Mohon tunggu...
Tirza Yurita
Tirza Yurita Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Mahasiswa Ilmu Ekonomi Studi Pembangunan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

CBDC Untuk Indonesia: Solusi Pembayaran atau Ancaman Stabilitas Ekonomi

3 November 2024   16:35 Diperbarui: 3 November 2024   16:53 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Di tengah kemajuan digital yang semakin berkembang, konsep CBDC menjadi perbincangan inovasi dalam sistem pembayaran global. Bank Indonesia (BI) tengah mempertimbangkan penerapan Central Bank Digital Currency (CBDC), mata uang digital yang diterbitkan oleh bank sentral. CBDC dianggap mampu meningkatkan efisiensi dan inklusi keuangan, terlebih di negara-negara berkembang seperti Indonesia. Namun, di balik potensi efisiensi dan perluasan inklusi keuangan yang ditawarkan, penerapan CBDC menimbulkan perdebatan mengenai implikasinya terhadap stabilitas ekonomi dan kedaulatan Rupiah. Bisakah CBDC menjadi solusi untuk tantangan ekonomi Indonesia, atau penerapannya dapat merusak stabilitas pasar uang serta mengancam peran bank konvensional dalam proses intermediasi keuangan.

Inovasi atau Ancaman?

Bagi para pendukung CBDC mereka akan setuju jika inovasi ini dapat menciptakan sistem pembayaran yang lebih efisien dan inklusif. CBDC memiliki kemampuan untuk mendigitalisasi Rupiah, sehingga transaksi menjadi lebih cepat, transparan, dan terjangkau bagi masyarakat. Melalui CBDC, Bank Indonesia bisa mengurangi ketergantungan pada uang tunai dan membantu mewujudkan inklusi keuangan di daerah-daerah yang selama ini sulit dijangkau. Bahkan, CBDC dianggap sebagai solusi untuk mengurangi transaksi gelap dan pencucian uang karena sifatnya yang mudah dilacak. Namun bagaimana penerapan CBDC ini akan berimplikasi bagi stabilitas pasar uang dan bank dalam proses intermediasi, perdebatan ini justru menjadi hal yang penting untuk kita amati. Sistem perbankan tradisional mengandalkan deposito masyarakat untuk menyalurkan kredit ke sektor riil. Apabila masyarakat dapat menyimpan uangnya dalam bentuk CBDC di Bank Indonesia, hal ini dapat mengurangi dana pihak ketiga (DPK) di perbankan. Sehingga, fungsi intermediasi bank dalam menyalurkan kredit berpotensi terganggu, yang pada akhirnya bisa menghambat pertumbuhan ekonomi. Ini bukan sekedar perubahan teknologi, tetapi juga berpotensi mengganggu fondasi sistem keuangan kita yang selama ini menjadi landasan stabilitas. CBDC memang memungkinkan untuk menjadi solusi, akan tetapi penerapannya memerlukan strategi yang matang agar tidak malah memicu disrupsi dalam sistem keuangan yang sudah stabil.

Kekhawatiran terhadap Kedaulatan Rupiah

Penerapan CBDC juga menjadi pertanyaan mendasar mengenai kedaulatan Rupiah. Saat ini, Rupiah sudah dihadapkan pada tantangan besar akibat pesatnya pertumbuhan aset digital seperti mata uang kripto yang mengaburkan batas antara kedaulatan mata uang dan inovasi finansial global. Di satu sisi, CBDC bisa memperkuat posisi Rupiah dengan memberikan alternatif digital resmi yang dapat bersaing dengan mata uang kripto. Namun, penggunaan CBDC yang tidak tepat dapat memperkuat ketergantungan terhadap teknologi asing dalam infrastruktur keuangan kita. Saat banyak negara maju yang sudah mengembangkan CBDC mereka, Indonesia juga perlu bersaing dalam pengembangan teknologi finansial yang mandiri agar nantinya Indonesia tidak hanya menjadi pengguna, tetapi dapat bersaing dengan mereka. Kedaulatan digital Rupiah bisa terancam jika ketergantungan teknologi menjadi pintu masuk bagi pengaruh asing dalam kebijakan keuangan kita.

Dilema Sistemik Bagi Bank Sentral

Bank Indonesia kini berada di persimpangan antara inovasi dan stabilitas. CBDC memang menjanjikan peningkatan inklusi keuangan, tetapi bagaimana dengan peran penting bank dalam ekonomi Indonesia? Sebagai negara dengan populasi besar dan struktur ekonomi yang beragam, bank di Indonesia memainkan peran penting dalam menjaga aliran dana ke sektor produktif, baik itu melalui pinjaman usaha kecil menengah (UKM) maupun proyek infrastruktur. Jika masyarakat lebih memilih menyimpan CBDC ketimbang deposito di bank, kemampuan bank untuk memberikan pinjaman akan berkurang. Efeknya, kredit yang menjadi motor penggerak ekonomi bisa melambat, dan ini berpotensi memperburuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Selain itu, CBDC menimbulkan risiko bank run atau penarikan dana besar-besaran dalam situasi krisis karena masyarakat mungkin lebih memilih menyimpan CBDC yang dianggap lebih aman. Dalam kondisi tersebut, CBDC justru bisa menjadi pemicu ketidakstabilan ketimbang menjadi solusi.

Membangun Aturan Main yang Jelas

Dengan segala pro dan kontra yang ada, Bank Indonesia perlu menyusun kebijakan yang jelas untuk membangun ekosistem CBDC yang aman, efisien, dan berkelanjutan. Pemerintah perlu menjamin bahwa CBDC tidak mengancam peran bank dalam ekonomi, misalnya dengan memberikan batasan pada jumlah CBDC yang dapat dimiliki oleh satu individu atau lembaga. Aturan main ini juga harus mempertimbangkan aspek keamanan siber dan perlindungan data pribadi, terutama di era di mana ancaman keamanan digital semakin kompleks. Tanpa pengaturan yang ketat, CBDC justru dapat membuka celah bagi kebocoran data dan ancaman peretasan, yang tentu saja dapat merusak kepercayaan masyarakat.

Masa Depan Rupiah Digital: Arah atau Ancaman?

CBDC di Indonesia dapat menjadi tonggak transformasi keuangan yang memperkuat kedaulatan Rupiah atau justru menjadi dilema ekonomi yang menambah beban bagi pembuat kebijakan. Jika CBDC berhasil diterapkan dengan hati-hati dan didukung aturan yang tegas, maka inovasi ini bisa menjadi langkah penting dalam menjaga kedaulatan Rupiah dan mempersiapkan Indonesia dalam menghadapi era ekonomi digital. Namun, tanpa kebijakan yang jelas, CBDC dapat menggeser peran bank, mengguncang stabilitas ekonomi, dan bahkan menantang kedaulatan Rupiah di rumahnya sendiri. Tantangan besar bagi Bank Indonesia adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara inovasi dan stabilitas, antara inklusi dan kedaulatan. Di tengah perubahan yang pesat, kita perlu bijak dan berhati-hati agar tidak terjebak dalam jebakan digital yang bisa merugikan bangsa kita di masa depan. Tidak terlepas dari segala potensinya, implementasi CBDC perlu dipertimbangkan dengan sangat matang. Tujuannya adalah agar Rupiah sebagai mata uang kedaulatan tetap berfungsi optimal dan stabil di tengah inovasi global.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun