Aku memandang kembali catatan-catatan pribadi yang pernah aku buat dan lalu menuliskan kembali apa yang pernah menjadi cita-cita dan targetku.
Seperti biasa, aku selalu membuat target pribadi baik untuk jangka waktu 5 tahun ataupun target dalam satu tahun. Biasanya, aku menuliskan ini di akhir tahun menjelang ke tanggal 1 di tahun yang baru. Mungkin ini terkesan kaku, tetapi ini penting bagi perempuan agar hari-hari yang dilewati menjadi bermakna, terlepas banyaknya beban yang mungkin dirasakan sebagai pemberat.
Aku pernah bercita-cita untuk menjadi seorang Profesor satu bidang pendidikan. Ini sudah lama dipendam sejak aku SMA walau pada saat itu aku tidak terlalu mengerti. Cita-cita ini masih terpendam sampai aku menjadi seorang ibu bahkan sampai sekarang ini. melihat situasi sekarang ini, kecil kemungkinan akan terwujud mengingat menjadi seorang profesor harus engage ke dalam satu universitas serta menelurkan banyak tulisan-tulisan ilmiah.
Aku juga pernah membuat target kalau pada usia 35 tahun aku sudah meluluskan S3 dan memiliki karir yang menanjak. Setidaknya, pada usia 40 aku tinggal memperkuat apa yang sudah ada karena usia 30–40 aku sudah memupuk dan memperlengkapi diri. Menjadi dosen dan peneliti akhirnya masuk dalam list.
Aku pernah membuat target bahwa pada usia 30 an, aku bisa menjadi konsultan untuk beberapa lembaga. Aku pernah membuat semua target ini dengan kesadaran penuh serta logical framework yang mumpuni.
Semakin lama semakin kupandangi kertas tulisan target itu. Satu per satu aku coret dan diganti dengan status baru IRT (Ibu Rumah Tangga). Job desc ibu rumah tangga adalah
- Bangun lebih pagi untuk memasak
- Menyiapkan perlengkapan anak dan suami
- Membereskan anak
- Membereskan rumah
- Antar jemput anak
- Menunggu
- Menghadiri pertemuan
- Menyiapkan perlengkapan anak –apalagi kalau ada lomba? Hiks
- Ajarin anak dan memastikan semua hal terkait sekolah anak, makanan anak dan istirahat anak
- Memastikan makanan untuk malam hari
- Cuci, setrika, bersih-bersih
- Memastikan keperluan suami
- Dan masih banyak lagi yang selalu berulang sama dari hari ke hari.......... dan gak akan pernah selesai.
Dengan melihat job desc ini, kecil kemungkinan target-target yang sudah aku tuliskan akan tercapai. Semua target tergantikan menjadi IRT, IRT, IRT dan IRT. Job desc nya adalah idem, idem, idem, idem dan idem.
Satu waktu, hati kecil bergumam. Sampai kapan ya “idem” ini? Oh iya, sampai anakku SMP mungkin sudah bisa. Ah, masih ada lagi adiknya yang SD, gak mungkin ditinggal sendiri. Ok, sampai adiknya SMP deh artinya 5 tahun lagi. Waduh, masih ada adiknya lagi yang TK. Menunggu yang TK sampai ke SMP itu kira-kira 7 tahun lagi sementara pada saat itu usia sudah melebihi 40 tahun J. Sejujurnya, aku tidak membayangkan melakukan tugas “idem” ini tanpa batas waktu.
Stres, sedih, kecewa sediiiiikit terselip, tetapi apa gunanya? Bukankah tidak semua perempuan bisa melakukan tugas “idem” ini karena tuntutan-tuntutan keluarga atau hal lain yang menjadi pergumulan keluarga? Ini adalah anugerah. Anugerah tentunya harus disyukuri. Rasa syukur membuat kita mampu berdamai dengan diri sendiri dan di sekitar. Meskipun tidak mudah melaluinya, tetapi hari-hari menjadi lebih baik dengan bersyukur.
Lalu, apa yang harus aku kerjakan selama melakukan “idem” ini? Ucapan syukur kepada Tuhan membuat pikiran kita akan terbuka. Ucapan syukur juga memampukan kita melihat potensi diri kita lebih dalam dari sebelumnya. Love and gratitude will find a way J....Kita harus berdoa untuk mengerti diri sendiri. Dalam doa, kita tahu apa yang menjadi passion kita yang sesungguhnya.
Percayalah, satu per satu keraguan dalam hati kita akan terjawab-seperti yang sudah aku alami. Rajin dan disiplin juga harus kita lakukan. Melakukan tugas “idem”, tidak berarti harus diam di tempat. Rajin membaca, rajin melakukan apa yang menjadi passion kita serta rajin sharing dengan para “idem” lain yang memiliki visi yang jelas akan semakin menguatkan kita.