Mohon tunggu...
Tisa Susanti
Tisa Susanti Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

seorang penikmat novel yang memiliki mimpi menjadi seorang penulis novel dan psikiater.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

BARCODE VS SAYA MENGERJAKAN UN DENGAN JUJUR

18 April 2013   22:40 Diperbarui: 24 Juni 2015   14:59 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1366299612789173401

Ujian nasional kali ini memang berbeda dengan ujian nasional tahun-tahun sebelumnya. 20 paket soal dan sistem barcode telah menyambut pelaksanaan ujian nasional tahun ini. Belum lagi pernyataan "Saya mengerjakan ujian dengan Jujur" pada lembar jawaban ujian nasioanl. Hal itu terasa menggelikan. Pemerintah khususnya Kemendikbud memaksa siswa untuk bertindak jujur lewat tulisan. Apakah dengan menulis ulang kalimat itu akan membuat siswa-siswa menjadi jujur? Jawabannya adalah TIDAK! Siswa menulis ulang kalimat itu karena sebagai syarat dan hanya memenuhi tata tertib agar lembar jawaban dapat terbaca oleh scanner. Memang pemerintah cukup berhasil dalam hal barcode. Dengan adanya barcode meminimalisir penyebaran kunci jawaban yang sering terjadi.  Namun menurut saya penggunaan barcode dalam ujian nasional mengisyaratkan ketidakpercayaan pemerintah kepada para pelaku pendidikan yaitu kami selaku siswa dan juga para guru. Bukan suudzon dalam hal ini, seolah-olah kelulusan itu ada di tangan pemerintah sepenuhnya dan tidak ingin tercampuri oleh sekolah. Meskipun penentu kelulusan bukan hanya dari UN melainkan 60 % UN dan 40 % nilai sekolah tapi tetap saja sama. Pendidikan bukan mengedepankan lagi proses tapi hasil. Proses selama 3 tahun hanya dihargai dengan 4 hari! Suatu ketidakadilan. Bagaimana bisa pemerintah mengharapkan suatu kejujuran jika siswa dalam tekanan? Mentaati sepenggal kalimat itu tapi kemudian tidak lulus atau mengabaikan sepenggal kalimat saya mengerjakan ujian dengan jujur tapi lulus sepertinya mayoritas memilih opsi kedua. Tidak dapat dipungkiri saya pun termasuk golongan yang memilih opsi kedua. Ketakutan pertama saya adalah soal Un yang sulit. Dan hal itu terbukti pada hari kedua ujian mata pelajaran fisika. Saya hampir menangis di dalam kelas. Jujur saya terpaksa menulis catatan kecil, tapi tak banyak membantu karena jauh berbeda tipe soal UN dengan tryout dan UN 2012. Tapi tetap saja soal itu emang faktanya jauh lebih susah, dan bahkan hampir seperti soal seleksi mausk perguruan tinggi.  Apapun akna dilakukan asal bisa lulus. Belum lagi kunci jawaban dalam bentuk sms yang entah siapa pengirimnya. Masih untung kalau kuncinya benar tapi kalau kuncinya menyesatkan coba? Sistem pelaksanaan ujian negara ini sudah harus segera dibenahi. Meningkatkan kejujuran bukan dengan menulis ulang SAYA MENGERJAKAN UJIAN DENGAN JUJUR! tapi menurunkan tekanan batin pada diri siswa dan memberikan kepercayaan pada siswa dan sekolah.Proses itu penting! Bukan hanya semata HASIL. Buat apa paket soal sampai 100 paketpun? Kalau pada kenyataannya 20 paket tetap membuat pendidikan Indonesia berada pada peringkat 50 dari 50 negara. Mau dibawa ke mana pendidikan Indonesia ini?

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun