Kau melihatku seperti aku hanyalah lumbung padi mati pada
Bulan Januari meski
Seperti itulah tubuhku
Memang,
Lantas apalagi. Telah kubunuh semua yang pantas kubunuh dan
Kugantung mereka di alun - alun sebagai perayaan
Aku yang terbebas
Pada hidup kemanusiaanku
Aku telah menjadi debu pada musim dingin yang sunyi terlontar
Badai mati di hilir tuli. Bahkan mentari yang kau sematkan pada riak - riak embun
Pagimu
Hanyalah peduliku suram
Menantang diri mencapai makna
Kebebasan
Aku adalah penyendiri dan
Tak ada yang tahu jalan hening pada mimpi si penyendiri meski
Kaki telah berdarah - darah akan pecah beling dan
Lepuh, api yang mati menyisakan
Bara di sisa - sia jalannya.
Aku hanyalah rajam yang tersenyum kepada
Buih - buih pesta, nona - nona manis yang menunggu
hiburan malam -
malam semai
Diantara bulan indah
dan tanah - tanah
Tandus hujan
Kota - kota abadi
Samata, 5 November 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H