Meningkatnya pengangguran di kalangan pemuda Gen Z Lulusan SMK perkotaan, khususnya wilayah Jakarta Timur, merupakan fenomena yang mengkhawatirkan dan perlu mendapatkan perhatian serius. Jakarta Timur, sebagai salah satu wilayah perkotaan yang berkembang pesat, mengalami tantangan ekonomi yang kompleks. Meski dikenal sebagai pusat kegiatan ekonomi dan industri, kenyataan menunjukkan bahwa banyak pemuda di daerah ini justru kesulitan mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kualifikasi mereka.
      Salah satu faktor yang diduga berkontribusi pada meningkatnya pengangguran di kalangan pemuda adalah ketidaksesuaian kurikulum antara keterampilan yang dimiliki dengan kebutuhan pasar tenaga kerja. Perkembangan teknologi yang pesat serta perubahan ekonomi global menuntut tenaga kerja yang lebih fleksibel dan terampil di bidang-bidang tertentu. Namun, banyak pemuda di Jakarta Timur yang belum mendapatkan akses pendidikan atau pelatihan yang cukup memadai untuk bersaing di pasar kerja modern.Selain itu, migrasi dari daerah ke kota juga memperburuk situasi ini, di mana jumlah pencari kerja di perkotaan semakin meningkat, sedangkan lapangan pekerjaan yang tersedia tetap terbatas. Kondisi ini menciptakan persaingan yang ketat dalam dunia kerja, dan para pemuda sering kali kalah bersaing dengan tenaga kerja yang lebih berpengalaman atau terampil.
      Fenomena ini menimbulkan berbagai dampak negatif, baik dari segi ekonomi maupun sosial. Pengangguran yang tinggi di kalangan pemuda dapat berujung pada meningkatnya angka kemiskinan, meningkatnya tindak kriminalitas, serta berkurangnya kesejahteraan psikologis dan sosial para pemuda. Selain itu, potensi sumber daya manusia yang seharusnya dapat berkontribusi pada pembangunan daerah menjadi terhambat.Meningkatnya pengangguran di kalangan Gen Z di perkotaan Jakarta timur merupakan fenomena yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu alasan utama adalah ketidaksesuaian antara keterampilan yang dimiliki pemuda dengan kebutuhan pasar kerja. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), banyak lulusan muda Sekolah Menengah Kejuruan yang belum memiliki keterampilan teknis dan soft skills yang dibutuhkan industri, seperti berpikir kritis, kemampuan komunikasi, dan penguasaan teknologi. Hal ini tercermin dalam laporan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2023, yang menunjukkan bahwa lebih dari 30% pengangguran usia muda Gen Z (15-24 tahun) disebabkan oleh kurangnya keterampilan yang relevan.
      Selain itu, persaingan ketat di pasar kerja perkotaan turut berkontribusi pada tingginya tingkat pengangguran di kalangan Gen Z. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan RI menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT) di perkotaan, khususnya Jakarta, mencapai 14,2% pada tahun 2023, yang jauh lebih tinggi dibandingkan tingkat pengangguran umum sebesar 7,99%.Ekspektasi tinggi Gen Z terhadap pekerjaan, seperti menginginkan fleksibilitas, gaji yang layak, dan lingkungan kerja yang positif, juga menjadi salah satu penyebab pengangguran yang berkepanjangan. Menurut survei dari LinkedIn dan World Economic Forum (WEF), Gen Z lebih selektif dalam memilih pekerjaan dan sering kali menolak pekerjaan yang tidak sesuai dengan harapan mereka, yang menyebabkan waktu tunggu mendapatkan pekerjaan semakin lama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H