Mendekatlah di sisiku
Kubisikkan sesuatu ke telingamu
Jangan lekas meneguk legitnya anggur
Di secawan bibir enteng menguar
Apalagi sampai mabuk berderai
Pada mulutnya kekata bermekaran:
Aku tak dapat hidup tanpamu,
laksana detak jantung di dadaku.
Dan seterusnya
Bagaimana mungkin masih bernapas
Bila engkau baru saja menatap paras
Sembari mencicipi puisi di telaga matanya
Tidakkah kau mencubit nalar sejenak
Seharusnya ia telah mati dikoyak sepi
Sebelum mengusung puisi di senja itu
Prihal ini kita mesti realistis
Terkadang tak seindah puisi
Tidak sekedar diksi-diksi bombastis
Yang sering kita jumpai di layar kaca
Pun di dalam buku-buku imajinatif
Itu saja!
Kb, Januari 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H