1 Mei di tahun 2015, lazim dikenal dengan hari buruh internasional (May day) menjadi momen ganda bagi peringatan milad putra sulung ku yang ke dua tahun. Sekurang-kurangnya tulisan ini kelak akan dibacanya sebagai sebuah kado yang mencerahkan baginya dan angkatan muda semasanya kedepan kelak.
Dalam gerak sejarah ada tiga momentum melingkup di bulan Mei, sebagai catatan jamak diketahui di Indonesia bahwa di bulan mei terdapat 1) hari buruh nasional; 2) hari pendidikan; 3) hari reformasi 1998.
Dalam tulisan ini tidak akan banyak menulis kata-kata karena ada pekerjaan rumah yang sedang menumpuk, jadi singkatnya dalam dialektika sejarah di bulan mei selalu dibumbui “gerakan”, dari peringatan hari buruh di tanggal 1 (satu), hari pendidikan di tanggal 2 (sua) hingga 21 mei sebagai hari reformasi sebagai puncak klimak dari gerakan. Kompleksitas masalah dari sistem produksi yang hanya menguntungkan pemodal dan keterlibatan dunia pendidikan dalam ajang komersialisasi ketimbang mencerdaskan anak-anak bangsa, diramu sedemikian mungkin dalam situasi dan kondisi sosial-ekonomi-politik dalam negeri menjadikan bulan mei sebagai momentum emas bagi dunia “pergerakan”.
Namun sayang Anak ku.....!!!
Dari tahun 1998 hingga 2015 kehidupan rakyat kita masih begitu-begitu saja, walau kita sudah sangat begitu lama berada di ruang tunggu “reformasi”, tapi tidak ada perubahan signifikan dan yang berubah hanya wajah pemimpin serta gaya politiknya saja.
Ada hal yang tidak wajar dan sangat menindih akal sehat, sebuah gerakan besar yang dapat merobohkan kekuasaan diktator dimasanya, yang diharapkan oleh ratusan juta rakyat dari sabang hingga maraoke akan menerbitkan mentari perubahan ternyata hanya sebuah pepesan kosong atau dengan prasangka kurang baik mengalamatkan gerakan-gerakan di bulan mei ini seakan merupakan gerakan “massage” yang disponsori oleh orang-orang yang berada dibarisan “sakit hati” yang akar materi dalam setiap fase nyaris sama dalam gerak dialektisnya, mungkin pada fase 1998 diakibat oleh sekelompok yang mendapat pengekangan kebebasan oleh “Soeharto” dan di tahun 2015 ini bisa jadi diolah oleh segerombolan yang memang kalah dalam tikungan Jokowi Cs.
Pernyataan ini beralasan, entah sudah berapan tahun atau belasan tahun reformasi bergulir, namun pertanyaan kebatinan dalam sanubari terdalam bagi kita, masyrakat awam adalah reformasi yang telah berjalan kenapa tidak melimpahkan kesejahteraan diteras rakyat?. Dan lebih ngenes-nya lagi, bahwa waktu panjang yang menjenuhkan di ruang penantian ini diglorifkasi dengan tindak korupsi oleh elit yang sedang berkuasa dengan segala konfigurasinya. Korupsi dengan dua saudara haramya yaitu kolusi dan nepotisme merupakan anasir jahat yang menjadi setral isu dalam mewarnai perjalanan di tahun-tahun pasca reformasi. Bahkan, memasuki babak pemerintahan demokrasi pasca othorianisme ternyata prestasi koruptur semakin melijit, bahkan menurut banyak sejumlah lembaga-lembaga penelitian dalam risetnya menerangkan bahwa bangunan Indonesia dalam memasuki babak demokratisasinya dibangun oleh tindakan koruptif.
Ungkapan ini sangat ekstrim, namun benar kurang afdhal sekiranya kalau sisi prestasi reformasi kita tidak utarakan sepertihalya Pencabutan Dwi Fungsi ABRI, Kebebasan Pers, Hak Azazi Manusia dan demokratisasi juga merupakan kado special dari gerakan yang berbuah reformasi yang dapat dibanggakan, karena memang, tidak bisa dipungkiri lagi bahwa hadiah terbesar reformasi adalah demokrasi. Hampir semua suara “Demokrasi” selalu berdengin lengking disegala sisi dari sudut kota hingga pedesaan, dari direktur Bank hingga abang becak fasih dalam melantunkan kata demokrasi dan demikian merupakan berkah dari pergerakan kawan-kawan gerakan!, namun sayang, subtansi demokrasi kelihatan kering kempis sehingga apa yang diharapkan dari demokrasi tidak paernah terpenuhi, sehingga sekiranya juga ada sebuah tanda tanya besar, ada apa dibalik reformasi?.
Anak ku...!!!
Bapak tidak bermaksud mejelekkan “gerakan”, namun perlu diingat musuh kita sudah sangat pintar contoh sederhananya; produk rokok – yang jelas-jelas dapat merusak kesehatan – membintangi acara atau event olah raga, dan atau produk minuman beralkohol – yang merusak mental anak bangsa – malah menjadi sponsor di event pencarian dan pengembangan bakat anak-anak muda Cth. Festival band dsb. Ini lah seketsa kehidupan kita di Indonesia wahai anak ku!!!
Sekali lagi. bulan Mei adalah momen emas bagi kaum pergerakan untuk mengkonsolidir kekuatan progresif dan revolusioner. Aneka persoalan yang melilit negeri kita baik dari hukum, ekonomi, politik hingga dunia pendidikan sesungguhnya dibelit oleh monster jahat yang bernama “Kapitalisme”. Oleh karenanyalah tatanan hukum kita diacak-acak, Pancasila dan UUD 1945 kita di obok-obok, pasal 33 diplontar-plintir, sehingga wajar para penegak hukumnya mudah dibentur, dan kalau sudah demikian wajar meski dengan upah murah tenaga rakyat diperas paksa, otak para pendidik dikuras hanya untuk mengejar dana siluman dan anak-anak muda sebagai generasi penerus di jejal dengan miras dan berujung di aksi tauran.