Mohon tunggu...
Tirta Adithiya nugraha
Tirta Adithiya nugraha Mohon Tunggu... Lainnya - sedikitpi mahanganggur

bercita - cita menjadi elit global dan penerbang roket

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Debu Musim Dingin

6 November 2020   04:40 Diperbarui: 6 November 2020   04:45 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Kau melihatku seperti aku hanyalah lumbung padi mati pada
Bulan Januari meski
Seperti itulah tubuhku
Memang,
Lantas apalagi. Telah kubunuh semua yang pantas kubunuh dan
Kugantung mereka di alun - alun sebagai perayaan
Aku yang terbebas
Pada hidup kemanusiaanku

Aku telah menjadi debu pada musim dingin yang sunyi terlontar
Badai mati di hilir tuli. Bahkan mentari yang kau sematkan pada riak - riak embun
Pagimu
Hanyalah peduliku suram
Menantang diri mencapai makna
Kebebasan

Aku adalah penyendiri dan
Tak ada yang tahu jalan hening pada mimpi si penyendiri meski
Kaki telah berdarah - darah akan pecah beling dan
Lepuh, api yang mati menyisakan
Bara di sisa - sia jalannya.

Aku hanyalah rajam yang tersenyum kepada
Buih - buih pesta, nona - nona manis yang menunggu
hiburan malam -
malam semai
Diantara bulan indah
dan tanah - tanah
Tandus hujan
Kota - kota abadi

Samata, 5 November 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun