Mohon tunggu...
Tini Siniati Koesno
Tini Siniati Koesno Mohon Tunggu... Human Resources - fokus kepada Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian, Inovasi dan Standar Instrumen Pertanian

bekerja di Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian Jawa Timur

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Mengenang Ragam Inovasi Kementerian Pertanian

2 Desember 2023   22:42 Diperbarui: 2 Desember 2023   23:46 263
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penerapan Standar Instrumen PemupukanTanaman Padi Oleh Petani

Dalam waktu yang hampir bersamaan, dikembangkanlah inovasi padi Hazton.  Inovasi tersebut merupakan kearifan lokal dari Kalimantan Barat.  Inovasi yang diterapkan umur bibit tua, 30 hari ditanam sebanyak 30 bibit per lubang tanam, guna mengejar capaian produktivitas sekitar 10-12 ton/ha.  Di Jawa Timur, inovasi ini kurang diminati petani karena boros penggunaan bibit, bibit tua sulit dicabut, dan tidak biasa menanam bibit tua.  Tanpa inovasi Hazton, petani Jawa Timur sudah biasa dapat meraih provtas sebesar tersebut.

Kementrian Pertanian sejak tahun 2015 melalui program unggulan, yaitu Upaya Khusus (UPSUS). Tujuannya adalah untuk peningkatan produksi pangan padi, jagung, kedelai (pajale) untuk mencapai swasembada berkelanjutan, khususnya beras.  Adanya program tersebut, Provinsi Jawa Timur dapat meningkatkan indeks pertanaman (IP) padi yang semula hanya 1,87 menjadi 2,01, sehingga tahun 2016 Jawa Timur dapat memproduksi beras mencapai 8,50 juta ton dan menjadikan Jawa Timur surplus beras sebesar 5,10 juta ton.

Untuk menggenjot peningkatan produktivitas padi, Badan Litbang Pertanian, terus berupaya mengembangkan berbagai inovasi.  Diantaranya di tahun 2015-2016, telah mengembangkan budidaya padi sistem tanam jajar legowo (Jarwo) Super.  BPTP Jawa Timur, sebagai kepanjangan tangan Badan Litbang Pertanian telah menggelar inovasi tersebut di wilayah Mojokerto, Sidoarjo, Malang, dan Jombang.  Inovasi padi Jarwo Super yang diterapkan tersebut mirip dengan PTT, selain dengan sistem tanam jarwo 2:1, sebelum pengolahan tanah, lahan ditambahkan biodekomposer dan aplikasi pupuk hayati. Fungsi biodekomposer dan pupuk hayati adalah untuk mengaktifkan mikroba tanah dan menekan yang patogen. 

Selain itu, semua kegiatan pertanian menggunakan Alat mesin pertanian (alsintan), mulai pengolahan lahan (traktor), tanam (transplanter) sampai dengan panen dengan menggunakan combine harvester untuk mengurangi looses.  Selanjutnya yang paling baru, Jarwo ganda atau jarwo milenium yang dikembangkan di tahun 2017. Target yang dicapai yaitu 15 ton/ha, hanya dengan memanipulasi jarwo ganda dan jarak tanam rapat agar diperoleh tambahan populasi.

Mengutip Jurnal Sumberdaya Lahan Vol. 9 No. 2, Desember 2015; 67-84, dalam rangka antisipasi degradasi lahan pertanian, telah dilakukan kegiatan penelitian dan pengembangan bahan pembenah tanah di Indonesia. Dilakukan sejak tahun 1970-an, namun aplikasinya pada tingkat petani masih rendah, kecuali bahan organik khususnya dalam bentuk kompos yang relatif sudah memasyarakat di kalangan petani, namun dosisnya seringkali masih terlalu rendah untuk dapat berfungsi sebagai pembenah tanah. 

Prinsip pemanfaatan pembenah tanah, jenis dan klasifikasi pembenah tanah, fungsi utama dan efek pembenah tanah terhadap kualitas tanah dan produktivitas tanaman, serta pengembangan pembenah tanah untuk pemulihan lahan pertanian.  Beberapa tahun terakhir, di beberapa negara seperti Jepang dan Australia mulai berkembang penggunaan bahan pembenah tanah organik alami berupa arang (biochar/charcoal), yang berasal dari residu kayu-kayuan, sekam, atau bahan organik lainnya.

Di Indonesia potensi penggunaan charcoal atau biochar cukup besar, mengingat bahan baku seperti residu kayu, tempurung kelapa, sekam padi, kulit buah kakao, serta tempurung kelapa sawit cukup tersedia. Bahan baku tersebut dapat dimanfaatkan sebagai pembenah tanah setelah dikonversi menjadi arang atau biochar melalui proses pembakaran tidak sempurna (phirolysis) pada suhu <500 0C. Beberapa hasil penelitian menunjukan peranan biochar sebagai pembenah tanah. Glaser et al. (2002) menunjukan penambahan charcoal/biochar pada tanah-tanah pertanian berfungsi untuk meningkatkan:

(1) ketersedian hara, (2) retensi hara, dan (3) retensi air. Menurut Ogawa (1994), charcoal mampu menciptakan habitat yang baik untuk mikroorganisma simbiotik seperti mikoriza karena kemampuannya menyupplai hara fosfat. Memadukan penerapan inovasi secara holistik, yaitu pengembangan tanaman padi Salibu/Singgang/Ratoon yang dipadukan dengan penerapan inovasi pembenah tanah, menjadikan kesatuan yang tak terpisahkan, dan bersinergi menghasilkan produktivitas tinggi.  

Meski teknologi telah menjawab tantangan, pemanfaatannya di tingkat petani dianggap masih rendah diseminasi teknologi ini ke masyarakat rendahnya diseminasi ini bukan hanya terkait hal teknis, tapi juga kemampuan masyarakat dalam menyikapi hal baru. Selera dan kebiasaan petani misalnya, sangat beragam dan sulit untuk berubah. Belum lagi terkait dengan selera konsumen, Masyarakat Sumatera Barat dan Kalimantan Selatan misalnya umumnya pilih nasi yang pera.  Di Jawa yang penduduknya beragam dari Sabang sampai Merauke, pada umumnya menghendaki nasi pulen (TS.).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun