Mohon tunggu...
Titania Alfa Reza
Titania Alfa Reza Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta, Prodi Ekonomi Syariah

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Dilema, Menjelang Hari Raya Idulfitri Harga Beras Menjulang Tinggi : Antara Keterbatasan Ekonomi dan Kewajiban Agama

10 Juni 2024   14:07 Diperbarui: 11 Juni 2024   22:30 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenaikan harga beras menjelang pembayaran zakat fitrah telah menjadi perhatian utama di Kalangan masyarakat. Peningkatan harga beras secara drastis terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan beras untuk pembayaran zakat fitrah. Dalam konteks fiqih, zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap muslim bagi yang mampu, yang harus dibayarkan sebelum shalat Idul Fitri. 

Zakat fitrah biasanya berupa satu sha' (sekitar 2,5 hingga 3 kg) dari makanan pokok seperti beras. Dengan naiknya harga beras, beban kewajiban ini semakin berat terutama bagi mereka yang berpenghasilan rendah. (www.rri.co.id, 2024) Dalam perspektif fiqih, tujuan zakat fitrah adalah untuk mensucikan jiwa dan membantu kaum fakir dan miskin agar mereka bisa merayakan hari raya dengan layak. Namun, kenaikan harga beras mengancam tercapainya tujuan ini, karena semakin banyak orang yang mungkin kesulitan untuk memenuhi kewajiban zakat fitrah mereka.

Pendekatan komparatif dalam Islam melibatkan perbandingan berbagai pendapat ulama dari madzhab dan aliran pemikiran yang berbeda untuk menemukan solusi yang paling komprehensif dan tepat. Dalam konteks zakat fitrah, para ulama dari berbagai madzhab memiliki pandangan yang berbeda mengenai pembayaran zakat dalam bentuk uang. 

Sebagian besar ulama dari madzhab Hanafi membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang karena dianggap lebih praktis dan sesuai dengan kebutuhan zaman modern. Sementara itu, ulama dari madzhab Syafi'i dan Maliki cenderung mempertahankan pembayaran zakat dalam bentuk bahan makanan pokok, seperti beras, untuk memastikan bahwa yang menerima zakat benar-benar mendapatkan manfaat langsung berupa makanan pokok.

Dengan membandingkan dari berbagai pendapat, kita dapat menemukan solusi yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kondisi ekonomi masyarakat saat ini. Misalnya, dalam situasi kenaikan harga beras, kita dapat mempertimbangkan untuk mengikuti pandangan madzhab Hanafi yang membolehkan pembayaran zakat fitrah dengan uang, sehingga memudahkan umat Islam dalam menunaikan kewajiban mereka tanpa terbebani oleh fluktuasi harga bahan pokok.

Permintaan beras untuk keperluan zakat fitrah, meningkat saat menjelang hari raya Idulfitri. Konsumennya mulai dari para pengusaha, masyarakat umum hingga sejumlah pengurus mushola maupun masjid setempat. Dalam Islam, kenaikan harga beras memerlukan penyesuaian dalam penetapan zakat fitrah, serta kebijakan yang adil dan merata, seperti subsidi atau distribusi zakat yang lebih efektif. Para ulama berperan penting dalam nasihat yang relevan dan sesuai dengan kondisi ekonomi umat.  (infopublik.id, 2024)

Kenaikan harga bahan pokok seperti beras harus dilihat dalam konteks yang lebih luas, termasuk pengaruh globalisasi dan dinamika pasar internasional. Globalisasi ekonomi menyebabkan harga komoditas di pasar lokal sering kali dipengaruhi oleh fluktuasi harga di pasar global. Solusi yang diambil harus mempertimbangkan kebijakan ekonomi makro yang dapat menstabilkan harga bahan pokok melalui regulasi pasar dan kontrol harga. Misalnya, pemerintah dapat melakukan intervensi pasar untuk menstabilkan harga beras menjelang Ramadan dan Idul Fitri, sehingga masyarakat tidak terbebani oleh kenaikan harga yang signifikan.

Paradigma Islam modern menawarkan solusi yang mengintegrasikan pendekatan fiqih klasik dengan kebijakan ekonomi kontemporer. Salah satu teori yang relevan adalah teori keadilan distributif, di mana pemerintah dan lembaga zakat harus bekerja sama untuk memastikan distribusi zakat yang adil dan merata. Kenaikan harga beras, pemerintah bisa memainkan peran aktif dalam menstabilkan harga melalui subsidi atau intervensi pasar, sementara lembaga zakat memastikan bahwa zakat fitrah disalurkan kepada mereka yang benar-benar membutuhkan. Pendekatan ini tidak hanya menjaga tujuan utama zakat fitrah, tetapi juga memastikan stabilitas sosial dan ekonomi di tengah masyarakat.

Pada masa klasik Islam, harga bahan pokok yang berfluktuasi memerlukan nasihat dari ulama untuk memastikan bahwa zakat tetap dapat disalurkan dengan adil dan secara merata. Misalnya, pada masa Khalifah Umar bin Khattab, beliau pernah mengubah metode penghitungan zakat berdasarkan kondisi ekonomi saat itu. Umat Islam dihadapkan pada tantangan untuk tetap menjalankan kewajiban agama di tengah dinamika sosial ekonomi yang cepat berubah. Salah satu solusinya adalah dengan melakukan kajian ulang terhadap nilai zakat fitrah secara periodik berdasarkan harga pasar yang berlaku. Selain itu, pemberdayaan ekonomi umat melalui program-program kemandirian pangan dan ekonomi bisa menjadi langkah jangka panjang untuk mengurangi dampak fluktuasi harga bahan pokok terhadap pelaksanaan zakat.

Kenaikan harga beras merupakan fenomena kompleks yang memerlukan penanganan holistik. Dalam perspektif fiqih, kenaikan ini berdampak langsung pada kewajiban zakat fitrah, yang memerlukan penyesuaian agar tetap relevan dan tidak memberatkan umat. Pendekatan sejarah, agama, orientalisme, dan paradigma Islam modern semuanya menawarkan solusi yang saling melengkapi. Pemerintah, ulama, dan masyarakat harus bekerja sama untuk memastikan bahwa tujuan utama zakat fitrah, yakni membersihkan jiwa dan membantu kaum fakir miskin, tetap tercapai meskipun harga beras mengalami kenaikan. Dengan demikian, harmoni sosial dan  keadilan ekonomi bisa tetap terjaga, sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun