaan yang memberi saya fleksibilitas membuat saya lebih mudah menjaga kesehatan mental saya. Saya bisa bekerja lebih efisien saat saya merasa siap, dan itu penting bagi kesejahteraan saya," ujar Agus, seorang freelancer digital marketing.
Keinginan untuk bekerja dalam suasana yang mendukung bukan hanya tentang kenyamanan, tetapi juga tentang kesehatan mental. Bekerja dalam kondisi stres atau terpaksa, tanpa mempertimbangkan mood atau kondisi psikologis, justru dapat menurunkan produktivitas dan meningkatkan tingkat kelelahan. Sebuah studi dari American Psychological Association pada 2021 mengungkapkan bahwa karyawan yang merasa tidak diberi kebebasan dalam bekerja cenderung mengalami stres yang lebih tinggi dan berisiko mengalami burnout.