Mohon tunggu...
Ngatini
Ngatini Mohon Tunggu... Petani - Agroteknologi UST 2017

Pertanian-Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bu Miftah, Pertanian, Rezeki dan Pelajaran Hidup

12 Desember 2023   15:42 Diperbarui: 12 Desember 2023   15:54 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar bahwa manusia harus saling tolong menolong, sumber foto: Pexels.com/Pixabay

Selama di pondok, saya juga tidak dibebankan biaya apa pun. Hanya saja, Bu Miftah meminta saya membantu beliau bertani. Sebenarnya sawah beliau sudah ditanami beberapa tanaman. Ada pare, daun loncang, labu siam, dan lain-lain. Namun, semuanya itu masih dalam tahap setengah pengerjaan. Di situ saya diminta melanjutkan. Sesekali dibantu pak Abu ketika beliau berangkat kerja.

Apakah banyak kegiatan yang harus saya lakukan? Iya. Mulai dari membersihkan gulma, memasang ajir yang belum selesai, menanam kacang tanah, jahe, cabai, dan sawi caisim. Sesekali memupuk dan mengairi sawah. Namun, Bu Miftah meminta saya bekerja semampunya dan harus pulang sebelum azan zuhur. Beliau menegaskan kepada saya untuk selalu sholat berjamaah di masjid.

Sebuah Pelajaran Hidup

Bu Miftah sosok yang disiplin. Menurutnya bekerja boleh, tapi waktunya sholat ya sholat. Pernah saya kedapatan tidak sholat berjamaah di masjid karena saya terlalu asik di lahan jadi terlambat pulang ke pondok. Di situ saya langsung ditegur dan tidak boleh diulang lagi. 

Disiplin waktu merupakan salah satu kunci kesuksesan. Itulah pelajaran hidup yang saya dapatkan dari Bu Miftah.

Rasanya senang bisa terjun ke lapangan dan terlibat langsung dalam proses pengerjaan karena saya tidak bekerja sendirian. Seperti saat menanam kacang tanah, pak Abu yang mencangkul lahan, Bu Miftah yang membuat lubang tanam, dan saya yang menyemai kacangnya. Memang, pekerjaan terasa ringan jika dikerjakan bersama.

Terlebih, Bu Miftah seorang yang dermawan akan ilmu dan materi. Selama bertani, beliau kerap kali menasihati saya ilmu hidup. Beliau juga tidak segan memberi upah lebih kepada karyawannya meskipun hanya bekerja setengah hari. Padahal kalau bisa dibilang ya "besar pasak daripada tiang." Income tidak sebanding dengan outcome. Apakah beliau tidak rugi? Saya juga bertanya mengenai hal itu. Akan tetapi jawaban Bu Miftah membuat saya terharu.

"Saya tidak mencari keuntungan dari bertani. Niat saya di sini untuk ibadah, merawat bumi dengan menumbuhkan tanaman di atasnya. Saya yakin Allah akan membuka pintu rezeki yang lain untuk saya," kata Bu Miftah.

"Memang hasilnya tak seberapa, tapi saya bersyukur dengan lahan terbatas ini saya bisa memberikan lapangan kerja untuk orang lain. Pun, lahan saya juga tidak terbengkalai. Saling berbagi rezeki, Mbak," tambahnya.

Itulah cerita tentang Bu Miftah, seorang petani dan guru mengaji yang bisa kita jadikan teladan. Sebuah pelajaran hidup dari hal sederhana namun memberikan manfaat bagi sesama.

Cerita Bu Miftah menjadi salah satu kisah inspiratif dalam kehidupan sehari-hari. Alangkah indahnya jika hidup ini bisa saling tolong-menolong. Yang kehidupannya lebih baik, cukup secara materi bisa membantu orang lain dengan memberinya pekerjaan agar ia memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidup.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun