Mohon tunggu...
Titah Pratyaksa
Titah Pratyaksa Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Universitas Atma Jaya Yogyakarta | Jurnalisme

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ki Hadjar Dewantara, tanpa Pamrih Cerdaskan Bangsa Indonesia melalui Pendidikan

10 November 2012   17:05 Diperbarui: 24 Juni 2015   21:39 1421
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

“Ki Hadjar Dewantara adalah pendorong dan pemimpin bangsa Indonesia yang oleh Tuhan diberi karunia untuk memimpin bangsanya. Kalau dulu tak ada seorang yang bernama Suwardi Suryaningrat yang kemudian menjadi Ki Hadjar Dewantara, keadaan pergerakan kebangsaan Indonesia tak akan cemerlang seperti yang kita alami” (Bung Karno)

Bambang Sokawati Dewantara dalam bukunya Ki Hadjar Dewantara Ayahku (1989) mengutip beberapa kata sanjungan Bung Karno, Presiden Republik Indonesia kala itu, kepada Ki Hadjar Dewantara. Salah satunya adalah kutipan ‘penggetar sukma’ dari Bung Karno di atas.

Semangat juang Ki Hadjar Dewantara didalam mencerdaskan kehidupan bangsa Indonesia memang patut diacungi jempol. Tanpanya, mungkin bangsa Indonesia tidak bisa mencapai keadaan seperti saat ini.

Salah satu peninggalan Ki Hadjar Dewantara adalah Museum Dewantara Kirti Griya. Terletak di komplek perguruan Taman Siswa, Jalan Tamansiswa 31 Yogyakarta, museum ini luput dari perhatian masyarakat.

Padahal di tempat inilah pergerakan kebangsaan Indonesia lahir. Kesadaran masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda untuk berkunjung ke museum masih rendah. Hal tersebut terlihat dari minimnya jumlah pengunjung yang datang ke museum, khususnya Museum Dewantara Kirti Griya.

Sri Muryani, 48, Ketua Urusan Museum Dewantara Kirti Griya mengatakan rata-rata per bulan jumlah kunjungan mencapai 100 orang. “Mayoritas pengunjung adalah pelajar ataupun mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia. Biasanya museum ramai dikunjungi pada musim liburan,” tutur Sri, Kamis (8/11) siang.

Total kunjungan wisatawan paling tinggi adalah pada tahun 2010, yakni mencapai 23.930 orang. Dari 23.930 tersebut, mayoritas wisatawan lokal yang paling banyak mengunjungi museum, yakni mencapai 23.903 orang, sisanya wisatawan mancanegara 27 orang.

Belajar banyak hal dari museum

Sri menambahkan, museum mempunyai nilai penting di dalam membangun karakter bangsa Indonesia. Museum yang merupakan tempat penyimpanan benda-benda bersejarah mempunyai nilai kultural yang tinggi dan menyimpan fakta sejarah di mana mempunyai arti penting bagi generasi selanjutnya.

Oleh karena itu, lanjut Sri, ide Ki Hadjar Dewantara mendirikan museum Dewantara Kirti Griya bukanlan berlebihan atau bertujuan untuk mengkultuskan diri. Dengan adanya museum, generasi muda akan dapat mempelajari, memahami, kemudian mewujudkan nilai-nilai yang terkandung ke dalam tata kehidupan berbangsa dan bernegara.

“Museum Dewantara Kirti Griya merupakan museum memorial. Dikatakan memorial karena museum ini dulunya adalah tempat atau rumah bekas kediaman seorang tokoh penting yang patut diabadikan dalam sejarah bangsa. Di sini disajikan gambaran riwayat hidup dan sejarah perjuangan Ki Hadjar Dewantara sebagai Pahlawan Nasional dan Bapak Pendidikan Nasional di Indonesia,” tutur Sri yang sudah bekerja lebih dari 24 tahun.

Selain itu, museum khusus memorial juga berfungsi mengumpulkan, menyimpan, merawat, meneliti dan mengkomunikasikan benda-benda bukti material perjuangan hidup Ki Hadjar Dewantara dan Tamansiswa pada khususnya, serta perjalanan bangsa Indonesia pada umumnya.

Banyak hal yang bisa lihat dan rasakan di Museum Dewantara Kirti Griya. Selain bangunan museum yang merupakan rumah bekas tempat tinggal Ki Hadjar Dewantara, terdapat pula berbagai macam koleksi realia, atau dengan kata lain koleksi asli milik Ki Hadjar Dewantara.

Seperti misalnya naskah, pakaian, perabotan, perlengkapan kerja, film dokumenter, dan surat-surat. Sedangkan koleksi lainnya ada berupa foto, lukisan, barang pecah belah, surat kabar, majalah dan berbagai macam jenis buku yang kebanyakan berbahasa Belanda.

Ciptakan Sistem Pendidikan Cerdas “Tut Wuri Handayani”

Ki Hadjar Dewantara merupakan putra Pangeran Sasraningrat dan cucu Pakualaman ke-3. Ia lahir pada tanggal 2 Mei 1889 di Yogyakarta. Sri menuturkan, Ki Hadjar Dewantara dulu juga sempat menekuni duani kewartawanan, seperti menjadi pembantu surat kabar Sedjatama, Midden Java, De Express dan Oetoesan Hindia.

Ki Hadjar Dewantara juga sempat ikut mendirikan partai politik Indische Partij (Partai Hindia) bersama rekannya, E.E. Douwes Dekker. Keikutsertaannya dalam partai itu ternyata mengantarkannya ke pembuangan. Ki Hadjar Dewantara sengaja memilih di buang di Belanda agar dapat mempelajari situasi pendidikan di negeri itu.

Setelah berhasil mempelajari pendidikan di negeri Belanda, kemudian Ki Hadjar Dewantara balik ke Indonesia untuk menerapkan ilmu yang ia peroleh. Ia menyadari bahwa pendidikan Belanda yang dinilai sebagai pendidikan ‘kolonial’ di Indonesia itu sangat sesuai untuk anak-anak Belanda.

Oleh karena itu, ia berkesimpulan bahwa pendidikan yang sesuai untuk Indonesia adalah pendidikan nasional, bukan kolonial. Pendidikan yang bercorak barat harus diselaraskan dengan keadaan alam dan budaya Indonesia.

Y.B. Sudarmanto dalam bukunya Jejak-Jejak Pahlawan (1996) mengatakan menurut Ki Hadjar Dewantara prinsip yang mendasari pendidikan adalah sistem among. Seorang pendidik, entah itu orang tua atau guru, dan pemimpin tidak boleh bersikap tut wuri (permisif, keserbabolehan) atau handayani (otoriter), tetapi harus bersikap tut wuri handayani (otoritarian, di belakang memberi dorongan). Murid dibina agar mampu ‘berjalan sendiri’, menjadi manusia merdeka yang dapat mengambil keputusan bebas (value judgement).

Dari pemaparan di atas, secara garis besar, Ki Hadjar Dewantara ingin unsur-unsur “Barat”itu harus diselaraskan dengan nilai, adat-istiadat, dan kehidupan bangsa. Prinsip harmoni merupakan prinsip dasar untuk ‘mencerna’ pengaruh dari luar.

Keinginan Ki Hadjar Dewantara tersebut terwujud dalam museum yang ia bangun bersama kawan-kawannya. Misalnya saja di bagian ruang keluarga. Dulu, di ruang tersebut digunakan masyarakat untuk belajar bersama, latihan menari, pencak silat dan lain sebagainya. Hingga kini, ruang keluarga dan beberapa ruang di luar museum juga digunakan untuk belajar oleh beberapa mahasiswa dan peneliti dari berbagai daerah.

Selain itu, untuk latihan menari, pencak silat dan lain sebagainya, kini menggunakan pendopo yang ada di dekat museum. Selain itu, museum yang berada di bawah naungan Yayaysan Persatuan Perguruan Taman Siswa ini juga terdapat pendidikan TK hingga perguruan tinggi.

Sri berharap, kedepannya Museum Dewantara Kirti Griya bisa lebih dikenal oleh masyarakat luas. Sri mengaku, jika masyarakat ataupun generasi muda tahu pentingnya peranan museum dalam mencerdaskan bangsa, maka mereka akan menemukan banyak ‘mutiara’ terpendam di museum, yang tentu ‘mutiara’ tersebut akan berguna bagi masa depan generasi muda kelak.

“Ayo beramai-ramai ke museum Dewantara Kirti Griya sekarang!”

“Temukan ‘mutiara’mu di sana!”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun