Di akhir masa baktinya mengabdi pada Negara, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani penerbitan Peraturan Presiden No.51/2014 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan (SARBAGITA). Dimana didalamnya terdapat poin penting tentang mengubah peruntukkan Perairan Teluk Benoa dari kanservasi perairan menjadi zona budi daya yang dapat direklamasi maksimal seluas 700 Hektare. Tentu ini mendapat respon penolakan yang luas dari Masyarakat Pulau Bali.
Reklamasi adalah proses pembentukan lahan baru di pesisir atau bantaran sungai. Tujuan utamanya adalah menjadikan kawasan berair yang rusak atau tak berguna menjadi lebih baik dan bermanafaat. Ini terjadi karena suatu daerah mengalami keterbatasan lahan, sehingga Negara atau Pemerintah Kota melakukan pemekaran daratan baru. Praktek ini memberikan pilihan untuk pemekaran wilayah, dan menciptakan alternatif kegiatan.
REKLAMASI MEMILIKI DAMPAK NEGATIF
Yang perlu diingat, reklamasi sendiri adalah campur tangan manusia terhadap alam dan semua kegiatan ini juga memiliki dampak negatif. Meliputi perubahan hidro-oseanografi, erosi pantai, pencemaran laut, sedimentasi, hancurnya terumbu karang, dan peningkatan potensi banjir. Dan dampak yang paling parah adalah terganggunya ekosistem mangrove.
Ada banyak fungsi dari mangrove itu sendiri, yaitu Melindungi pantai dan tebing sungai dari kerusakan, seperti erosi atau abrasi, Menahan atau menyerap tiupan angin kencang dari laut ke darat pada malam hari, menjadi kawasan penyangga atau penyaring rembesan air laut ke darat, sehingga air laut yang asin menjadi tawar ketika merembes ke danau atau kolam di darat, Daun tanaman mangrove berfungsi sebagai penyerap karbondioksida ditengah polusi yang ada si Pulau Bali, mangrove juga sebagai tempat perlindungan dan perkembangbiakan berbagai jenis burung dan satwa lainnya, dan bermanfaat sebagai habitat alami bagi berbagai biota darat dan laut . Bahkan beberapa hasil penelitian yang pernah dilakukan adalah Hutan Mangrove dapat menjadi penghambat energi yang cukup efektif dalam meredam kekuatan laju Gelombang Tsunami. Tsunami ibaratnya mengguyur air ke kepala kita. Kepala dengan rambut pendek /panjang tentu akan lebih mampu meredam laju air bila dibandingkan dengan kepala yang gundul (plontos).
Adanya kegiatan reklamasi ini, wilayah yang semula merupakan ruang publik bagi masyarakat akan hilang atau berkurang karena dimanfaatkan untuk kegiatan privat. Bahkan keanekaragaman biota laut dan hutan mangrove di kawasan Teluk benoa akan rusak. Dan dilihat dari aspek sosialnya, kegiatan masyarakat di kawasan Teluk Benoa yang sebagian besar adalah petani tambak, dan nelayan tentu dengan adanya reklamasi akan mempengaruhi hasil tangkapan dan berimbas pada penurunan pendapatan mereka.
SKEMA PERENCANAAN REKLAMASI YANG MATANG
Proyek reklamasi di sekitar kawasan teluk benoa seharusnya terlebih dahulu diperhitungkan kelayakannya secara transparan dan ilmiah melalu sebuah kajian tekhnis, agar masyarakat di Pulau Dewata mengerti seberapa besar kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkannya. Yang perlu diingat dan digaris bawahi tentang reklamasi adalah campur tangan manusia terhadap keseimbangan lingkungan alamiah teluk benoa yang selalu dalam keadaan seimbang dan dinamis. Sebuah ekosistem Hutan mangrove di kawasan teluk benoa yang sudah terbentukl lama, dan tertata sebagaimana mestinya hancur atau hilang akibat adanya reklamasi. Padahal di lokasi ini pula Presiden SBY bersama pemain terbaik dunia Cristiano Ronalo pernah menanam mangrove sekitar dua tahun yang lalu.
Karena dalam perencanaanya reklamasi suatu daerah harus memperhatikan aspek social, ekonomi, dan budaya di kawasan reklamasi. Dampak lingkungan lainnya dari proyek reklamasi Teluk Benoa adalah meningkatkan potensi banjir. Hal itu dikarenakan proyek tersebut dapat mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran (hidrologi) di kawasan Teluk Benoa.
Pada dasarnya kegiatan reklamasi Teluk Benoa tidak dianjurkan. Dengan kerjasama yang sinergis antara Gubernur dan jajarannya, DPRD, Perguruan Tinggi, LSM, serta masyarakat Pulau Bali wajib memutuskan bersama, jika memang berdampak positif maka reklamasi dapat dilaksanakan, namun sebaliknya jika lebih banyak dampak negatif maka reklamasi tidak perlu dirancanakan dan wajib disampaikan kepada Presiden untuk membatalkannya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H