[caption id="" align="aligncenter" width="632" caption="Jakarta International School (KOMPAS.COM/ANDRI DONNAL PUTERA)"][/caption] Saya adalah karyawan Jakarta International School. Tempat saya mulai bekerja sejak 5 tahun lalu. Saya akan bercerita mengenai tempat saya bekerja dari sudut pandang saya pribadi. Sekolah yang sedang jadi perbincangan utama dari berbagai media karena kasus kejahatan seksual yang terjadi di dalamnya. Sekolah yang memang menyandang nama internasional karena memang komunitas di dalamnya terdiri dari 61 negara dan sudah menjadi seperti rumah kedua bagi murid, guru dan stafnya yang berasal berbagai bangsa sejak tahun 1951. Kami bukan sekolah yang baru kemarin beroperasi dan sekedar menempelkan label internasional supaya terlihat keren dan istimewa. Kami bangga dengan keberagaman di komunitas kami. Kampus pertama kami ada di di bilangan Jl. Pattimura dan sejak tahun 1970-an kampus yang lebih luas dibuka di Cilandak dan Pondok Indah dan Jakarta selatan, kurang lebih 16 hektar luasnya. Lokasi yang sekarang lebih dulu ada dibanding komplek perumahan elit di Pondok Indah bahkan Jl. Metro Pondok Indah. Kami adalah komunitas yang membentuk dan dibentuk oleh Kota Jakarta. Sejarah membuktikannya. Sekarang ada sekitar 2.600 murid, 300 guru dan 250 staf yang ada di dalamnya. Belum termasuk tenaga outsource yang membantu operasional, kontraktor, alumni dan orang tua murid yang ikut beraktivitas di dalamnya. Murid Indonesia berjumlah sekitar 20% dari total muridnya. Dan ketika perayaan UN Day (United Nation) mereka akan dengan bangga mengenakan kebudayaan dan baju nasional kebangsaannya, kita bisa melihat hampir semua negara di dunia ada di sini. Budaya yang sangat-sangat beragam mengajarkan murid-muridnya untuk saling menghormati dan menghargai, bahkan saya yang berusia jauh lebih tua dari mereka banyak belajar bagaimana menyikapi perbedaan. Banyak yang bilang kurikulum di dalamnya tidak sesuai dengan kurikulum indonesia, saya melihatnya mungkin sedikit berbeda, saya tidak mengetahui secara gamblang kurikulum yang diajarkan seperti apa, tapi semua kelas yang pernah saya lihat mengajarkan hal yang biasanya lebih baik dari apa yang saya dapatkan dulu di sekolah. Sebagai contoh, jika kita dulu belajar sejarah yang dipentingkan adalah menghafal tanggal-tanggal penting saja, tidak di sini, di sini pemahaman latar belakang, pandangan si murid mengenai peristiwa tersebut lebih diutamakan dari sekedar menghafal tanggal. Murid diajarkan lebih terbuka dalam berfikir. Di sini diajarkan juga Social Studies, yang di dalamnya saya yakin banyak membahas hal yang akan lebih memberikan pemahaman yang baik mengenai kehidupan sosial, moral, dan karakter muridnya. Tidak ada yang menghalangi seseorang beribadah sesuai keyakinannya, untuk staf misalnya ada Persekutuan Doa, ada Mushola besar yang nyaman untuk kami beribadah. Kampanye mengenai hijab bukan teroris, kampanye mengenai bahaya merokok, kampanye mengenai kedewasaan dalam bersosial media dilakukan oleh murid-murid disini. Fasilitas yang lengkap, yang dulu hanya saya lihat di film-film barat saya lihat di sini, karena inilah standarnya untuk metode pembelajaran yang dijalankan sekolah ini. Bakat apa pun yang dimiliki akan dengan mudah disalurkan dan didalami dengan bimbingan guru-guru yang memang kompeten di bidangnya. Apakah itu olahraga, seni ataupun science. Saya tergelitik ketika mendengar kemarin KEMENDIKBUD akan mengevaluasi sekolah ini apakah sesuai standard atau tidak, saya tersenyum kecut, karena saya bisa bilang di sini jauh lebih baik di atas standard kebanyakan sekolah di Indonesia. Mereka mengatakan murid di sini kebarat-baratan, tapi tidak melulu seperti itu. Murid di sini sudah belajar Gamelan sejak kelas 2 SD, mereka bisa mendalami jika mereka nanti menginginkannya ketika Middle school atau High School, mereka sangat disiplin, dan bertanggung jawab, belajar menjaga kelestarian lingkungan di Indonesia sejak dini dan mereka bahkan sudah belajar membuat batik sejak SD juga, saya yakin di sebagian SD kita anak muridnya tidak dikenalkan atau tidak mendapatkan hal ini, mereka lebih melestarikan budaya bangsa kita ketimbang kita sendiri… Kelas Bahasa Indonesia ada untuk sejak SD hingga SMA bersama dengan kelas bahasa dunia lainnya, seperti spanyol dan mandarin. Saya sebagai staff Indonesia sering melihat dan merasa bahwa di sini, di JIS, ke-Indonesian kadang lebih dihargai dan dijunjung dibanding di sekolah saya dulu atau di sekolah lain. Ironis memang, tapi kenyataannya seperti itu. Banyak juga yang mengada-ada mengenai kami yang arogan karena penjagaan di depan yang ketat berlapis-lapis. Padahal sama saja dengan keamanan di gedung-gedung lain di Jakarta. Jika anda ingin memasuki gedung tertentu anda akan bertemu dengan penjaga yang akan menanyakan tujuan anda, siapa yang dituju, tinggalkan KTP untuk ditukar dengan ID visitor maka masuklah anda ke gedung tersebut, di JIS tidak berbeda alias sama. Setiap hari tukang koran, tukang gado-gado atau kurir dan teman yang sedang COD bisa masuk dengan mudah. Kalo wartawan-wartawan kemarin tidak diizinkan masuk saya yakin karena sekolah kami juga punya batas privasi dan punya hak melindungi keluarga besarnya terutama murid-muridnya. Sementara pemeriksaan mobil yang berlapis dilakukan sejak sekolah ini menjadi target bom mobil pada 2002-2003, saya ingat pernah membaca di berita bahwa terdakwa bom Bali menyebut JIS sebagai salah satu target mereka. Tentu saja sekolah akan melakukan yang terbaik untuk melindungi muridnya dengan menerapkan pengamanan berlapis untuk menghindari bom mobil. Tapi rapatnya pengamanan bukan karena JIS menutup dari dunia luar. Kegiatan sosial yang JIS lakukan sudah ada sejak puluhan tahun lalu, kami bekerja sama dengan berbagai yayasan sosial. Jika anda ingin bukti, silahkan datang setiap sore karena kami selalu mengundang anak-anak dari sekolah sekitar untuk ikut belajar di dalam kelas JIS. Minggu ini murid kelas 10 akan bekerja sama dengan 33 yayasan sosial yang ada di Jabodetabek. Gerakan kepedulian setiap tahunnya memberikan bantuan pembangunan rumah tinggal untuk masyarakat yang memerlukannya. Sekolah ini mengajarkan banyak nilai positif dibanding sekolah-sekolah kita. Sumbangan untuk korban bencana kami tidak pernah ketinggalan. Terkait dengan kasus yang sedang menjadi topik utama sekarang, kami semua merasa sedih, marah kecewa dan prihatin. Ini adalah musibah bagi keluarga korban dan bagi kami juga. Kami ingin pelakunya diusut sampai tuntas, siapapun itu, supaya keadilan ditegakkan. Kami merasa emosional mendengar pemberitaan miring dan negatif tentang lingkungan kami bekerja mencari nafkah untuk keluarga kami dihujat dan jadi bulan-bulanan karena media dengan mudahnya mengeluarkan berita negatif tanpa kebenaran yang bisa dipertanggungjawabkan. Masyarakat menghujat dan kami menjadi bulan-bulanan. Semoga fitnah terkuak dan kebenaran akan membawa kita ke tempat yang lebih baik. Karena JIS tidak seperti yang kebanyakan orang kira sekarang, JIS memiliki banyak kebaikan dan kelebihan walau tak bisa dipungkiri kesalahan dan kekurangan akan selalu ada. Semoga apa yang saya tulis bisa memberikan perimbangan terhadap apa yang media tulis tentang kami dan orang tidak lagi sembarang memberikan komentar mengenai JIS.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H