Beberapa waktu yang lalu, setalah kakek saya meninggal, anak anaknya yang berjumlah 11 orang berunding, mereka merundingkan bagaimana nasib beberapa hektar sawah yang dimiliki almarhum, sudah sewajarnya setelah orang tua tiada, (nenek sudah meninggal 5 tahun sebelumnya), maka warisan orangtua dibagi bagi, sudah barang tentu, karena anaknya berjumlah cukup banyak, maka bagian yang didapatkan per kepala tentu saja sedikit, dan yang saya perhatikan meskipun di dalam hukum waris islam laki laki mendapat warisan yang banyak, istilah "jawa" nya laki laki sepikul, wanita se gendongan, tapi di keluarga saya dan kebanyakan orang di kampung tidak memakai hukum waris islam, mengapa? padahal kan orang islam.
Mereka berkata, kita ini hidup di 'negara kepolisian' eh maksudnya negara kesatuan republik indonesia, indonesia berideologi pancasila, jadi mengacu pada sila ke 2 yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab, maka sawah peninggalan almarhum harus dibagi rata kepada 11 anaknya, biar adil dan tidak ada kecemburuan sosial diantara anggota keluarga yang lain. sesuai tradisi maka anak "ragil" alias bontot mendapat bagian rumah orangtua  dikurangi bagian sawah atau tidak dapat sawah sama sekali tergantung hitung hitungan perkiraan berapa harga rumah di wilayah rumah itu berdiri.
Urusan bagi membagi selesai sesudah itu tinggal urusan jual menjual, mengapa begitu? Â berdasarkan hasil survey pribadi, 8 dari 10 anak yang mendapat warisan orangtua akan menjual harta warisnya, istilah "tidak susah payah beli maka gampang jual" adalah istilah tepat untuk menggambarkan fenomena ini. Â
Beberapa bulan setelah warisan turun, tau tau di AJB sudah berganti majikan tu tanah, ada yang di jual buat renovasi rumah, beli motor baru atau mobil, istri baru mungkin eh, bisa saja kan. tapi yang jelas mereka menjual tanah "sesuatu yang tambah tahun naik harganya"
ditukar dengan motor atau mobil baru "sesuatu yang tambah tahun turun harganya" tentu saja rugi 'lik' 'pak de'.
Zaman sekarang beli tanah susahnya setengah mati, mau bikin rumah aja dibela belain kredit KPR, Â kalau terus menerus dilakukan maka yang paling rugi adalah generasi ketiga (cucu) karena warisan habis dijual tinggal punya rumah saja. Â tambah tahun lahan makin sempit, penduduk makin bertambah, usaha susah lapangan kerja sempit, cobalah untuk bijak dalam menggunakan harta warisan.Â
Beruntung orang kampung masih punya lahan peninggalan orangtua, kalau warga biasa di kota metropolitan seperti jakarta kerja 200 tahun belum tentu terbeli sebidang tanah yang harganya selangit. sebidang tanah peninggalan akan lebih berkah lagi jika bisa turun sampe anak cucu, minimal anak cucu mau bikin rumah lahan tidak beli. itulah yang bapaku katakan dan coba aku terapkan di kehidupan.
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H