Sebelum ajaran islam diturunkan kepada Nabi Muhammad  SAW di Makkah, masyarakat Jahiliyah Arab sudah memiliki dua hari raya, yakni Nairiuz dan Marjaan. Kaum Arab Jahiliyah menggelar kedua hari raya itu dengan menggelar pesta-pora. Selain menari-nari, baik tarian perang maupun ketangkasan, mereka juga merayakan hari raya dengan bernyanyi dan menyantap hidangan lezat serta minuman memabukan.Â
"Nairuz dan Marjaan merupakan tradisi hari raya yang berasal dari Zaman Persia Kuno.Â
Setelah turunnya kewajiban menunaikan ibadah puasa Ramadhan pada 2 Hijriyah, sesuai dengan hadits yang diriwayatkan Abu Dawud dan An-Nasa'I Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya Allah mengganti kedua hari raya itu dengan hari raya yang lebih baik, yakni Idul Fitri dan Idul Adha."(HR Daud dan Nasai).Â
Sejarah Hari Raya Idul Fitri berkaitan erat dengan dua peristiwa dalam sejarah Islam, yaitu Perang Badar dan Hari Raya masyarakat Jahiliyah. Perayaan Idul Fitri pertama kali digelar pada tahun ke -2 Hijriah, yaitu bertepatan dengan kemenangan kaum Muslimin pada Perang Badar.Â
Perang yang terjadi pada Ramadhan itu dengan jumlah pasukan disisi umat Muslim yang jauh lebih sedikit dibanding kaum kafir, nyatanya diganjar Allah dengan perayaan yang luar biasa indah dan barokah yaitu Idul fitri. Imam Ibnu Katsir pernah menjabarkan bagaimana perayaan idul Fitri terjadi di masa Rasulullah SAW.Â
Dalam sebuah Riwayat hadis shahih. Rasulullah pernah merayakan hari pertama raya Idul Fitri dalam kondisi letih. Beliau bahkan sampai bersandar pada Bilal bin Rabah dan menyampaikan khutbahnya. Tulis khazanah islam.
Hari raya Idul Fitri merupakan suatu perayaan yang dilakukan umat Islam atas kemenangannya menahan diri dari makan dan minum serta menjauhi dari berbagai pekerjaan atau aktivitas yang mencederai pahala puasa Ramadhan sebulan penuh. Pada hari itu syariat islam mengharamkan pemeluknya melakukan puasa.
Secara Bahasa atau harfiah, idul fitri artinya kembali ke fitrah. Kata fitrah berasal dari kata futhur yang berarti kembali makan pagi atau sarapan. Â Jadi, idul fitri bermakna kembali sarapan, tidak seperti pada bulan Ramadhan yang harus berpuasa.Â
Menurut Prof. HM Baharudin, hakikat perayaan Idul Fitri sendiri sejatinya adalah perayaan kemenangan iman dan ilmu atas nafsu di medan jihad Ramadhan. Umat Islam yang berhasil menjinakan nafsu selama Ramadhan kembali fitrah dan layak untuk merayakan dengan cara yang baik dan benar.Â
Adapun pada hari raya idul Fitri umat muslim melaksanakan shalat sunnah yang disebut shalat sunnah  Idul Fitri. Sholat sunnah Idul Fitri ini bermakna sebagai penutup dan ungkapan syukur atas selesainya ibadah puasa yang dilakukan selama satu bulan penuh, sebagaimana shalat sunnah Idul Adha sebagai penutup dan ungkapan syukur atas dilaksanakannya ibadah haji.
Pada Dinasti Abbasiyah, perayaan Idul Fitri dilakukan dengan rangkaian kegiatan yang meriah. Biasanya pada zaman tersebut perayaan dilakukan selama tiga hari yang diakhiri dengan menyantap beraneka ragam makanan halal yang disajikan.