Mohon tunggu...
Tintin
Tintin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Program Pascasarjana Universitas Sahid

Mahasiswi Program S3 Universitas Sahid

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pandangan Bourdieu terhadap Pasangan Pilpres Prabowo dan Gibran

21 Desember 2023   13:11 Diperbarui: 21 Desember 2023   13:12 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pierre Bourdieu, seorang sosiolog Perancis terkenal, memberikan wawasan berharga mengenai dinamika pemilu politik dan perebutan kekuasaan. Kritiknya terhadap analisis empiris dan pendekatan deterministik menyoroti kompleksitas kampanye politik. Hal ini sangat relevan ketika menelaah kebangkitan sosok seperti Prabowo Subianto dalam politik Indonesia. 

Pemanfaatan populisme, seperti yang disoroti oleh para sarjana seperti Mietzner dan Aspinall, menggarisbawahi sifat strategis kampanye politik. Hubungan rumit antara tokoh politik dan pendukungnya, seperti yang ditunjukkan melalui analisis pemilu Presiden tahun 2014, mencerminkan saling mempengaruhi faktor sosiologis dalam membentuk lanskap politik. Selain sifat strategis dari kampanye politik, penting untuk menggali konteks sosio-politik di Indonesia sendiri. Negara ini, yang baru-baru ini melakukan transisi menuju demokrasi setelah jatuhnya kediktatoran Suharto pada tahun 1998, masih menjalani evolusi politiknya. Penggunaan kiasan keagamaan oleh Joko Widodo dan Prabowo Subianto pada Pilpres 2019, sebagaimana dibahas oleh Widian dkk, semakin menekankan seluk-beluk politik Indonesia dan peran penting faktor sosiologis dan agama dalam menentukan hasil pemilu.

Pemahaman mengenai lanskap politik di Indonesia ini menjelaskan kompleksitas dan nuansa faktor sosiopolitik yang berperan dalam pemilu di negara ini. Penekanan Bourdieu pada keterkaitan antara kekuasaan, struktur sosial, dan lembaga menjadi sangat relevan ketika mengkaji dinamika pencalonan Prabowo dan Gibran sebagai presiden.

Pemanfaatan populisme, sebagaimana disoroti oleh para sarjana seperti Mietzner, Aspinall, dan Vedi Hadiz, memperdalam pemahaman kita tentang sifat strategis kampanye politik di Indonesia. Di sisi lain, meskipun benar bahwa penggunaan populisme telah disorot oleh para sarjana sebagai strategi utama dalam kampanye politik di Indonesia, terdapat argumen yang berlawanan. Beberapa kritikus berpendapat bahwa kebangkitan dinasti politik, dimana tokoh-tokoh seperti Gibran masuk ke dalam politik elektoral melalui mekanisme rekrutmen internal partai yang unik, merupakan indikasi dari sistem yang tidak se-demokratis kelihatannya.

Dinasti politik, seperti kasus Gibran yang masuk ke dalam politik elektoral, telah menimbulkan kekhawatiran mengenai konsolidasi kekuasaan di dalam sekelompok kecil keluarga elit. Kritikus berpendapat bahwa fenomena ini melemahkan prinsip-prinsip demokrasi, karena hal ini melanggengkan sistem pengaruh politik yang diwariskan dan bukan kepemimpinan yang berdasarkan prestasi. Meningkatnya pengaruh dinasti politik tidak hanya membatasi keberagaman representasi politik namun juga menimbulkan tantangan terhadap partisipasi warga negara yang adil dan setara dalam proses politik.

Selain itu, kebangkitan dinasti politik menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana demokrasi elektoral di Indonesia benar-benar mencerminkan keinginan rakyat. Selain itu, kebangkitan dinasti politik menimbulkan pertanyaan mengenai sejauh mana demokrasi elektoral di Indonesia benar-benar mencerminkan keinginan rakyat. Fenomena dinasti politik, seperti yang terlihat pada naiknya Gibran ke dalam politik elektoral dan contoh serupa lainnya, menggarisbawahi meningkatnya kekhawatiran mengenai konsentrasi kekuasaan di kalangan keluarga dan elit tertentu. Pemusatan kekuasaan ini, yang sering kali diwariskan dan bukan diperoleh, bertentangan dengan prinsip-prinsip demokrasi mengenai persamaan kesempatan dan meritokrasi yang diharapkan dalam demokrasi yang berfungsi.

Fenomena dinasti politik di Indonesia telah menjadi isu yang semakin memprihatinkan, karena hal ini tidak hanya mencerminkan konsolidasi kekuasaan di kalangan keluarga elit, namun juga merupakan tantangan yang lebih luas terhadap proses demokrasi. Fenomena ini menjadi sebuah lensa untuk mengkaji berfungsinya demokrasi di Indonesia dalam kaitannya dengan kemauan rakyat dan prinsip-prinsip yang lebih luas seperti persamaan kesempatan dan meritokrasi.

Para pakar seperti Mietzner, Aspinall, dan Vedi Hadiz telah menyoroti penggunaan populisme secara strategis dalam kampanye politik, dan menyoroti sifat taktis dari manuver politik. Pandangan Bourdieu terhadap analisis pemilu presiden yang dilakukan oleh Prabowo dan Gibran kemungkinan besar akan berfokus pada peran dinasti politik dalam melanggengkan dan mereproduksi kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik. Teori Bourdieu tentang kekuasaan simbolik dan reproduksi budaya dapat diterapkan pada kelangsungan dinasti politik, dengan menyoroti bagaimana keluarga elit mempertahankan dominasi mereka dengan mengendalikan narasi politik dan secara simbolis melegitimasi otoritas mereka.

Selain itu, keberadaan dinasti politik juga menimbulkan kekhawatiran mengenai konsentrasi kekuasaan dan sumber daya dalam sekelompok kecil keluarga, sehingga memperbesar tantangan korupsi dan persaingan tidak sehat di arena politik.

Kesimpulannya, persoalan dinasti politik di Indonesia merupakan ancaman yang signifikan terhadap prinsip demokrasi, kesetaraan, dan keadilan. Pemusatan kekuasaan di kalangan keluarga dan elit tertentu tidak hanya menantang keterwakilan yang adil atas keinginan rakyat tetapi juga melemahkan nilai-nilai demokrasi tentang kesetaraan kesempatan dan meritokrasi. Berlanjutnya kehadiran dinasti politik melemahkan fungsi checks and balances, menciptakan lahan subur bagi korupsi dan melanggengkan kesenjangan sosial, ekonomi, dan politik. Ke depannya, penyelesaian masalah ini akan menjadi sangat penting dalam menjaga integritas dan keadilan proses demokrasi di Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun