Mohon tunggu...
Desak Putu Tirtha Nirmala S
Desak Putu Tirtha Nirmala S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Indonesia dalam Asean Free Trade Area, Apa saja Tantangannya?

8 Oktober 2022   23:46 Diperbarui: 8 Oktober 2022   23:48 1142
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan bentuk kerjasama perdagangan bebas di kawasan ASEAN berbentuk kesepakatan dalam menciptakan situasi perdagangan yang seimbang dan adil melalui penurunan tarif dan non tarif bagi anggota ASEAN. AFTA bertujuan untuk meningkatkan daya saing ekonomi kawasan regional ASEAN di pasar global dengan menjadikan Asean sebagai basis produksi yang kompetitif, menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI), dan meningkatkan perdagangan antarnegara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade). Mekanisme utama untuk mencapai tujuan di atas adalah skema "Common Effective Preferential Tariff" (CEPT) yang bertujuan agar barang-barang yang diproduksi diantara negara-negara ASEAN memenuhi ketentuan sekurang-kurangnya 40% kandungan lokal akan dikenai tariff hanya 0-5%. Namun, negara-negara anggota ASEAN masih diperkenankan untuk mengatur sendiri tarif bea masuk barang impor dari negara-negara non ASEAN. 

Dalam mengikuti suatu perjanjian ataupun kesepakatan, pasti terdapat tantangan-tantangan dalam pelaksanaannya. Begitu pula dengan Indonesia yang bersepakat mengenai ASEAN Free Trade Area (AFTA) memiliki tantangan-tantangan tersendiri dalam pelaksanaanya. Apalagi, Indonesia masih dalam kategori negara berkembang. Menurut jurnal Mari Elka Pangestu, terdapat sedikitnya tiga kritik terhadap pelaksanaan AFTA. Pertama, lamanya masa transisi pemberlakuan efektifitas dari disepakatinya AFTA mulai januari 1992 sampai dimulainya pelaksanaan AFTA pada januari 2002. Lamanya masa transisi mengakibatkan terbuangnya banyak kesempatan yang dapat diperoleh jika kesepakatan tersebut diberlakukan lebih cepat. Kedua, AFTA terlalu berfokus pada upaya penghapusan hambatan tarif dan melupakan hambatan non tarif. Padahal, hambatan non tarif menjadi salah satu faktor kelancaran dari perdagangan bebas. Ketiga, minimnya keberadaan pusat informasi yang dibutuhkan dalam hal penyampaian informasi kepada pihak swasta dan penerimaan masukan terkait pelaksanaan AFTA. Hal tersebut menjadi penting karena aktor swasta merupakan pemain utama dalam kegiatan ekonomi melalui skema AFTA.

Tantangan lainnya juga disebutkan dalam jurnal Agustina Balik (2015) yaitu kepadatan penduduk dengan berbagai macam latar belakang dan tingkat pemerataan pendapatan yang relatif rendah. Pendapatan perkapita Indonesia masih rendah dibandingkan dengan jumlah penduduk Indonesia yang banyak menjadi salah satu penghambat dalam perluasan pasar di kawasan ASEAN. Pertambahan penduduk yang semakin tinggi serta rendahnya kualitas sumber daya manusia dengan kondisi latar belakang kultural yang masih bersifat tradisional ikut mempengaruhi rendahnya tingkat partisipasi masyarakat dalam merealisasikan AFTA. Hal lain yang tidak kalah penting yaitu minimnya fasilitasi yang mendukung arus perdagangan agar tercapainya kelancaran ekspor. Produk ekspor dari beberapa negara ASEAN relatif mempunyai kemiripan. Contohnya seperti rubber product yang diekspor oleh negara Filiphina, Malaysia, Thailand, dan Indonesia; vegetable oil yang diekspor oleh negara Malaysia dan Indonesia; paper and pulp yang diekspor oleh negara Malaysia, Filiphina, Indonesia; produk tekstil yang diekspor oleh Indonesia dan Thailand; chemicals product yang diekspor oleh Singapura, Malaysia, dan Indonesia. Dalam kesepakatan AFTA, Terdapat persyaratan untuk menghapus proteksi serta kendala tariff dan non tarif. Namun, pemerintah Indonesia masih berperan besar dalam perdagangan luar negeri (Anarbaja, 2010). Berbagai kebijakan yang menuju perdagangan bebas belum dapat dilepaskan oleh pemerintah. Hambatan-hambatan non tarif yang seharusnya mulai dikurangi oleh anggota AFTA belum dapat dioptimalkan oleh pemerintah.

Pendapat lain mengenai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menjalankan AFTA terdapat dalam jurnal Anarbaja (2010). Dalam jurnal tersebut disebutkan bahwa lemahnya daya saing Indonesia dalam persaingan global khususnya dalam kawasan perdagangan bebas ASEAN menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia. Kelemahan ini cukup riskan menginat daya saing produk merupakan modal bagi Indonesia untuk dapat menjadi pemain unggulan dalam kawasan perdagangan bebas ini. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi daya saing produksi suatu negara. Pertama, akses pasar yang luas tetapi komoditi dagang antarnegara ASEAN relatif sama menjadikan pasar ini begitu banyak pesaing. Padahal, target pasar ASEAN mencapai lebih dari 550 juta penduduk. Hal ini tentu saja sangat disayangkan. Kedua, kualitas dan daya saing produk Indonesia yang tertinggal disbanding negara ASEAN-5 yang memiliki kelebihan pada inovasi dan teknologinya. Ketiga, infrastruktur hukum dan kebijakan tidak semapan negara-negara ASEAN lainnya. Jika tidak ada kepastian hukum, iklim perekonomian di Indonesia terutama sektor investasi sebagai modal utama akan terpengaruh. Hal tersebutt akan menyebabkan tingginya biaya ekonomi dalam memproduksi suatu barang yang berlanjut pada rendahna daya saing produk dalam pasar karena mahalnya barang tersebut disbanding barang yang sama yang diproduksi oleh negara lain. Masalah lainnya yaitu KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme) yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang seharusya melancarkan perdagangan Indonesia dalam pasar bebas. KKN mengakibatkan banyaknya pungutan-pungutan liar yang dilakukan oleh unsur-unsur pemerintshsn di semua lapisan. Pungutan-pungutan liar ini kemudian akan menaikkan harga produk pada pasar. Persoalan lainnya yaitu kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari pulau-pulau sangat sulit untuk diawasi. Terdapat tempat-tempat tertentu yang menjadi markas barang selundupan yang pada akhirya akan melemahkan daya saing Indonesia dalam pasar global. Tantangan yang sebenarnya yaitu dalam mengubah pola pikir seluruh unsur masyarakat Indonesia berkaitan dengan KKN dan barang selundupan agar tercapainya keberhasilan dalam persaingan pasar global ini.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun