Mohon tunggu...
Desak Putu Tirtha Nirmala S
Desak Putu Tirtha Nirmala S Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPN Veteran Yogyakarta

Jurusan Ilmu Hubungan Internasional

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Pentingnya Energi Nuklir dalam Ekonomi Global, Bagaimana dengan Indonesia?

8 Oktober 2022   10:09 Diperbarui: 8 Oktober 2022   10:16 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Dorongan untuk memenuhi kebutuhan energi melonjak akibat pertumbuhan penduduk terutama di negara-negara berkembang. Efek pemanasan gas rumah kaca sepertiganya berasal dari pembakaran bahan bakar fosil untuk menghasilkan listrik. Untuk itu, perlu peralihan ke sumber energi baru terbarukan seperti Nuklir. Energi nuklir adalah sumber listrik rendah karbon terbesar kedua saat ini setelah hidro dengan 452 reaktor yang beroperasi menyediakan 2.700 TWh listrik pada tahun 2018, atau 10% dari pasokan listrik global. 

Energi nuklir adalah satu-satunya pilihan yang dapat menghasilkan pasokan listrik bersih secara global. Pembangkit listrik tenaga air bergantung pada perubahan iklim sehingga alternatif lainnya adalah energi nuklir. Energi Nuklir memberikan kemandirian energi dan keamanan pasokan. Uranium sebagai bahan energi nuklir disebut sebagai anugerah alam untuk pembangunan ekonomi yang bersih. Sebaliknya, limbah bahan bakar fosil terlalu besar dan tidak dapat dikelola untuk ditampung sehingga harus dibuang ke lingkungan. Menurut laporan IEA, selama 50 tahun terakhir, penggunaan energi nuklir telah mengurangi emisi CO2 lebih dari 60 gigaton, hampir sama dengan produksi emisi CO2 selama 2 tahun.

Listrik adalah salah satu cara mendistribusikan energi nuklir. Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir adalah sumber energi yang sedikit bahkan tidak sama sekali memproduksi emisi karbon. Hal ini karena PLTN tidak membebaskan asap atau debu hasil pembakaran baik melalui cerobong maupun membuang langsung ke lingkungan. PLTN adalah energi ramah lingkungan yang jejak karbonnya relatif kecil dan limbahnya mempunyai aturan kontrol yang jelas. PLTN secara relatif akan mengurangi konsumsi terkait minyak sehingga dapat menanggulangi krisis energi akibat cadangan minyak yang semakin turun. Dengan adanya keuntungan tersebut, trend pengembangan PLTN di dunia naik dari tahun ke tahun. PLTN tidak hanya dimiliki oleh negara-negara maju seperti AS, Eropa Barat, China, Korsel, dan Jepang saja tetapi juga negara menengah dan berkembang seperti Argentina, Brazil, India, Pakistan, dan Iran turut mengembangkan PLTN. 

Bagaimana dengan Indonesia? 

Dulunya pada tahun 1989 pemerintahan orde baru sempat membuat rancangan terkait PLTN di bawah BATAN (Badan Tenaga Nuklir Nasional) yang pembangunannya akan berlokasi di Tanjung Muria (Jawa Tengah) yakni di Lemah Abang, Grenggengan, dan Watu. Bahkan terdapat Undang-Undang No. 10 Tahun 1997 mengenai Ketenaganukliran. Dalam membuat rancangan tersebut, pendanaan yang diambil dari kas negara mencapai 20 juta dolar Amerika Serikat. Namun batal karena saat itu belum ada sistem grid yang memadai, era BBM murah, dan masih tingginya resistensi sosial akibat kecelakaan Chernobyl 1986.  

Pada era SBY (2004-2009), PLTN sempat dibicarakan tetapi mendapat penolakan dari masyarakat dan ini dimanfaatkan sebagai alasan dalam meraih dukungan masyarakat dalam kontestasi pemilu periode kedua sehingga implementasi kebijakan pembangunan PLTN dibatalkan.  Dalam periode tersebut, dikeluarkan Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang didalamnya menyatakan bahwa energi terbarukan lainnya khususnya biomassa, nuklir, tenaga air skala kecil, tenaga surya dan tenaga angin menjadi lebih dari 5%.  Pada tahun 2007, Korea Electric Power Corp. dan Korea Hydro & Nuclear Co. menandatangani nota kesepahaman dengan PT Medco Internasional Indonesia terkait studi kelayakan pembangunan dua unit PLTN dengan biaya sebesar 3 miliar dollar AS. Pada tahun 2008 disampaikan bahwa target pemerintah untuk PLTN adalah mampu memproduksi sekitar 4000 MW listrik pada tahun 2025.  

Di era kedua presiden SBY, pada pertengahan 2010, tiga lokasi ditinjau untuk pengembangan PLTN yaitu di Jepara, Banten, dan pulau Bangka.  Lalu pada 2013, studi lokasi ditambah yaitu di Kalimantan Barat. Wilayah-wilayah tersebut dipilih dengan alasan-alasan seperti rendahnya tingkat bencana alam dan rendahnya populasi di daerah tersebut. Pada Februari 2014, kebijakan KEN terbaru di bawah PP No. 79 Tahun 2014 yang membalikkan arah kebijakan energi Indonesia. Kebijakan ini menurunkan prioritas energi nuklir menjadi pilihan terakhir Energi Baru Terbarukan, meminimalisasi penggunaan minyak, dan mengoptimalkan penggunaan gas bumi serta batubara sebagai pasokan energi.  

Di era jokowi, pada Januari 2016, pemerintah menetapkan Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) yang pada intinya adalah studi riset mengenai reaktor nuklir, penyusunan konsep, dan kerjasama internasional terkait riset nuklir.  Pada tahun 2020, Kementerian Pertahanan menandatangani perjanjian dengan perusahaan nuklir ThorCon International untuk berkolaborasi dalam penelitian Small Thorium Molten Salt Reactor. Namun semua hal tersebut masih berkutat di alternatif kebijakan dan belum dijadikan sebagai agenda kebijakan energi Indonesia terutama dalam mengatasi krisis energi.

Kebijakan untuk tidak atau belum memilih alternatif kebijakan PLTN sebagai agenda kebijakan energi Indonesia dalam mengatasi krisis energi adalah karena kendala terkait aspirasi masyarakat dengan adanya kecemasan terkait histori PLTN di berbagai negara. Secara politis, pilihan kebijakan energi nasional terhadap pembangunan PLTN belum mendapatkan dukungan yang memadai terbukti dari perubahan arah kebijakan pemerintah dengan menggunakan energi nuklir sebagai pilihan terakhir dari alternatif energi terbarukan yang telah ada. 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun