Mohon tunggu...
Tita
Tita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Linguistik

Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

Selanjutnya

Tutup

Film

Representasi Bullying pada Film Ekskul 2006

7 Maret 2022   12:48 Diperbarui: 7 Maret 2022   12:52 1655
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Film. Sumber ilustrasi: PEXELS/Martin Lopez

Representasi berasal dari kata "Represent"yang bermakna stand for artinya"berarti" atau juga "act as delegate for" yang bertindak sebagai perlambang atas sesuatu (Kerbs, 2001: p.456). dalam (Welsarkurnal, 2017). Representasi juga dapat berarti sebagai suatu tindakan yang menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang diluar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol"(Piliang, 2003:p.21) pada (Akhbar, 2018).

 Dalam penelitian representasi bullying dalam film Ekskul (2006) ini dengan menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes maka dapat disimpulkan, representasi dalam film ekskul ini menggambarkan mengenai fenomena bullying yang terdapat dalam film tersebut yang terjadi di lingkungan sekolah.

Pelaku bullying ini dapat terjadi dimana saja, kapan saja, dan kepada siapa saja dengan pelaku bullying yang terlihat agresif baik itu secara verbal maupun fisikal, mereka sering kali terlihat berkuasa kepada korban bullying yang identik tergolong 'lemah' maupun mereka yang memiliki penyakit mental sehingga terlihat berbeda dengan orang pada umumnya, fenomena bullying dalam film ekskul pun dilakukan secara verbal dan non-verbal. 

Bullying verbal adalah dimana pelaku melakukan intimidasi melalui kata-kata kepada seorang korban bulli. Intimidasi ini bisa berupa julukan yang buruk, celaan, penghinaan, fitnah, terror, gossip, dan pernyataan-pernyataan yang gak benar. Seperti pada adegan film Ekskul tersebut yang dilakukan teman-temannya kepada si korban yaitu Joshua. 

Adapun adegan secara non-verbal adalah perilaku perundungan yang bekasnya dapat dilihat secara langsung sebab perilaku ini dilakukan dengan menggunakan fisik dan meninggalkan bekas yang bisa dilihat pada si korban Adapun dalam film tersebut bullying secara non-verbal bisa dilihat ketika adegan kepala Joshua dimasukan kedalam sepiteng dan kepalanya diinjak-injak.

Dari rentetan kasus diatas, semua kalangan masyarakat diharapkan agar dapat bisa memahami dan mengambil pelajaran sedetail mungkin untuk menjadikan film yang yang ditonton tersebut sebagai hal yang sangat penting untuk dijadikan ilmu dalam mendidik anak dilingkungan keluarga. 

Di dalam pendidikan dalam keluarga perlu diperhatikan dalam memberikan kasih saying, jangan berlebihan-lebihan dan jangan pula kurang. Karena pada film tersebut bullying dilingkungan sekolah adalah karena diawali dengan perbuatan seorang ayah yang sangat kasar terhadap anaknya. 

Ini sangat penting untuk dijadikan perhatian oleh orang tua dalam cara mendidik anak. Mengingat kasus bullying di Indonesia masih banyak sampai sekarang ini hendaknya kasus bullying tersebut dijadikan perhatian lebih oleh semua pihak dan dijadikan tanggung jawab bersama dalam menghilangkan kasus bullying khususnya di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun