Mohon tunggu...
Joe Gievano
Joe Gievano Mohon Tunggu... -

sutradara dan penulis. tintascreenplay.com

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Repulsion: Horor di Pikiran Lebih Mengerikan

12 Mei 2014   20:17 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:35 131
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="480" caption="Repulsion (1965)"][/caption]

Seorang perempuan cantik yg selalu mengundang perhatian berjalan dengan mata kosong. Pria-pria selalu terpesona,  perempuan- perempuan lain merasa minder berada di sampingnya. Semua terkagum-kagum oleh kecantikannya, kecuali si perempuan cantik sendiri. Dia seorang yg sopan dan pemalu bahkan sering menyendiri,  melamun dan pikirannya melayang entah kemana. Ada sesuatu yg aneh tentang dia, sesuatu yg kurang ‘pas’ bahkan bisa di bilang rusak secara permanen di dalamnya karena sudah terpendam terlalu lama. Begitu di keluarkan, hasilnya sangat menakutkan dan mematikan.

Selamat datang ke dunia Roman Polanski, seorang sutradara jenius/master dengan tema horror psikologi, suspense, thriller dan paranoia.  Obsesi Polanski dengan tema itu bisa di bilang bisa menyaingi Alfred Hitchcock bahkan lebih berani meng-explore ke tempat-tempat yg lebih gelap.

Kalau Hitchcock di umpamakan sebagai The Beatles, Polanski adalah The Velvet Underground; lebih dalam dan lebih kotor.

Sebelum Polanski menguasai Hollywood dengan ‘Rosemary’s Baby’ dan ‘China Town’, film pertama dia berbahasa Inggris (dan di produksi di Inggris) adalah ‘Repulsion’. Di shooting secara low budget dan di backing oleh sebuah perusahaan kecil karena studio-studio besar tidak berminat, ‘Repulsion’ mengukuhkan Polanski sebagai sutradara Polandia berkelas tinggi karena mempunyai visi yg beda dan baru. Polanski mempunyai talenta unik karena bisa menggabungkan taste/background dia yg ‘art film’ dengan mainstream sinema sehingga menghasilkan karya yg sukses tapi tidak pasaran.

‘Repulsion’ adalah salah satu karya Polanski yg masterpiece tetapi bisa di bilang underrated karena selalu di bayang-bayangi oleh  kesuksesan ‘Rosemary’s Baby’ dan ‘China Town’ yg di produksi di Hollywood. Tetapi secara kualitas, ‘Repulsion’ tidak kalah walaupun di buat secara low budget.

‘Repulsion’ bercerita tentang seorang pekerja salon yg cantik bernama Carol (Catherine Deneuve) yg tinggal bersama kakaknya, Helen (Yvonne Furneaux) di sebuah apartemen di London. Helen berselingkuh dengan suami orang, Michael (Ian Hendry) dan mereka sering tidur bareng di kamar Helen. Suara-suara dari hubungan intim mereka selalu membuat Carol tidak bisa tidur dan frustasi.  Carol bahkan tidak begitu suka dengan Michael dan selalu bersikap dingin. Awalnya kita hanya mengira Carol cuman punya masalah dengan Michael. Tetapi ketika seorang pria yg baik dan lembut, Colin (John Fraser) mencoba mendekati Carol, dia juga mendapatkan perlakuan yg sama seperti Michael. Carol seperti trauma ketika di dekati laki-laki dan sangat tidak suka di sentuh, dia juga sering melamun dan terpaku dengan pikirannya sendiri.

Masalah timbul ketika Helen dan Michael pergi liburan dan meninggalkan Carol seorang diri. Carol menjadi cemas dan ketakutan dan memohon Helen untuk tidak pergi tetapi Helen tidak peduli. Ketika Carol di tinggal sendiri, dia mulai merasa bahwa ada seseorang yg selalu datang malam-malam ke apartemen dan menteror dia.

Dunia Carol mulai menjadi berantakan karena di teror setiap malam. Mental dan pikiran Carol yg dari pertama sudah lemah menjadi paranoia sehingga pandangan dia tentang realita semakin kacau dan bertambah distorsi. Apakah orang yg menteror dia adalah bagian imajinasi Carol atau memang benar-benar nyata? Dan kenapa Carol sangat trauma dengan laki-laki?

Tragisnya, paranoia Carol akhirnya mendorong dia menjadi pembunuh kejam yg sudah kehilangan akal sehat secara total.

Memang konsep cerita ini sudah kita lihat berkali-kali di jaman sekarang bahkan menjadi cerita standarad. Tetapi di tahun 1965, konsep ini sangat original dan tentunya di tangan Polanski membuat cerita menjadi lebih mencekam.

Di tangan sutradara pasaran, cerita ini pasti akan gagal karena cerita tidak mengandalkan unsur hantu/supernatural atau violence/gore yg berkelebihan, belum lagi limitasi ruangan (shooting kebanyakan di apartemen) dan minimnya interaksi Carol dengan karakter-karakter lain mulai dari pertengahan cerita. Bagaimana mungkin membuat cerita yg mengerikan dengan menggunakan satu karakter di apartemen?

Kejeniusan Polanski dalam membangun mood cerita secara perlahan-lahan tetapi dengan pasti menuju poin klimaks/revelasi yg tidak terduga di mulai dengan membuat dunia yg serealistis mungkin di awal cerita dan secara sistematis di runtuhkan. Dari hal sepele seperti pegangan pintu bergerak pelan-pelan atau simbolisme daging kelinci yg di biarkan di meja sehingga membusuk, sebuah foto keluarga yg mempunyai arti yg mengerikan, dinding apartemen tiba-tiba retak lebar dan tangan-tangan muncul dari dinding dan menarik Carol (juga di dukung oleh penggunaan sound fx yg penting dan dominan).

Semua ini menjadi lebih intens dan di ulang berkali-kali untuk membuat dunia/mental Carol yg semakin lama semakin sempit/tertekan/terasingkan akhirnya meluap dan merubah dia menjadi pembunuh adalah sebuah kreasi sinema yg menakjubkan dan hanya bisa di buat murni oleh film, karena Polanski menggunakan semua elemen sinema dari visual, suara dan akting secara maksimal. Polanski seperti perlahan-lahan memberikan setengah clue untuk sebuah puzzle tetapi membiarkan kita untuk mencari clue yg setengahnya lagi. Sehingga ketika kita berhasil melihat puzzle secara utuh, hasilnya sangat powerful.

‘Repulsion’ telah menjadi film klasik yg ceritanya tidak terhitung telah di jiplak berkali-kali. Bahkan jika di banding film-film horor psikologi/thriller jaman sekarang seperti ‘Black Swan’ yg jelas-jelas mengambil inspirasi dari ‘Repulsion’, karya Polanski masih jauh lebih superior dan lebih penuh greget. Karena Polanski dari awal sudah mengerti bahwa konsep horor yg paling menakutkan sebenarnya sudah berada di dalam pikiran kita.

tintascreenplay.com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun