PENGANTAR. Sepanjang perjalanan saya "mendampingi" para orang tua murid SD, berkali-kali saya menjumpai adanya orang tua murid yang anaknya (menurut si orang tua) sulit disuruh belajar, padahal anaknya sudah berusia 9 atau 10 tahun ke atas ("sudah besar"). Setiap kali mendapatkan keluhan semacam itu dari orang tua murid, saya selalu bertanya kepada mereka, "Mengapa anak harus disuruh-suruh kalau akhirnya tidak mau belajar juga ? Mengapa tidak ditemani saja ?"
BUKAN MENYURUH. Sudah dapat diduga, ketika saya mengatakan bahwa anak seharusnya tidak disuruh belajar, tetapi seharusnya ditemani belajar, banyak orang tua yang memberikan jawaban bernada pembelaan diri seperti "saya sibuk dengan pekerjaan", "saya sibuk mengurus anak yang masih bayi", atau bahkan ada yang dengan terus terang mengatakan "saya sudah kelelahan ketika sampai di rumah sehingga langsung tertidur" atau "saya perlu refreshing dengan menonton tivi di rumah". Intinya, mereka mengatakan bahwa memang tidak ada waktu untuk menemani anak belajar, tetapi hanya ada waktu untuk menyuruh saja.
MEMOTIVASI ANAK UNTUK BELAJAR. Apa yang saya katakan (pertanyakan) kepada para orang tua murid tersebut memang sesuai dengan apa yang saya lakukan sehari-hari. Secara praktis, saya dan istri saya secara sungguh-sungguh menerapkan prinsip MENEMANI ANAK BELAJAR, BUKAN MENYURUH. Hal ini dilakukan dengan cara yang mudah dan sederhana. Ketika anak kami (sekarang berusia 10 tahun, kelas 5 SD) ada Pekerjaan Rumah yang harus dikerjakan, kami menemaninya dengan membaca buku (kami selalu membaca buku antara lain untuk memberikan teladan kepada anak bahwa kami pun belajar juga) atau menulis artikel / materi training (ini juga antara lain dalam rangka memberikan teladan). Yang pasti kami tidak menonton tivi atau pergi tidur. Perhatian dan kedekatan secara fisik dan emosi yang baik akan membuat anak bersemangat untuk belajar. Ketika anak ada tugas membuat alat peraga untuk sekolah (untuk dramatisasi / visualisasi), kami membantunya menyiapkan alat peraga itu (tentu saja kami harus tahu batas-batasnya supaya anak tidak menjadi malas / menggantungkan diri). Namanya juga membantu anak, maka biarkan anak yang punya ide dan mengerjakannya, bukannya orang tua yang mendiktekan ide kepada anak dan mengambil alih tugas anak. Bahkan ketika anak harus mengerjakan Pekerjaan Rumah yang sangat banyak sampai larut malam, kami tetap hanya sebatas menemani saja (dan menjawab pertanyaan yang diajukan kalau dia tidak tahu jawabannya), bukannya membantu membuatkan Pekerjaan Rumah supaya cepat selesai (dan bisa cepat tidur). Dengan demikian anak tetap memiliki tanggung jawab untuk mengerjakan tugas-tugasnya sendiri, dan memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi, serta ulet / pantang menyerah.
(Penulis adalah Praktisi Human Resources dengan latar belakang pendidikan formal Psikologi, Hukum Korporasi, Manajemen Pemasaran, dan Aquaculture Engineering (Perikanan). Penulis juga seorang Hypnotherapist Bersertifikast; Praktisi Radiesthesi / Pendulum; penulis di Majalah Psikologi Plus;Â trainer di berbagai sekolah, perguruan tinggi, dan perusahaan dengan materi "Menulis, Berbicara, dan Logika-Matematika" untuk Kepemimpinan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H