berjalan gemulai menyusur riak debu
pohon-pohon asam Jawa menitipkan daun kering untuk disampaikan kepada lautan sesawahan, atas nasib kemarau di bulan Januari.
biarkan Romangpolong pergi mencari tuannya, meninggalkan jejak kepada bebatuan aspal yang berjanji untuk disembuhkan di bulan Februari.
setiap nasib memang ditentukan oleh arah masing - masing
bundaran Samata memisahkan kenangan tua dan hutan asam amoniak Antang.
sekali meninggalkan Pattalassang, mengacuhkan Bawakaraeng yang merengek dipertemukan dengan angin pembawa kabut menjahit rindunya.
aku tahu tak ada lagi untuk dikenang
sekiranya melintas kereta tak berwarna,
Samata adalah kota penuh debu, dan kenangan melekat pada titik-titik wajah yang dibasuh sekali, hilang tak berganti.
hingga hujan datang di bulan April
memangkunya di atas bahu awan kelabu, dilampiaskan melalui jemari hujan menggenang di dalam kubangan yang keruh.
aku kembali memanggil namamu saat suara pink nois mengubrak-abrik mimpi tidurku.
Samata, 2021