Mohon tunggu...
Tion Camang
Tion Camang Mohon Tunggu... -

Orang Awam yang cinta Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kompromi Politik "Nasionalisasi" Prabowo

8 Juni 2014   02:23 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:46 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Lewat iklan politiknya di tivi, Prabowo nampak gagah memukau. Perawakannya tegap, sikapnya tegas dan artikulasinya jelas, mau “me-macan asia-kan” Indonesia. “Wah… inilah calon presiden ideal, harapan bunda pertiwi,” pikirku penuh harap. Sosok pemimpin solidarity maker yang terampil melompat dari podium ke podium, bahkan dari YouTube ke YuoTube, berteriak lantang tentang Indonesia yang tak lagi berdaulat. Tentang neoliberalisme yang mesti dibenci. Tentang rupa-rupa mantra kebangkitan Indonesia, yang oleh kaum cerdik pandai dipahami sebagai resep “me-nasionalisasi” asset asing. Berapi-api sungguh pidatonya, hingga membakar jiwa rakyat jelata seperti saya. Seketika, terbayang oleh saya petuah Bung Karno bahwa ”revolusi belum selesai…”. Yah, revolusi memang belum selesai. Prabowo bakal melanjutkannya.

Tapi belakangan, pidato Prabowo justeru membikin Presidenku SBY merah telinga, naik darah dibuatnya. Apa pasal…? Pertama, Tuan Pemodal itu bisa tuntut kita di Pengadilan Arbitrase. Kalau kalah, mau ditaruh dimana ini muka. Ekonomi bakal porak-poranda bak Aceh kena Tsunami. Kedua, hari gini nasionalisasi…?! Nggak jamanlah yauuh…!  Kayak gadis zaman siti nurbaya saja: Rela dipingit dari lelaki hidung belang. Ini jamannya globalisasi bung, kalau mau maju, harus gaul dengan Londo-londo.  Jadi, pokoknya “… saya tidak akan memilihnya. Tidak akan mendukungnya,” tegas sang Presiden via Suara Demokrat di Youtube.  So pasti ini fatwa juga buat sedulur-sedulurnya di Partai Demokrat.

Rupanya, Prabowo keder juga hatinya. Wah, ini alamat buruk, pikirnya. Bakal melayang 10 persen suara. Jadi, apa boleh buat, retorika “nasionalisasi asset” turun pangkat jadi “renegosiasi kontrak.”  Walhasil, SBY jadi lunak hatinya, tidak lagi “tidak mendukung”. Tengoklah, lewat mekanisme Rapimnas, Partai Demokrat pun diposisi-netralkan”.

Meski kecewa, kupikir tak apalah. Pertama, Toh itu perkara semantik belaka, hanya politik bahasa.  Apalagi dalam visi-misi memang begitu adanya, tidak lebih tidak kurang. Kedua, atas nama Revolusi Bolivarian, toh Almarhum Chaves, Mantan Presiden Venezuela yang doyan marah-marah sama Amerika itu, juga bikin road map (peta jalan) serupa menuju nasionalisasi asset. Jadi kompromi semantik tak jadi soal banget. Yang pokok partai tiga berlian itu sudah netral.

Tapi konon dalam kontestasi, orang netral pasti dibenci oleh yang kalah dan dipandang rendah oleh yang menang. Ini bukan kata saya, bukan juga hasil survey Cak Lontong, lho…! Ini Niccolo Machiavelli yang bilang. Dan entah benar atau tidak ini petuah, yang pasti Hotel Sahid Jakarta jadi saksi. Ketika itu, Minggu 1 Juni 2014, Petinggi Partai Demokrat berubah sikap: Tak lagi netral. Tapi sudah kasi dukungan, meski informal sifatnya. “Apa sesungguhnya yang terjadi ?” Tanyaku dalam hati. “Itu karena Prabowo sudah kasi jaminan bakal melanjutkan program-program SBY,” jawab sejumlah media.

Sebagai rakyat jelata, aku tak habis pikir. Benar-benar tak habis pikir. Bagaimana mungkin, Prabowo yang selalu mencitrakan dirinya pribadi visioner lagi tegas itu, begitu mudahnya main kompromi ? Bagaimana bisa sosok yang selalu mempersonifikasi diri Bung Karno dan Pak Dirman itu, begitu gampanya berubah sikap ? Setahu saya, meski harus turun singgasana, Bung Karno tak mau meng-kompromi-kan gagasan NASAKOM-nya. Setahu saya, demi mempertahankan sikap anti komprominya, Pak Dirman rela masuk hutan untuk memimpin gerilya, meski TBC menggerogoti tubuhya.

Saya semakin bingung ketika Prabowo bilang, “Kita harus kesatria, yang baik katakan baik, yang tidak baik sampaikan tidak baik soal program Presiden SBY," katanya pada  Pertemuan Nasional ke XIV Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Nasional di Kabupaten Malang, Jumat (6/6/2014). Bingung, karena bukankah selama ini dalam pidato-pidato Prabowo, tak secuilpun program ekonomi SBY mengandung kebenaran ? Bukankah karena pidato-pidato itu sehingga suara Partai Gerindra melonjak naik? Lantas, mengapa tiba-tiba Prabowo bersikukuh untuk melanjutkan program ekonomi SBY ?

Dengan perubahan sikap itu, saya berharap penilaian Aliansi Masyarakat Sipil untuk Indonesia Hebat (Alimisbat) bahwa dibalik citra tegasnya, Prabowo sesungguhnya pribadi yang plin-plan dan tidak percaya diri (tribunenews.com, 2 Juni), tidak benar sama sekali. Saya juga penuh harap semoga perubahan sikap itu bukan sebagai konfirmasi bawah pidato-pidatonya selama ini, salah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun