Web 2.0 merupakan generasi layanan berbasis webseperti situs jaringan sosial (Facebook, Twitter, Youtube, Kaskus, dsb), wiki,alat komunikasi, dan folksonomies (penandaan) yang menekankan kolaborasi onlinedan berbagi di antara pengguna. Media-media di Indonesia dalam hal ini harus mendorong penggunaan web 2.0. Sehingga media mampu menghadirkan informasi yang menarik dan bermutuagar konsumen dapat mengakses konten yang berkualitas yang didesain untuk kebutuhan mereka.
Seharusnya publik tak hanya mengkonsumsi informasi, tetapi publik juga harus bisa berpartisipasi, berkreasi, dan berkomentar. Struktur media juga harus berubah. Kini, orang mengkategorikan media, menyesuaikan dengan kebutuhan mereka, dan mengubahnya sesuai keinginan. Model bisnis baru akan hadir. Profit berasal dari produksi media dan dampak yang diciptakannya di masyarakat. Media harus memiliki tanggung jawab yang baru dan harus melayani kepercayaan publik.
Sedangkan jurnalisme 2.0 sendiri merupakan kegiatan seseorang di dalam menghimpun berita, mencari fakta dan melaporkan suatu peristiwa menggunakan world wide web (www) sebagai media, seperti yang telah disebutkan di atas, orang bisa menggunakan Facebook, Twitter, Youtube, Kaskus, dsb untuk memberikan informasi terbaru mengenai apa yang baru terjadi. Selain itu, mereka juga bisa membuat beberapa forum media online, seperti kompas, BBC, CNN, Vivanews. Di sana mereka bisa saling bertukar pikiran, ataupun saling memberikan informasi yang bermanfaat bagi sesama
Ada beberapa ciri-ciri jurnalisme masa depandi era Web 2.0, diantaranya pertama adalah multimedia storyteller. Di sini seseorang menggunakan kemampuan media digital serta perangkat yang tepat untuk memberikan informasi bagi sesama, sepertibeberapa media online yang telah disebutkan di atas. Yang kedua ada community builder. Di sini, beberapa media membuat forum online bagi masyarakat di mana mereka bisa saling berinteraksi satu sama lain terkait dengan topik yang disuguhkan, seperti halnya beberapa media online di Indonesia ada detik.com dan kompas. Dalam hal ini, detik.com menyediakan detik forum, suara pembaca, opini anda, foto anda, dsb.
Sedangkan kompas juga sama. Kompas menyediakan kompasiana, kompas forum, suara pembaca, dsb. Yang ketiga ada trusted pointer di mana media online menemukan dan membagikan konten yang bagus sekaligus dipercaya oleh masyarakat. Di sini saya juga mengambil contoh detik dan kompas, di mana pada detik terdapat detikSport, detikOto, detikFood, detikHealth, dan lain sebagainya. Sedangkan pada kompas terdapat Bola, Entertainment, Tekno, Otomotif, Female, dan lain sebagainya.
Yang keempat ada blogger dan kurator, di mana para blogger dan kurator memiliki personal voice (pendapat pribadi), dan kurator sendiri berasal dari konten web yang berkualitas dan sekaligus partisipan dalam lingkaran ekonomi. Di sini, selain menyajikan informasi yang serba cepat, mereka juga bisa mengambil keuntungan dari pemasang iklan online. Yang kelima adalah mampu bekerja secara kolaboratif. Jurnalisme atau media era web 2.0 tahu bagaimana untuk menjaring sejumlah orang di sekitarnya; mulai dari kolega, pakar, citizen journalist, segmen audience dan lainnya.
Selain itu, jurnalis era web 2.0 harus benar-benar siap melakukan aktivitas jurnalisme melalui berbagai saluran. Tidak harus seterusnya di edisi cetak, tapi juga bisa lewat Facebook, Twitter, YouTube, dsb seperti yang telah dikenal oleh banyak orang di berbagai belahan dunia. Jejaring sosial ini juga bisa digunakan untuk mengunggah video atau foto lewat telepon genggam atau yang lebih dikenal dengan handphone, yang saat ini sudah semakin mendukung konektivitas (Blackberry, Samsung, Nokia, Sony Ericson, dsb). Informasi yang beredar lebih cepat harus dapat ditangkap dan disebarkan kepada khalayak sehingga kualitas jurnalis dan media juga meningkat.
Peranan jurnalis sebagai distributor informasi menjadi sentral. Di Twitter, misalnya, bisa digunakan untuk menyebarkan potongan-potonganberita dan informasi digital tentang peristiwa-peristiwa besar secara cepat. Selain itu, khalayak bisa mengikuti “kicauan” jurnalis dan bukan organisasi tempatnya bekerja karena sifatnya yang lebih personal, serta mengutamakan reputasi dan otoritas. Karena itu, jurnalis era web 2.0 sebaiknya menjadi “contextualizer”, yakni memberi konteks terhadap setiap informasi yang disebarkan.
Pada tahun-tahun mendatang, apalagi pada abad ke 22, wajah media dan peran jurnalis akan berubah drastis. Gejala ini bisa kita lihat, misalnya, dari makin banyaknya jurnalis yang aktif di media sosial. Naiknya jumlah pengakses media sosial, banyaknya komentar di artikel-artikel berita yang dimuat di media online, serta makin seringnya jurnalis “tradisional” mendapat ide berita dari media sosial menunjukkan bahwa ada kecenderungan ke arah pembentukan komunitas melalui situs berita dan peranan aktif jurnalis lewat berbagai bentuk media sosial.
Daftar Pustaka http://ayomenulisfisip.files.wordpress.com/2012/03/the-future-of-news.pdf http://ayomenulisfisip.files.wordpress.com/2012/03/new-journalists-for-the-new-media.pdf http://ayomenulisfisip.files.wordpress.com/2012/03/web2-0.pdf http://blog.tempointeraktif.com/blog/jurnalis-dan-pers-20/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H