Skoliosis (scoliosis) menurut penuturan dokter spesialis tulang di salah satu RS khusus ortopedi adalah suatu gangguan tulang belakang yang mengalami kemiringan sehingga penderita tidak dapat berdiri tegak.
Saya terdeteksi menjadi seorang skolioser pada usia 21 tahun pada saat pemeriksaan rutin tulang Clavicula yang dipasang pen untuk menyambung kepatahan tulang tersebut akibat kecelakaan.
Awalnya dokter mengira kemiringan postur tubuh saya akibat menahan rasa sakit luka dari patah tulang, sehingga tidak ada kecurigaan melihat jalan saya miring condong ke kiri karena posisi tulang yang patah adalah clavicula pundak tangan kiri.
Setelah beberapa kali pemeriksaan dan bertemu dengan dokter yang sama, barulah diketahui bahwa kemiringan gaya berjalan saya bukan karena menahan sakit. Sebab luka operasi sudah lama sembuh dan tulang sudah menyatu menurut hasil pemeriksaan ronsen.Â
Akhirnya dokter menduga saya skoliosis. Ia melakukan pemeriksaan secara langsung dengan observasi postur punggung saya pada saat saya memosisikan tubuh seperti ketika saat ruku shalat yang dilakukan seorang muslim.
Hasil observasi dokter menyatakan bahwa pada punggung sebelah kiri saya menonjol lebih tinggi dari pada bagian kanan Jika aman, normalnya punggung akan simetris dan datar.
Kemudian dari hasil tersebut dokter memberi kesimpulan bahwa saya menderita gangguan tulang belakang bernama skoliosis.Â
Deteksi ini membuat saya panik ketika dokter menyatakan bahwa di umur 21 tahun ini, baru terdeteksi sungguh sudah jauh terlambat. Sebab sudah tidak dapat diminimalisasi lagi untuk menurunkan derajat kemiringan punggung seorang scolioser atau bahkan disembuhkan.
Pada usia 21 tahun, pertumbuhan tulang manusia sudah tidak terjadi lagi sehingga tidak dapat disembuhkan, baik dengan terapi atau bantuan alat untuk meluruskan postur tubuh. Penjelasan dari dokter demikian.Â
Dokter hanya menyarankan saya rajin senam peregangan otot atau yoga untuk mengurangi dampak dari skoliosis itu sendiri di dalam tubuh. Serta menyarankan untuk berolahraga renang dengan intensitas yang sesering mungkin.
Tidak ada obat khusus, tidak ada alat khusus, dan tidak diperlukan tindakan yang serius misal pembedahan untuk memasang pen agar tulang yang bengkok lurus kembali.Â
Alhamdulillah saya bersyukur karena skoliosis yang saya hadapi ini bukan jenis bahaya atau parah, sehingga tidak diperlukan pembedahan.Â
Menurut perkiraan dokter, derajat kemiringan tulang belakang saya kurang lebih 30 sehingga masih aman. Hanya saja pasti ada dampak yang dirasakan dari gangguan skoliosis tersebut. Setiap kasus skoliosis memiliki penanganan yang berbeda-beda tergantung pada derajat kemiringannya.Â
Saya panik? Pasti. Namun setelah melakukan konsultasi kembali kepada dokter tersebut saya tidak panik lagi. Sebab menurut dokter skoliosis saya tidak akan menyebabkan apa pun seperti yang saya bayangkan sebelumnya.
Pesan saya, jika teman atau saudara Anda seorang skolioser harap berkonsultasi kepada dokter spesialis tulang, sehingga mengetahui kondisi dan penanganan yang tepat. Setiap kasus skoliosis memiliki penanganan dan dampak yang berbeda-beda tergantung yang mengalaminya.
Setelah ditarik ingatan saya jauh ke beberapa belas tahun lalu, saat saya masih kecil, saya memiliki kebiasaan tidur miring. Bahkan menurut orang tua saya dari bayi selalu tidur dengan posisi miring.
Kemudian setelah menginjak usia sekolah dasar sampai sekarang saya nyaman sekali dengan posisi duduk di kursi kelas miring dan saat menulis pun buku saya dimiringkan. Membaca buku dengan posisi miring ditambah semua pose foto-foto saya pun miring.
Untuk teman-teman, sahabat, atau bapak, ibu yang memiliki anak, adik, atau saudara yang masih dalam masa pertumbuhan, saya menyarankan untuk memperhatikan gaya hidup yang sehat serta kebiasaan yang sehat.
Pendeteksian skoliosis harus diketahui sedini mungkin, jangan sampai seperti saya.
Jika terdeteksi maka akan dapat ditanggulangi kemiringan dan akan mendapat penanganan tepat bahkan dapat disembuhkan, karena masih dalam masa pertumbuhan. Pendeteksian skoliosis sangat mudah. Tidak perlu ke dokter atau RS pun bisa dilakukan sendiri di rumah masing-masing.Â
Cara mendeteksi skoliosis yang mudah dan simpel yaitu dengan melakukan posisi rukuk seperti shalat (seorang muslim). Dilihat apakah punggung lurus atau mengalami benjolan atau kemiringan di salah satu sisi punggung. Jika mengalami skoliosis akan terdapat benjolan dan kemiringan posisi punggung atas sehingga tidak simetris.Â
Dari segi rasa, seorang skolioser seperti yang saya alami, tidak akan nyaman duduk tegak lama dan akan mengalami rasa nyeri di sekujur tulang belakang seperti encok pada orang-orang lansia. Jika nyeri tulang terjadi disarankan melakukan senam peregangan ringan agar tulang terasa baik kembali.
Sekian, pengalaman dari saya seorang skolioser yang terdeteksi pada umur 21 tahun ini. Semoga dapat bermanfaat untuk teman-teman atau sahabat semua sebagai sedikit pembelajaran mengenai skoliosis.
Salam sehat untuk kita semua.
Jangan lupa bahagia karena di dalam jiwa yang sehat terdapat tubuh yang sehat dengan berbahagia.
Author: Intan Hafidah NH
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H