Mohon tunggu...
Titah Rahmawati
Titah Rahmawati Mohon Tunggu... Dosen - Pengajar

Dosen Perguruan Tinggi Swasta

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Akankah Tercapai Indonesia Emas 2045 ?

20 Desember 2024   08:00 Diperbarui: 19 Desember 2024   22:54 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Untuk mencapai target Indonesia Emas 2045 dapat diwujudkan apabila generasi muda memiliki kompetensi, kreativitas, dan inovasi yang tinggi. Pada tahun 2045, Indonesia diperkirakan akan mendapatkan bonus demografi yaitu jumlah penduduk Indonesia 70 persennya dalam usia produktif (15-64 tahun). Sementara sisanya, yakni 30 persen merupakan penduduk yang tidak produktif (usia di bawah 14 tahun dan di atas 65 tahun) pada periode tahun 2020-2045. Jika bonus demografi ini tidak dimanfaatkan dengan baik akan membawa dampak buruk terutama masalah sosial seperti kemiskinan, kesehatan yang rendah, pengangguran, dan tingkat kriminalitas yang tinggi.

Namun pada tanggal 05 November 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis bahwa :

  • Jumlah penduduk usia kerja per Agustus 2024 mencapai 215,37 juta usia kerja. Jumlah tersebut naik 2,78 juta orang dibanding Agustus 2023.
  • Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2024 sebanyak 152,11 juta orang, naik 4,40 juta orang dibanding Agustus 2023.
  • Jumlah Penduduk yang bekerja pada Agustus 2024 sebanyak 144,64 juta orang, naik sebanyak 4,79 juta orang dari Agustus 2023.
  • Persentase setengah pengangguran pada Agustus 2024 naik sebesar 1,32 persen poin, sedangkan pekerja paruh waktu turun sebesar 0,46 persen poin dibanding Agustus 2023. Dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada Agustus 2024 sebesar 4,91 % setara dengan 7,47 juta orang, turun sebesar 0,41 persen poin dibanding pada Agustus 2023.

Meskipun secara persentase tingkat pengangguran di Indonesia mengalami penurunan, namun dibanding negara tetangga angka tersebut masih dinilai "Tinggi". Malaysia, Departemen Statistik Malaysia (Department of Statistics Malaysia/DOSM) menyampaikan pasar ketenagakerjaan di Malaysia pada Agustus terus berkembang menyusul pertumbuhan ekonomi yang positif, dengan peningkatan yang berkelanjutan dalam jumlah orang yang bekerja. Jumlah angkatan kerja pada Agustus semakin menguat menjadi 17,22 juta orang. Seperti tercatat di bulan lalu, tingkat partisipasi angkatan kerja pada Agustus berada di level 70,4 %. Tingkat pengangguran di Malaysia turun ke level 3,2 % pada Agustus 2024 dari pada bulan sebelumnya, dengan jumlahnya mencapai 558.500 jiwa.

Pengangguran selalu menjadi tantangan besar bagi perekonomian Indonesia dan salah satu strategi utama dalam mengatasi pengangguran adalah dengan memberdayakan sektor riil dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), yang menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia.  Dengan kontribusi sebesar 60,5 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan kemampuan menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar, UMKM memiliki peran strategis dalam menekan angka pengangguran. Untuk mencapai target ambisius penurunan tingkat pengangguran menjadi 3,5 persen pada 2025 dan 2,5 persen pada 2030. Demikian pula dengan percepatan pembangunan infrastruktur akan membuka akses ekonomi di daerah, mendorong pertumbuhan, dan menciptakan lapangan kerja baru, serta peningkatan ekspor dan investasi asing.

Selain itu, pengangguran kelompok muda juga harus disikapi dengaan serius ditengah kian terimpitnya Gen Z akibat lapangan kerja yang semakin sempit. BPS merilis data, hampir 10 juta penduduk usia muda (15-24 tahun, Gen Z) berstatus menganggur atau tanpa kegiatan (not in employment, education, and training). Jumlah Gen Z (lahir 1997 hingga 2012) yang menganggur ini mencapai 22,25 persen dari total penduduk usia 15-24 tahun secara nasional. Meskipun teknologi maju dan perubahan sosial yang cepat memberikan mereka banyak peluang, namun banyak anggota Gen Z menghadapi tantangan signifikan dalam memasuki pasar kerja.

Kondisi ini tak bisa terus diabaikan karena Gen Z adalah masa depan Indonesia dan menyumbang porsi terbesar demografi saat ini yaitu 27 persen dari total penduduk. Fenomena Gen Z sulit dapat kerja adalah tantangan yang nyata, dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti kurangnya pengalaman kerja, ketidakcocokan keterampilan dengan kebutuhan industri, ekspektasi yang tinggi terhadap karir, dan persaingan yang semakin ketat. Banyak lulusan perguruan tinggi yang merasa tidak siap menghadapi persaingan di dunia kerja, sementara sektor-sektor tertentu mengalami kesulitan dalam menemukan tenaga kerja yang terampil.

Pemerintah dan berbagai pihak diharapkan dapat segera mengambil langkah strategis untuk mengatasi masalah ini. Program pelatihan dan pendidikan yang relevan, serta insentif bagi perusahaan untuk merekrut tenaga kerja muda, menjadi salah satu solusi yang bisa dipertimbangkan. Selain itu, bimbingan dari profesional industri dapat memberikan wawasan tentang berbagai jalur karier dan membantu Gen Z memahami tuntutan dan peluang di pasar kerja. Program ini juga harus mencakup dukungan berkelanjutan untuk membantu mereka menavigasi tantangan dalam perjalanan karier mereka. Dengan adanya upaya kolaboratif, diharapkan angka pengangguran di kalangan Gen Z dapat menurun dan mereka bisa berkontribusi lebih besar dalam pembangunan ekonomi Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun