Tanggal 4 November 2012, kaki gatel ku kali ini ingin mencicipi hal yang lain dari pulau Semau, selain pemandangan laut dengan pantai yang bersih dan indah. Kali ini teman ku mengajak saya dan teman-teman yang lain untuk memuaskan kaki kami yang gatal dan rasa haus dengan keindahan ciptaan Tuhan ke goa yang masih perawan di daerah Letbaun dan masih di pulau yang sama. Karena rasa ingin yang besar untuk bermain air tapi tidak mau bermandikan sinar matahari yang bisa membakar kulit dengan cepat, pilihan yang tepat adalah berenang di dalam goa itu. Jalan menuju ke Goa Letbaun kami tempuh hampir 40 menit dari tempat kami menginap, dan jalannya masih dikatakan baik walau ada sebagian yang rusak, maklum masih jalan kampung. Tanah putih yang menyambut kami disepanjang jalan membuat kaki dan badan kami menjadi putih, dan hamparan hutan kering yang berwarna kuning  kecoklatan dan tanah kosong dengan rumput yang sudah mengering karena panas sekali menjadi makanan untuk mata kami. [caption id="attachment_228603" align="aligncenter" width="300" caption="Tanah Putih"][/caption] [caption id="attachment_228604" align="aligncenter" width="735" caption="Tetep eksis walau panas dan berdebu"]
[/caption] [caption id="attachment_228605" align="aligncenter" width="300" caption="Background padang gersang"]
[/caption] Pukul 10.25 AM kami tiba di lokasi dan sungguh tidak percaya kalau tempat ini benar-benar sepi, gersang, bahkan batuan karang yang tajam-tajam menjadi ijakan kaki kami. Sempat kami bertanya-tanya pada Jo, tempatnya dimana yah? kok seperti tanah kosong yang gersang tak berpenghuni seperti ini? karena kami tidak melihat ada tanda-tanda rumah sebagai bukti bahwa ada kehidupan ditempat ini. Walau sebenarnya ada satu atau dua rumah di ujung jalan sana yang dengan jarak yang berjauhan. tapiÂ
it's oke lah siapa tau dibalik gersang dan panas ini, tersembunyi ciptaan Tuhan yang indah sekali. Motor kami parkir di tepi jalan raya dan kami mengikuti jalan kecil yang dibuat masyakat setempat. Tidak sampai 3 menit kami tiba di lokasi, dan kekecewaan itu kurasakan. Benar-benar gersang dan tidak ada tanda-tanda ada air yang bisa kami pakai untuk berenang. [caption id="attachment_228606" align="aligncenter" width="300" caption="Badan penuh debu putih"]
[/caption]
Ya, Jo menunjuk ke pohon yang daunnya tidak ada lagi dan mengatakan kita berenang disana? Apa? gak salah? di pohon? dan saat kami mulai mendekati pohon itu, ya, dibawah pohon itu lobang yang lumayan besar, sepertinya itu mulut goa yang dimaksud, tapi kok ga ada airnya yah? Gimana mau bisa berenang? Saya hanya bisa mengeluh untuk saat itu, karena sangat-sangat panas dan haus yang kurasakan, memicu kecewa semakin kuat. Satu persatu teman-teman ku masuk ke goa yang perawan itu dan hanya saya sendiri di atas melihat mereka menunggu apakah ada tanda-tanda keindahan yang dijanjikan alam ini? Saat kak Annet teriak memanggil namaku dan meyakinkan ada air di dalam dan jernih, barulah saya ikut turun dengan kamera dan perlengakapan untuk bakar-bakar ikan. [caption id="attachment_228607" align="aligncenter" width="700" caption="Bergaya di depan mulut goa"]
[/caption] Dan woooow benar-benar indah, suatu keadaan alam yang benar-benar terlihat kontras kering, gersang dan panas vs dingin, segar dan air jernih... Ternyata yang saya lihat dari atas itu bukanlah air yang kering (tidak ada air) tapi karena jernih sekali maka tidak terlihat seperti ada air. [caption id="attachment_228608" align="aligncenter" width="700" caption="Dalam goa"]
[/caption] [caption id="attachment_228609" align="aligncenter" width="700" caption="Air yang jernih"]
[/caption] [caption id="attachment_228611" align="aligncenter" width="700" caption="Cahaya dari luar goa menjadi indah"]
[/caption] Tidak menunggu lama, kami mulai menguasai goa ini dengan senang hati. Walau saya tidak bisa berenang, saya memberanikan diri karena kedalaman air saat saya masuk setinggi dada saya. Dan dengan pedenya saya belajar bermain air seperti orang yang tidak pernah melihat air, sungguh kegirangan. Rasa air goa ini payau dan dengan perlahan air ini mulai pasang, ternyata mengikuti kondisi air laut yang sedang pasang pula. [caption id="attachment_228613" align="aligncenter" width="300" caption="Mulut Goa"]
[/caption] [caption id="attachment_228614" align="aligncenter" width="300" caption="air yang hampir tak terlihat"]
[/caption] Penghuni perut kami mulai memberontak menuntut untuk diberi makan, yah sudah saatnya kami mempersiapkan kayu kering dari sekitar mulut goa dan memyalakan api untuk menjadikan bara agar ikan yang kami bawa bisa matang dengan sempurna. [caption id="attachment_228615" align="aligncenter" width="240" caption="Arul mempersiapkan ikan bakar"]
[/caption] Badan mulai bertenaga saatnya kami mulai masuk kembali, dan oh tidak, airnya sudah hampir menutupi muka ku dan dengan gaya berenang yang hancur saya dengan pedenya mendekati batu yang berada di tengah untuk menjadikannya sandaran dan pegangan yang tepat. Sempat terlintas dipercakapan kami, karena sepinya dan tidak ada orang lain selain kami, berenang hanya dengan bikini pun sepertinya aman-aman saja, tapi untungnya itu hanya sejauh pembicaraan. :D Sudah pukul 2.15 PM dan kami sudah di dalam air kurang lebih hampir 4 jam dan sudah saatnya kami siap-siap untuk kembali ke kota Kupang. Pulau ini memiliki banyak tempat yang indah sekali, walau saya belum pergi menjelajahi semua tempat, tapi saya yakin suatu hari nanti saya akan kembali ke pulau yang gersang dan panas ini untuk menikmati sisi indah dari pulau Semau. Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Travel Story Selengkapnya