Mohon tunggu...
Ngatini
Ngatini Mohon Tunggu... Petani - Agroteknologi UST 2017

Pertanian-Lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Bu Miftah, Pertanian, Rezeki dan Pelajaran Hidup

12 Desember 2023   15:42 Diperbarui: 12 Desember 2023   15:54 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gambar bahwa manusia harus saling tolong menolong, sumber foto: Pexels.com/Pixabay

Dua tahun yang lalu tepatnya tanggal 12 Desember 2021 saya menulis artikel berjudul Pertanian Sebagai Ladang Pahala dan Rezeki. Itu adalah artikel pertama saya di kompasiana.com yang mana tulisan tersebut terinspirasi dari pengalaman saya ketika berbelanja di Pasar Giwangan, Yogyakarta.

Saat berbelanja di Pasar Giwangan kala itu, saya menyaksikan berbagai macam komoditi pertanian yang dijual oleh pedagang. Saya senang melihat hal itu karena masih ada orang yang masih mau bertani sehingga bahan pangan mudah dijumpai di pasar. Terima kasih, petani.

Hari ini, 12 Desember 2023, saya kembali menulis pengalaman yang saya dapatkan tentang cerita-cerita hidup orang-orang yang berjuang di sektor pertanian karena rasanya sayang apabila cerita ini saya pendam sendiri dan tidak dibagikan ke publik.

Cerita ini berlatar di Sleman, Yogyakarta dalam kurun waktu Juli-September 2022, ketika saya masih menuntut ilmu di Pondok Pesantren. Selama di pondok, saya diberi amanah untuk mengelola lahan milik Bu Miftah. Beliau adalah guru mengaji saya selama di pondok.

Saya senang mendapatkan kesempatan itu karena saya bisa menerapkan ilmu yang saya dapat selama kuliah. Selain itu, saya juga ditemani pak Abu. Beliau adalah petani yang dipercaya untuk mengelola lahan milik Bu Miftah. Jadi, saya bisa belajar ilmu pertanian dari lelaki tersebut.

Jalan Jalan Terlebih Dahulu Sebelum Terjun ke Lapangan

Sebelum bertugas di lapangan, saya diperkenankan untuk melihat-lihat lahan milik wanita yang bernama lengkap Miftakhul itu. Saya diantar oleh anaknya yaitu Iim yang juga teman saya di kampus. Semasa kuliah, kami mengambil jurusan yang sama yaitu Agroteknologi.

Mengendarai motor Scoopy warna cokelat-putih, Iim mengajak saya jalan-jalan ke sawah. Bu Miftah memiliki beberapa lahan. Hanya saja pemanfaatannya belum maksimal karena keterbatasan tenaga kerja. Di situ saya merasa sedih melihat tanah kurang dimanfaatkan dengan baik.

Selesai melihat lahan, Iim membawa saya ke sebuah peternakan sapi perah. Ada juga kandang kambing di sana. Saya semakin kagum melihatnya. Tapi di sisi lain juga menyayangkan. Lahan di sana subur, sumber air untuk irigasi tersedia melimpah. Kotoran dari kandang sapi dan kambing bisa dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Apabila kekayaan alam itu bisa dikelola dengan baik saya yakin warga di sana bisa sejahtera walau hanya dari bertani.

Bu Miftah sendiri juga menyayangkan hal itu. Namun, beliau sadar usianya sudah tak muda lagi, tenaganya juga sudah tak sekuat dulu. Jadi sangat berat jika harus mengelola lahan sebanyak itu sendiri. Oleh karena itu, beliau memperkerjakan orang lain untuk menggarap sawahnya. Biasanya beliau ke sawah ketika lahan siap tanam untuk membantu menyemai benih, atau panen.

Selain bertani, wanita yang kerap disapa Bu Mif itu juga membuka usaha warung, berjualan aneka jajanan, dan menjual makanan yang ia buat sendiri. Beliau juga menitipkan dagangannya ke angkringan atau warung tetangga.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun