Mohon tunggu...
Tirta Pakuan Bogor
Tirta Pakuan Bogor Mohon Tunggu... Administrasi - PERUMDA Tirta Pakuan Kota Bogor

HANDAL DAN PRIMA - HANDAL DALAM PEKERJAAN, PRIMA DALAM PELAYANAN

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Sekilas Tentang El Nino: Anomali Suhu Permukaan Laut yang Memengaruhi Curah Hujan

29 Agustus 2023   14:52 Diperbarui: 29 Agustus 2023   14:57 261
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi tanah kekeringan (Freepik)

Karena angin pasat yang hangat, permukaan laut biasanya lebih tinggi sekitar 0,5 meter dan 7,2 C lebih hangat di Indonesia dibandingkan di Ekuador. Pergerakan air hangat ke arah barat menyebabkan air dingin naik ke permukaan di pantai Ekuador, Peru, dan Chili. Proses ini dikenal sebagai upwelling.

Upwelling mengangkat air dingin yang kaya nutrisi ke zona eufotik, lapisan atas lautan. Proses upwelling juga mempengaruhi iklim global. Suhu laut yang hangat di Pasifik bagian barat berkontribusi terhadap peningkatan curah hujan di sekitar pulau Indonesia dan Papua New Guinea.

Tapi, selama peristiwa El Nio, angin pasat yang bertiup ke arah barat melemah di sepanjang Khatulistiwa. Perubahan tekanan udara dan kecepatan angin ini menyebabkan air permukaan yang hangat bergerak ke arah timur sepanjang Khatulistiwa, dari Pasifik barat hingga pantai Amerika Selatan bagian utara.

Air permukaan yang hangat ini memperdalam termoklin, lapisan dalam perairan laut yang memisahkan air permukaan yang hangat dari air dingin di bawahnya. Saat terjadi El Nio, termoklin bisa turun hingga kedalaman 152 meter.

Lapisan air hangat yang tebal ini tidak memungkinkan terjadinya upwelling secara normal. Tanpa adanya upwelling, hujan tidak turun seperti biasanya di Indonesia.

Sederhananya, El Nio membawa hujan ke Amerika Selatan dan menyebabkan kekeringan di Indonesia. Kekeringan ini mengancam pasokan air, karena air waduk mulai berkurang dan aliran sungai menjadi rendah. Pertanian, yang bergantung pada air untuk irigasi juga terancam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun