Tidak dapat dipungkiri bahwa ekonomi Indonesia saat ini berada dalam masa yang menantang. Ketidakpastian global yang disebabkan oleh berbagai faktor mengakibatkan banyak permasalahan muncul, dimulai dari suku bunga tinggi di Amerika Serikat, ketegangan geopolitik hingga perlambatan ekonomi di beberapa negara mitra dagang menjadi pemicu utama terjadinya fluktuasi nilai tukar rupiah yang berpotensi mengancam stabilitas ekonomi domestik. Kondisi ini memaksa Bank Indonesia (BI) untuk lebih waspada dan sigap dalam merespons volatilitas untuk menjaga perekonomian Indonesia tetap terkendali.
Di tengah gejolak nilai tukar, rupiah cenderung melemah dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini menjadi indikator jelas betapa rapuhnya ekonomi Indonesia terhadap faktor eksternal. Depresiasi rupiah tidak hanya berdampak pada biaya hidup masyarakat, tapi juga menambah beban bagi perusahaan dan pemerintah yang memiliki utang luar negeri dalam bentuk dolar. Bahkan perekonomian Indonesia masih memiliki ketergantungan yang besar pada bahan baku impor, terutama untuk sektor manufaktur dan energi, faktor tersebut tentunya dapat melemahkan nilai rupiah yang nantinya akan membuat harga barang dan jasa semakin tinggi dan pada akhirnya menjadi kekhawatiran banyak pihak, termasuk Bank Indonesia yang kini berupaya keras menjaga agar nilai tukar tetap stabil.
Untuk merespon situasi seperti ini Bank Indonesia sebenarnya telah melakukan berbagai upaya agar dapat memperkuat nilai rupiah, mulai dari intervensi langsung di pasar valuta asing hingga menaikkan suku bunga acuan. Langkah-langkah ini dilakukan dengan tujuan utama untuk menghambat capital outflow (arus modal keluar yang terjadi ketika investor lebih memilih dolar AS yang semakin menarik akibat kenaikan suku bunga The Fed) dengan menahan dana asing agar tetap berada di Indonesia. Tujuan tersebut dilakukan dengan harapan Bank Indonesia (BI) dapat mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Namun pada kenyataannya meskipun Bank Indonesia (BI) telah menaikkan suku bunga, tantangan eksternal tetap besar. Bahkan aliran dana asing bisa kembali bergerak keluar kapan saja jika ketidakpastian global tidak mereda. Hal ini akan menimbulkan tekanan ganda di satu sisi, Bank Indonesia (BI) harus menjaga daya tarik pasar domestik melalui suku bunga yang tinggi, tapi di sisi lain suku bunga tinggi juga dapat menghambat konsumsi dan investasi di dalam negeri. Bank Indonesia kini berada dalam posisi yang sulit untuk mencoba menyeimbangkan antara mempertahankan stabilitas nilai tukar dan menjaga pertumbuhan ekonomi.
Selain mengintervensi pasar Bank Indonesia (BI) juga telah memperkuat kerjasama internasional dengan negara-negara mitra, termasuk melakukan perjanjian swap mata uang dengan bank sentral di beberapa negara. Ini adalah langkah yang tepat untuk mengamankan cadangan devisa Indonesia, terutama dalam situasi genting. Dengan langkah ini memungkinkan Indonesia memiliki cadangan dolar yang bisa digunakan untuk menstabilkan rupiah tanpa harus membebani cadangan devisa nasional secara signifikan. Namun, upaya tersebut tidak boleh terlalu diharapkan karena bisa jadi sebagai upaya jangka pendek semata. Ketahanan ekonomi Indonesia perlu dibangun dari dalam agar kita tidak selalu bergantung pada kebijakan moneter ketika krisis datang. Mengurangi ketergantungan terhadap barang impor dengan mempercepat hilirisasi industri dan diversifikasi ekonomi adalah langkah yang perlu dipercepat. Dengan meningkatkan kapasitas produksi dalam negeri, Indonesia dapat mengurangi permintaan dolar dan menjaga nilai tukar lebih stabil.
Tidak hanya itu, sektor ekspor pun perlu mendapatkan perhatian lebih terutama untuk memastikan bahwa produk Indonesia tidak hanya kompetitif di pasar internasional tetapi juga beragam dan tidak terbatas pada komoditas mentah. Jika kita masih bergantung pada ekspor bahan mentah, maka sangat rentan terhadap perubahan harga komoditas dunia. Hal ini telah terbukti berulang kali dan untuk membalikkan keadaan ini membutuhkan perencanaan yang matang dan implementasi yang konsisten. Di sisi lain, ada juga peluang untuk memanfaatkan teknologi dan digitalisasi di sektor keuangan. Bank Indonesia baru-baru ini mengeluarkan blueprint sistem pembayaran berbasis digital yang bertujuan untuk meningkatkan inklusi keuangan dan efisiensi transaksi. Dengan memanfaatkan teknologi ini, bukan hanya Bank Indonesia yang dapat lebih mudah memantau dan merespons pergerakan pasar, tetapi masyarakat juga bisa lebih mudah mengakses layanan keuangan, yang pada akhirnya meningkatkan ketahanan ekonomi kita.
Pada akhirnya, menjaga stabilitas nilai tukar rupiah adalah tugas yang kompleks dan membutuhkan koordinasi lintas sektor. Bank Indonesia sudah melakukan langkah-langkah yang seharusnya tapi tetap saja, daya tahan ekonomi Indonesia bergantung pada usaha jangka panjang untuk memperkuat sektor domestik. Menyalahkan Bank Indonesia setiap kali rupiah tertekan mungkin terdengar mudah, tapi solusi nyata adalah dengan membangun fondasi ekonomi yang kuat, diversifikasi produk ekspor, dan meningkatkan produksi dalam negeri. Perekonomian Indonesia menghadapi permasalahan yang rumit dan dalam masa-masa sulit inilah Bank Indonesia (BI) dituntut untuk cermat dan tepat dalam mengambil langkah-langkah strategis. Stabilitas ekonomi Indonesia khususnya stabilitas nilai tukar bukan hanya tanggung jawab Bank Indonesia tetapi juga seluruh elemen bangsa ini.
Tidak hanya sekadar langkah moneter saja, stabilitas ekonomi Indonesia juga memerlukan kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat. Dalam situasi global yang penuh ketidakpastian ini, stabilitas ekonomi bukan hanya tanggung jawab Bank Indonesia tetapi juga seluruh pemangku kepentingan nasional yang harus bergerak serempak dan saling mendukung. Dalam hal ini pemerintah perlu mempercepat kebijakan hilirisasi industri yang bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan baku, meningkatkan nilai tambah produk dalam negeri, serta mendorong ekspor produk-produk jadi yang lebih kompetitif di pasar global. Dengan begitu, ketergantungan pada mata uang asing akan menurun dan mengurangi tekanan terhadap nilai tukar rupiah. Di sisi lain, sektor swasta juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas ekonomi. Pelaku bisnis harus aktif dalam mencari peluang untuk memperkuat rantai pasok domestik, memanfaatkan sumber daya lokal, dan mendukung inovasi produk yang berdaya saing tinggi yang mampu berkompetisi di pasar internasional. Langkah ini akan membuat ekonomi Indonesia lebih tangguh, karena tidak mudah terguncang oleh fluktuasi mata uang. Di tengah tantangan ini, peran masyarakat juga sangat vital. Dengan berbelanja produk lokal, masyarakat berkontribusi dalam mengurangi ketergantungan pada barang-barang impor. Memperkuat kesadaran akan pentingnya mendukung industri dalam negeri adalah bagian dari strategi jangka panjang untuk menciptakan ekonomi yang lebih berdaya tahan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H