Dari tahun ke tahun, kasus bullying memang merupakan kasus yang selalu saja terjadi. Bahkan tidak jarang, perilaku negative ini memakan beberapa korban dan berakhir pada sebuah kematian.Â
Sebagai pengingat bahwa perilaku bullying merupakan perilaku yang tidak baik untuk dilakukan. Para sineas Indonesia akhirnya membuat beberapa film yang menggambarkan kasus bullying yang marak terjadi disekitar kita. Bullying adalah tugas kita bersama untuk mengatasinya.
Bullying merupakan fenomena sosial yang marak terjadi di masyarakat khususnya bagi yang masih duduk di bangku sekolah. Ini menjadi hal yang begitu memperihatinkan karena hal ini dapat menimbulkan distress (kesadaran akan adanya stressor yang melibatkan pikiran dan perasaan seperti ketakutan, kebingungan, kecemasan, dan kekhawatiran bagi korban bullying.Â
Menurut Ken Rigby pada Astuti (2008:3)"Bullying adalah sebuah hasrat untuk menyakiti". Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi, menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang, dan dilakukan dengan perasaan senang.
Film Ekskul (2006) di sutradarai oleh Nayato Fio Nuala dan dirilis pada tahun 2006. Film bullying asal Indonesia ini menceritakan tentang seorang anak bernama Joshua yang selalu di bulli oleh teman-teman disekolahnya. Jiwa yang sangat tertekan membuat Josh nekat dan berubah menjadi psikopat. Ia membeli pistol rakitan dan merencanakan balas dendam.Â
Ia menyendera beberapa orang yang pernah menghina dan membulli-nya di ruang guru BP. Meski berhasil balas dendam, kehidupan Joshua berakhir tragis dengan memutuskan membunuh dirinya sendiri. Film ini mengajarkan kita bahwa dampak dari bulli ini sangat berbahaya dan dapat mempengaruhi mental seseorang.
Menurut Lembaga Latitude news yang dilakukan oleh 40 negara. Berdasarkan ciri-ciri aksi bullying sering dilakukan oleh pelajar laki-laki. Sedangkan pelajar perempuan tidak sering melakukan aksi bullying. Menurut survei yang dilakukan tersebut ditemukan kasus bullying tertinggi diseluruh dunia.Â
Terdapat lima negara teratas yaitu, Jepang, Kanada, Indonesia, Amerika Serikat dan Finlandia. Selanjutnya menurut data (KPAI) Komisi Perlindungan Anak Indonesia telah ditemukan kasus bullying anak diberbagai institusi Pendidikan. Kasus bullying di dunia pendidikan masih terjadi di sepanjang tahun 2021. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat sepanjang tahun 2021 ada 17 kasus yang melibatkan peserta didik dan pendidik.
Berdasarkan dari data Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemenppa), bullying dapat dikelompokan kedalam enam kategori, tergantung dari aktivitas yang dilakukannya. Kontak fisik langsung, kontak verbal langsung, perilaku non- verbal langsung, perilaku non -verbal tidak langsung, cyber bullying dan pelecehan seksual. Faktor-faktor terjadinya bullying yaitu, keluarga, sekolah, faktor kelompok sebaya, kondisi lingkungan sosial, tayangan televisi dan media cetak.
Menurut Indiwan Seto Wahjuwibowo "film dapat dianggap sebagai media representasi, karena dianggap sebagai salahsatu media yang efektif untuk menyampaikan pesan terhadap khalayak seperti halnya film yang bersifat audiovisual, mudah dicerna, dan dapat mempresentasikan sebuah realitas maupun cerita sehingga film dapat dikategorikan dalam kategori hot media oleh sejumlah pengamat komunikasi".
Dalam penelitian terkait representasi bullying dalam film Ekskul (2006) dengan menggunakan analisis semiotika model Roland Barthes, teori Barthes menjelaskan dua tingkat pertandaan yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah hubungan eksplisit antara tanda dengan referensi atau realitas dalam pertandaan, sedangkan konotasi adalah aspek makna yang berkaitan dengan perasaan dan emosi serta nilai-nilai kebudayaan dan ideologi (Pialang, 2003: p 16 dan 18) pada (Akhbar, 2018).