Dan pertanyaan itu terulang kembali,
Apakah hidup untuk sesuatu atau untuk menjadi sesuatu?
Aku tidak tahu!
Dan aku tidak peduli, aku ingin pulang! Saat itu yang kupikirkan hanyalah mama dan aku mungkin hendak tidak peduli denganmu. Apapun yang terjadi pada nasibnya nanti, aku tidak peduli. Aku hanya ingin diriku tenang, dimarahi sedikit dan kembali bermain di taman ini besoknya.
Lorong pada bawah seluncuran itu begitu sempit dan dingin. Dia yang ada dihadapanku tengah tersenyum dan gaun putihnya nampak lusuh dan berdebu. Serta lembab.
Sedikit demi sedikit melangkah dengan pelan. Tak bersuara,
Dan duduk di sampingku. Sempit tempat itu membuat aku merinding memeluk lutut namun, agak hangat setelahnya.
Jangan dekat - dekat! Jangan menempel pada badanku!
Aku mungkin merengek sembari memberontak.
Di usia itu, sangat menjijikan seorang gadis bersama dengan laki - laki.
Namun kau tetap bersandar pada bahuku yang gemetar. Bau shampoo yang mirip stroberi masih kuingat dengan jelas.
Kau memeluk juga lututmu hingga kedua lengan kita yang kedinginan, bisa bersentuhan satu sama lain.
Mari menjadi sesuatu!
Dan setelah itu, ia tertawa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H