Beragam inovasi serta terobosan dan kerjasama sudah dilakukan oleh Kementerian Perindustrian dalam pekan ini. Kementerian Perindustrian telah merancang Making Indonesia 4.0 sebagai sebuah roadmap (peta jalan) yang terintegrasi untuk mengimplementasikan sejumlah strategi dalam memasuki era Industry 4.0. Guna mencapai sasaran tersebut, langkah kolaboratif ini perlu melibatkan beberapa pemangku kepentingan, mulai dari institusi pemerintahan, asosiasi dan pelaku industri, hingga unsur akademisi.
"Sejak tahun 2011, kita telah memasuki Industry 4.0, yang ditandai meningkatnya konektivitas,interaksi, dan batas antara manusia, mesin, dan sumber daya lainnya yang semakin konvergen melalui teknologi informasi dan komunikasi," kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di dalam acara 'Sosialisasi Roadmap Implementasi Industry 4.0' di Jakarta, belum lama ini.
Airlangga melanjutkan, revolusi industri generasi pertama ditandai oleh penggunaan mesin uap untuk menggantikan tenaga manusia dan hewan. Berikutnya, generasi kedua, melalui penerapan konsep produksi massal dan mulai dimanfaatkannya tenaga listrik. Dan, generasi ketiga, ditandai dengan penggunaan teknologi otomasi dalam kegiatan industri.
Untuk itu, sektor industri nasional perlu banyak pembenahan terutama dalam aspek penguasaan teknologi yang menjadi kunci penentu daya saing di era Industry 4.0. Adapun lima teknologi utama yang menopang pembangunan sistem Industry 4.0, yaitu Internet of Things, Artificial Intelligence, Human--Machine Interface, teknologi robotik dan sensor, serta teknologi 3D Printing.
Berdasarkan Global Competitiveness Report 2017, posisi daya saing Indonesia berada di peringkat ke-36 dari 100 negara. Menperin juga menyampaikan, semua negara masih mempelajari implementasi sistem Industry 4.0, sehingga dengan penyiapan peta jalannya, Indonesia berpeluang menjadi pemain kunci di Asia.
Langkah ini dilaksanakan secara sinergi antara Kemenperin dengan kementerian dan lembaga terkait seperti Bappenas, Kementerian BUMN, Kementerian Ketenagakerjaan, Kemeneterian Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.
Dengan menerapkan Industry 4.0, Airlangga menargetkan, aspirasi besar nasional dapat tercapai. Aspirasi tersebut secara garis besar, yaitu membawa Indonesia menjadi 10 besar ekonomi di tahun 2030, mengembalikan angka net export industri 10 persen, peningkatan produktivitas tenaga kerja hingga dua kali lipat dibanding peningkatan biaya tenaga kerja, serta pengalokasiaan 2 persen dari GDP untuk aktivitas R&D teknologi dan inovasi atau tujuh kali lipat dari saat ini.
Sementara itu, di hari yang sama pemerintah Indonesia dan Swiss sepakat melakukan kerja sama dalam upaya pengembangan politeknik berbasis kejuruan yang menerapkan sistem ganda (dual system) pada proses pendidikannya. Program ini dinamakan Skill For Competitiveness (S4C).
"Selain meningkatkan kompetensi sumber daya manusia (SDM) Indonesia agar sesuai kebutuhan dunia industri saat ini, tujuannya juga untuk kesiapan kita memasuki penerapan Industry 4.0," ujar Airlangga di Jakarta.
Ada empat politeknik dan satu akademi komunitas milik Kementerian Perindustrian yang akan dikembangkan dalam kerja sama ini. di antaranya, Politeknik Logam Morowali, Sulawesi Tengah, Politeknik Kayu dan Pengolahan Kayu Kendal, Jawa Tengah, Politeknik Industri Petrokimia Cilegon,Banten, serta Akademi Komunitas Industri Logam Bantaeng, Sulawesi Selatan.