Mohon tunggu...
Tisa Aulia
Tisa Aulia Mohon Tunggu... Freelancer - Sebagai mahasiswa

Muda jangan sampai diam saja

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

FOMO dan Kecanduan Notifikasi, Media Sosial sebagai Ancaman Baru Kesehatan Mental

1 Oktober 2024   22:40 Diperbarui: 2 Oktober 2024   00:17 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Fomo fear of missing out concept (sumber: rawpixel.com on Freepik) 

Fenomena FOMO umumnya lebih sering dialami oleh generasi muda yang selalu terhubung dengan teknologi dan media sosial. Namun, bukan berarti orang yang lebih tua terbebas dari perasaan ini. Ketika seseorang merasa tertinggal atau tidak ikut serta dalam aktivitas yang sedang tren, mereka mungkin mengalami tekanan emosional. Hal ini dapat memicu kecemasan, perasaan rendah diri, dan bahkan depresi. 

Terlebih lagi, di zaman di mana informasi dan tren begitu cepat bergulir, dorongan untuk selalu 'up to date' bisa sangat kuat. Sayangnya, dampak psikologis dari FOMO ini sering kali merusak keseimbangan mental seseorang, membuat mereka merasa tertekan untuk terus mengikuti perkembangan, meski hal itu tidak selalu sejalan dengan kebutuhan atau kebahagiaan mereka.


Apa itu FOMO?

FOMO atau Fear of Missing Out, menggambarkan perasaan takut atau cemas karena merasa tertinggal atau tidak terlibat dalam suatu momen penting. Kondisi ini sering muncul ketika seseorang melihat pengalaman, acara, atau aktivitas yang dilakukan orang lain, terutama melalui media sosial. Ketika seseorang terus-menerus membandingkan kehidupannya dengan kehidupan orang lain yang tampak lebih seru, mereka dapat merasa tertinggal atau kurang berpartisipasi. 

FOMO tidak hanya terkait dengan aspek sosial, tetapi juga dapat meluas ke bidang pekerjaan, pendidikan, bahkan hobi. Orang yang mengalami FOMO cenderung merasa harus selalu terlibat dalam segala hal yang sedang terjadi agar tidak melewatkan peluang atau momen penting, meskipun hal itu bisa berdampak negatif pada kesejahteraan emosional mereka.

Desakan untuk selalu Terlibat
Salah satu penyebab utama FOMO adalah tekanan sosial yang memaksa individu untuk selalu "hadir" di dunia digital. Generasi muda, khususnya pengguna media sosial, terjebak dalam tekanan tak ada hentinya untuk terus mengikuti tren, hadir di acara yang sedang populer, atau memastikan diri terlihat aktif dalam lingkup pertemanan.

 Ketakutan akan dicap ketinggalan zaman menekan mereka untuk berpartisipasi dalam siklus pembaruan yang seakan tidak pernah berakhir. Setiap notifikasi bukan lagi sekadar informasi, melainkan menjadi panggilan yang menuntut keterlibatan, membentuk kecemasan yang melemahkan kesejahteraan mental.

Kecanduan Notifikasi dan Pengaruhnya Terhadap Otak
Penelitian oleh Nicho Alinton Sianipar, Dian Veronika Sakti Kaloeti  (2019) menujukkan bahwa Korelasi negatif yang berarti semakin tinggi regulasi diri maka semakin rendah level Fear of Missing Out yang dimiliki seseorang dan berlaku sebaliknya.


Setiap notifikasi yang muncul di ponsel kita bisa memicu pelepasan dopamin, zat kimia di otak yang terkait dengan perasaan senang. Seiring waktu, otak mulai terbiasa dengan dorongan ini, sehingga pengguna merasa terus-menerus ingin memeriksa ponsel mereka setiap kali ada notifikasi baru. 

Ketergantungan semacam ini dapat mengganggu konsentrasi, menurunkan produktivitas, dan bahkan mempengaruhi kualitas tidur, karena otak tidak pernah benar-benar beristirahat dari rangsangan digital yang terus-menerus datang. Akibatnya, individu mungkin merasa lebih sulit untuk fokus pada tugas-tugas penting dan mengalami kelelahan mental akibat kurangnya waktu istirahat yang berkualitas.

Dampak FOMO pada Kesehatan Mental 
FOMO akan menimbulkan perasaan bersalah, cemas, takut dan membanding-bandingkan diri sendiri. Mereka merasa tertekan untuk terus mengikuti dan membandingkan kehidupan mereka dengan kehidupan orang lain yang tampak lebih "sempurna" di dunia maya. FOMO juga bisa mengarah pada perasaan isolasi sosial dan rendah diri, karena pengguna merasa mereka tidak dapat "mengejar" atau "memenuhi" ekspektasi yang ada di media sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun