Mohon tunggu...
Tita
Tita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Linguistik

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Selanjutnya

Tutup

Film

Representasi Bullying pada Film Ekskul 2006

7 Maret 2022   12:48 Diperbarui: 7 Maret 2022   12:52 1655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Dari tahun ke tahun, kasus bullying memang merupakan kasus yang selalu saja terjadi. Bahkan tidak jarang, perilaku negative ini memakan beberapa korban dan berakhir pada sebuah kematian. 

Sebagai pengingat bahwa perilaku bullying merupakan perilaku yang tidak baik untuk dilakukan. Para sineas Indonesia akhirnya membuat beberapa film yang menggambarkan kasus bullying yang marak terjadi disekitar kita. Bullying adalah tugas kita bersama untuk mengatasinya.

Bullying merupakan fenomena sosial yang marak terjadi di masyarakat khususnya bagi yang masih duduk di bangku sekolah. Ini menjadi hal yang begitu memperihatinkan karena hal ini dapat menimbulkan distress (kesadaran akan adanya stressor yang melibatkan pikiran dan perasaan seperti ketakutan, kebingungan, kecemasan, dan kekhawatiran bagi korban bullying. 

Menurut Ken Rigby pada Astuti (2008:3)"Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti". Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.

Film Ekskul (2006) di sutradarai oleh Nayato Fio Nuala dan dirilis pada tahun 2006. Film bullying asal Indonesia ini menceritakan tentang seorang anak bernama Joshua yang selalu di bulli oleh teman-teman disekolahnya. Jiwa yang sangat tertekan membuat Josh nekat dan berubah menjadi psikopat. Ia membeli pistol rakitan dan merencanakan balas dendam. 

Ia menyendera beberapa orang yang pernah menghina dan membulli-nya di ruang guru BP. Meski berhasil balas dendam, kehidupan Joshua berakhir tragis dengan memutuskan membunuh dirinya sendiri. Film ini mengajarkan kita bahwa dampak dari bulli ini sangat berbahaya dan dapat mempengaruhi mental seseorang.

Menurut Lembaga Latitude news yang dilakukan oleh 40 negara. Berdasarkan ciri-ciri aksi bullying sering dilakukan oleh pelajar laki-laki. Sedangkan pelajar perempuan tidak sering melakukan aksi bullying. Menurut survei yang dilakukan tersebut ditemukan kasus bullying tertinggi diseluruh dunia. 

Terdapat lima negara teratas yaitu, Jepang, Kanada, Indonesia, Amerika Serikat dan Finlandia. Selanjutnya menurut data (KPAI) Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah ditemukan kasus bullying anak diberbagai institusi Pendidikan. Kasus bullying di dunia pendidikan masih terjadi di sepanjang tahun 2021. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang tahun 2021 ada 17 kasus yang melibatkan peserta didik dan pendidik.

Berdasarkan dari data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa), bullying dapat dikelompokan kedalam enam kategori, tergantung dari aktivitas yang dilakukannya. Kontak fisik langsung, kontak verbal langsung, perilaku non- verbal langsung, perilaku non -verbal tidak langsung, cyber bullying dan pelecehan seksual. Faktor-faktor terjadinya bullying yaitu, keluarga, sekolah, faktor kelompok sebaya, kondisi lingkungan sosial, tayangan televisi dan media cetak.

Menurut Indiwan Seto Wahjuwibowo "film dapat dianggap sebagai media representasi, karena dianggap sebagai salahsatu media yang efektif untuk menyampaikan pesan terhadap khalayak seperti halnya film yang bersifat audiovisual, mudah dicerna, dan dapat mempresentasikan sebuah realitas maupun cerita sehingga film dapat dikategorikan dalam kategori hot media oleh sejumlah pengamat komunikasi".

Dalam penelitian terkait representasi bullying dalam film Ekskul (2006) dengan menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes, teori Barthes menjelaskan dua tingkat pertandaan yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan, sedangkan konotasi adalah aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi (Pialang, 2003: p 16 dan 18) pada (Akhbar, 2018).

Representasi berasal dari kata "Represent"yang bermakna stand for artinya"berarti" atau juga "act as delegate for" yang bertindak sebagai perlambang atas sesuatu (Kerbs, 2001: p.456). dalam (Welsarkurnal, 2017). Representasi juga dapat berarti sebagai suatu tindakan yang menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol"(Piliang, 2003:p.21) pada (Akhbar, 2018).

 Dalam penelitian representasi bullying dalam film Ekskul (2006) ini dengan menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes maka dapat disimpulkan, representasi dalam film ekskul ini menggambarkan mengenai fenomena bullying yang terdapat dalam film tersebut yang terjadi di lingkungan sekolah.

Pelaku bullying ini dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja dengan pelaku bullying yang terlihat agresif baik itu secara verbal maupun fisikal, mereka sering kali terlihat berkuasa kepada korban bullying yang identik tergolong 'lemah' maupun mereka yang memiliki penyakit mental sehingga terlihat berbeda dengan orang pada umumnya, fenomena bullying dalam film ekskul pun dilakukan secara verbal dan non-verbal. 

Bullying verbal adalah dimana pelaku melakukan intimidasi melalui kata-kata kepada seorang korban bulli. Intimidasi ini bisa berupa julukan yang buruk, celaan, penghinaan, fitnah, terror, gossip, dan pernyataan-pernyataan yang gak benar. Seperti pada adegan film Ekskul tersebut yang dilakukan teman-temannya kepada si korban yaitu Joshua. 

Adapun adegan secara non-verbal adalah perilaku perundungan yang bekasnya dapat dilihat secara langsung sebab perilaku ini dilakukan dengan menggunakan fisik dan meninggalkan bekas yang bisa dilihat pada si korban Adapun dalam film tersebut bullying secara non-verbal bisa dilihat ketika adegan kepala Joshua dimasukan kedalam sepiteng dan kepalanya diinjak-injak.

Dari rentetan kasus diatas, semua kalangan masyarakat diharapkan agar dapat bisa memahami dan mengambil pelajaran sedetail mungkin untuk menjadikan film yang yang ditonton tersebut sebagai hal yang sangat penting untuk dijadikan ilmu dalam mendidik anak dilingkungan keluarga. 

Di dalam pendidikan dalam keluarga perlu diperhatikan dalam memberikan kasih saying, jangan berlebihan-lebihan dan jangan pula kurang. Karena pada film tersebut bullying dilingkungan sekolah adalah karena diawali dengan perbuatan seorang ayah yang sangat kasar terhadap anaknya. 

Ini sangat penting untuk dijadikan perhatian oleh orang tua dalam cara mendidik anak. Mengingat kasus bullying di Indonesia masih banyak sampai sekarang ini hendaknya kasus bullying tersebut dijadikan perhatian lebih oleh semua pihak dan dijadikan tanggung jawab bersama dalam menghilangkan kasus bullying khususnya di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun