Mohon tunggu...
tina hesti wahyuni
tina hesti wahyuni Mohon Tunggu... -

pemerhati lingkungan

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Reklamasi Benoa: Berakit-rakit dari Teluk dan Berenang-renang ke Tanjung

10 Februari 2015   23:15 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:28 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Indonesia adalah negara kepulauan yang sangat indah, negara yang diberkahi dengan kekayaan alam dan keindahan wilayahnya. Sebagai negara yang dikaruniai berkah tersebut, selayaknya kita bisa memanfaatkan kekayaan alam yang ada namun dengan tetap menjaga keseimbangan dan kelestarian alamnya. Peningkatan perekonomian yang selalu didengungkan oleh pemerintah membuat daerah berlomba-lomba membuka dan mengembangkan potensi daerahnya masing-masing. Begitu juga dengan Pemerintah Daerah Bali dengan pariwisatanya yang mendunia.

Namun sangat disayangkan, dalam upaya peningkatan potensi pariwisata tersebut, pemerintah daerah justru menggelar suatu rencana yang sangat bertentangan dengan prinsip keseimbangan alam. Pemerintah daerah bali pada beberapa waktu lalu mengeluarkan SK no 2138/02-C/HK/2012 yang memberikan izin dan hak pemanfaatan, pengembangan, dan pengelolaan wilayah perairan Teluk Benoa kepada PT. Tirta Wahana Bali International (PT. TWBI). Melalui SK tersebut PT. TWBI diberi kesempatan untuk melakukan reklamasi di Teluk Benoa seluas 838 Ha. Meskipun kemudian SK tersebut dicabut, namun pemerintah daerah masih membuka ruang untuk terjadinya Reklamasi di pulau Pudut yang merupakan bagian dari Teluk Benoa dengan mengeluarkan SK 1727/01-B/HK/2013 tentang izin studi kelayakan rencana pemanfaatan, pengembangan dan pengelolaan wilayah perairan teluk benoa. Melalui SK tersebut jelas-jelas peluang untuk terjadinya reklamasi teluk benoa masih sangat terbuka luas. Senada dengan SK tersebut, pemerintah pusat juga turut mendukung dilakukannya reklamasi teluk benoa dengan mengeluarkan Perpress No. 51-Tahun 2014 yang isinya merubah beberapa pasal dari Perpres No.45 tahun 2011 tentang rencana tata ruang kawasan perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar dan Tabanan. Melalui SK tersebut presiden merubah daerah Teluk Benoa yang semula sebagai daerah konservasi menjadi kawasan pemanfaatan umum yang potensial untuk kegiatan perikanan, kepelabuhanan, transportasi, pariwisata, pengembangan ekonomi, permukiman, sosial budaya, dan agama.

Pemerintah bersama dengan pihak swasta, dalam hal ini PT.TWBI terus berusaha untuk dapat melegalkan reklamasi di teluk benoa ini. Dari segi ekonomi dan bisnis, hal ini sangat menggiurkan dan menajdi magnet investasi mengingat teluk benoa berada di tengah-tengah segitiga emas pariwisata di bali selatan, yaitu Sanur, Kuta dan Nusadua. Disamping itu, dengan dilakukannya reklamasi, secara matematis pengembang akan mendapatkan lahan dengan harga yang jauh lebih murah. Dengan asumsi dana yang akan dikeluarkan sebesar 30 Trilyun rupiah, pengembang akan mendapatkan 838 Ha lahan. Semisal area produktif untuk permukiman, perkantoran dan area bisnis ekonomi lainnya seluas 50% saja, pengembang hanya mengeluarkan anggaran sekitar Rp. 153jt rupiah untuk pembangunan per are-nya (sekitar 100m2). Dibandingkan dengan harga tanahnya saja di daerah tersebut yang saat ini mencapai lebih dari Rp. 500 juta per are-nya, nilai tersebut tentunya sangat menggiurkan keuntungannya bagi pengembang. Dengan dalil potensi keuntungan matematis inilah pengembang dan pemerintah getol untuk menyerukan dilakukan reklamasi di teluk benoa. Namun dibalik itu semua, kerugian dan bahaya kerusakan ekosistem yang ditimbulkan mungkin tidak akan ternilai dengan uang. Belum lagi dengan potensi kerugian social budaya masyarakat sekitar yang bakal ditimbulkan.

Kajian mengenai dampak lingkungan yang disebabkan reklamasi sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Dampak abrasi yang ditimbulkan akibat reklamasi sudah sangat jelas dan pasti terjadi. Perputaran arus air laut sudah pasti berubah dengan dilakukannya reklamasi. Wilayah jangkauan air laut menjadi berkurang sehingga air laut akan menerjang daerah lain disekitarnya sehinga menyebabkan abrasi yang semakin tinggi. Sebagai contohnya adalah abrasi di Pantai Jerman, akibat reklamasi Bandara Ngurah Rai, abrasi di Pantai Sanur akibat reklamasi Pulau Serangan, abrasi di Pantai Lebih, Pantai Keramas, Pantai Ketewel yang disebabkan oleh reklamasi di Pantai Lebih, Gianyar. Jarak antara garis pantai dan pemukiman menjadi semakin pendek, jelas akan merugikan bagi masyarakat sekitar pantai tersebut.

Perubahan ekosistem diteluk benoa juga sudah pasti terjadi dan terganggu. Keseimbangan yang sudah terbentuk pada ekosistem teluk tersebut akan berubah. Terumbu karang sebagai tempat tumbuh berbagai ikan dan binatang laut akan rusak sehingga keberadaan ikan akan menjadi semakin langka. Efeknya, nelayan sekitar akan semakin susah mencari ikan disekitar daerah tersebut. Lebih dari itu, pengurukan juga akan menimbulkan endapan lumpur yang tebal disekitar area reklamasi. Dengan endapan lumpur ini, habitat bawah air akan menjadi lebih sulit beradaptasi. Hal ini akan menyebabkan rehabilitasi ekosistem semakin panjang. Disamping itu teluk benoa juga merupakan muara dari 5 sub DAS yang ada di Bali. Dengan dilakukannya reklamasi di teluk ini, resiko terjadinya banjir di bali akan menjadi semakin besar. Tampungan air di muara sungai-sungai di Bali tentunya akan berkurang kapasitasnya, sehingga air yang seharusnya bisa mengalir ke laut dengan lebih lancar akan terhambat. Maka resiko terjadinya banjir akan semakin tinggi.

Proses pengurukan dan pembangunan area reklamasi membutuhkan waktu yang cukup lama. Selama proses tersebut, polusi yang ditimbulkan akan sangat besar. Kerusakan wilayah lain yang dijadikan lahan untuk diambil tanahnya sangat mungkin ditimbulkan. Material tanah urukan biasanya diambil dari pengeprasan bukit atau pengeprasan tebing atau juga diperoleh dengan melakukan pengerukan dasar laut di tengah laut dalam. Material bahan urukan merupakan tanah yang diambil dari tempat lain yang mempunyai kemungkinan besar merusak lingkungan. Proses transportasinya juga pasti akan menimbulkan polusi, debu dan tanah urukan biasanya berceceran mengikuti perjalanan angkutannya.

Sudah selayaknya kita menjaga dan menikmati kekayaan alam yang diberikan Tuhan kepada kita. Keseimbangan alam harus terus terjaga demi anak cucu kita. Menjaga alam agar senantiasa lestari dan memanfaatkan kekayaan alam dengan lebih bijaksana.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun