Hitungan beberapa hari lagi kekuasaan Joko Widodo akan segera berakhir, jadwal pelantikan Presiden yang baru akan dilaksanakan 20 Oktober 2024 mendatang. Masyarakat sepertinya sudah tidak sabar menanti pemimpin baru yang tampaknya tidak akan jauh berbeda secara kebijakan. Harapan pemimpin yang lebih baik merupakan mimpi semu, karena hasil pilpres adalah kelompok presiden Joko Widodo. Tapi muncul banyak pertanyaan dan prediksi masyarakat bahwa Joko Widodo akan berakhir dan akan ditinggalkan loyalisnya.
Dalam beberapa kondisi tanda-tanda tersebut tidaklah opini semata, pada penolakan RUU Pilkada yang dilakukan banyak elemen masyarakat terhadap DPR-RI buktinya operasi politik itu tidak berhasil atau GAGAL TOTAL. Mungkin banyak yang belum paham situasinya demonstrasi masyarakat terhadap RUU Pilkada, awalnya muncul gugatan terhadap Mahkamah Agung perihal umur kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur. Syarat yang tertera adalah minimal atau sekurang-kurangnya memiliki usia 30 Tahun saat mendaftarkan diri sebagai calon Gubernur dan Wakil Gubernur. Namun, gugatan yang dikabulkan MA adalah berusia 30 tahun saat dilantik, Gugatan dilakukan oleh partai Garuda. Selanjutnya hal ini banyak ditanggapi oleh masyarakat, akademisi dan aktivis sebagai langkah untuk memuluskan pencalonan Kaesang anak bungsu dari Joko Widodo.
Berbagai dugaan pun dilontarkan ke publik, saya sendiri melihat bagaimanapun pihak Kaesang menepis isu tersebut bahwa putusan MA itu identik untuk memuluskan langkah Kaesang untuk maju Gubernur dan wakil Gubernur antara DKI Jakarta atau Jawa Tengah. Pandangan saya bukan tidak berdasar karena Kaesang melontarkan keinginannya maju di Pilkada di banyak media, bahkan PSI partai yang dipimpin Kaesang juga malu-malu mengakui hal tersebut namun tetap terlibat dalam menciptakan isu yang bergulir di masyarakat.
Setelah keributan yang terjadi akibat dari putusan MA tersebut, maka Partai Gelora dan Partai Buruh melakukan gugatan kembali ke MK (Mahkamah Konstitusi) terkait usia calon Gubernur dan Wakil Gubernur serta ambang batas pencalonan kepala daerah. Putusan MK menetapkan usia 30 tahun dan dengan serta merta memperkuat alasan KPU untuk tidak merubah peraturan KPU dalam syarat pencalonan di Pilkada. Namun, DPR-RI langsung melakukan rapat Baleg untuk membahas mengenai Revisi Undang-Undang Pilkada dan hanya berselang satu hari setelah putusan MK tersebut. Selain PDI-Perjuangan semua partai politik di parlemen sepakat mengenai poin ambang batas usia mengikuti putusan MA. Artinya selain Fraksi PDI-Perjuangan di Parlemen sepakat untuk memuluskan langkah Kaesang. Partai-partai yang menyetujui Gerindra, Golkar, Demokrat, PKB, PAN, PPP, PKS, NASDEM. Artinya kita dapat memahami kekuatan Joko Widodo berada pada 8 partai tersebut pada saat rapat Baleg.
Kekuatan Demokrasi sebuah negara berada pada kualitas masyarakatnya, kalimat tersebut adalah hal yang saya selalu yakini sebagai sebuah pegangan kita dalam melaksanakan kerja-kerja demokrasi bernegara. Kekuatan Demokrasi Indonesia berada di tangan masyarakat Indonesia saat ini, merespon tindakan rapat Baleg DPR-RI masyarakat berhamburan turun ke jalan melakukan protes dan menyatakan sikap menolak RUU Pilkada. Bahkan aksi tersebut dapat kita lihat sebagai bentuk sikap yang jujur dari masyarakat tiab-tiba seluruh media sosial dibanjiri postingan poster atau flyer biru "Panggilan Darurat". Bahkan para orang-orang terkenal mulai dari aktor hingga selebritis banyak mengunggah poster biru tersebut.
Tibalah hari sidang paripurna DPR-RI dengan pembahasan RUU Pilkada disaat yang sama masyarakat mengepung gedung DPR-RI dari segala sisi. Mahasiswa, Buruh, Artis, Akademisi, Aktivis dan anak STM turun dengan kondisi marah namun ternyata paripurna dibatalkan akibat tidak quorum atau jumlah anggota yang hadir tidak memenuhi syarat paripurna. Pada titik inilah saya melihat Operasi politik Jokowi kembali gagal. Bahkan beberapa partai politik berusaha cuci tangan dengan klarifikasi mengenai sikap partai masing-masing di rapat Baleg. Muhaimin Iskandar atau sering kita kenal dengan nama Cak Imin mengklarifikasi bahwa dirinya sebagai ketua Umum PKB tidak tahu menahu mengenai rapat Baleg tersebut, selanjutnya Agus Hasrimurti Yudhoyono atau AHY juga menyampaikan hal yang sama. Selanjutnya PKS juga menolak RUU Pilkada setelah kerusuhan terjadi dimana-mana. Gerindra diyakini juga tidak mau ambil resiko dengan memastikan anggota DPR dari Fraksi Gerindra tidak hadir di rapat Paripurna, artinya Gerindra melihat konsekuensi yang akan makin parah akibat memperjuangkan Kaesang.
Satu misi politik yang pertama Joko Widodo yang dipimpin oleh Gerindra berakhir dengan gagal total, disinilah  banyak pihak menyatakan bahwa kekuasaan Joko Widodo akan segera berakhir baik secara formal maupun kekuasaan non formal. Selanjutnya Joko Widodo mencoba keberuntungannya dengan memastikan Golkar digawangi oleh orang-orang yang dipercaya, Airlangga Hartato berhasil ditaklukan dengan memaksa Airlangga mengundurkan diri sebagai ketua Umum Golkar. Hingga saat ini tidak ada yang tahu pasti alasan Airlangga mengundurkan diri, akan tetapi banyak pengamat menilai pengunduran diri tersebut bisa saja terkait dengan pemanggilan kejaksaan terhadap Airlangga beberapa waktu silam. Desain Pilkada juga menjadi alasan selanjutnya yang diyakini menjadi alasan Airlangga mengundurkan diri, banyak bertentangan dengan keinginan Joko Widodo membuat posisi Airlangga digoyang. Selanjutnya Bahlil menang dalam munaslub Golkar sebagai calon tunggal, Bahlil menjadi sosok kepercayaan Joko Widodo karena loyalitas yang ditunjukan oleh Bahlil selama ini.
Saya melihat Joko Widodo merasa sulit mengontrol partai Gerindra sehingga perlu merebut Golkar, sebagai partai kedua pemenang di Indonesia Golkar memiliki infrastruktur politik yang komplit dalam menjalan misi-misi politik tertentu, disisi lain karakter Golkar memiliki keunikan tersendiri, karena kesan dominasi hanya satu sosok dalam partai Politik di Indonesia tidak terjadi di Golkar. Banyak tokoh dan sosok yang memiliki pengaruh kurang lebih sama dalam internal partai Golkar, sehingga kondisi Golkar sangat terbuka sebagai partai politik. namun yang tidak disadari oleh Joko Widodo bahwa Golkar adalah partai politik yang identik dengan penguasa karena sejarahnya Golkar selalu bersama penguasa, apakah Golkar akan setia bersama Joko Widodo setelah Prabowo akan berkuasa? Ini pertanyaan yang mungkin mudah di jawab berdasarkan sejarah yang sudah berlangsung.
 Setelah merebut Golkar isu negatif tidak langsung selesai menimpa keluarga Joko Widodo, mungkin beberapa waktu terakhir muncul isu dugaan Gratifikasi yang diterima oleh Kaesang berupa fasilitas privat Jet. Isu ini dimulai ketika istri Kaesang yaitu Erina mengunggah sebuah foto di media sosial sedang berada pada sebuah Privat Jet dalam kondisi masyarakat berdemonstrasi di Indonesia dan kondisi kesulitan ekonomi yang dirasakan masyarakat Indonesia. Foto yang diunggah oleh Erina ketika dalam perjalanan ke Amerika Serikat bersama sang suami dan rombongan melakukan perjalanan bersama dengan Private Jet, melakukan perjalanan Private Jet tidaklah murah bahkan kabarnya biaya perjalanan Kaesang menelan biaya puluhan Milyar rupiah, dan memamerkan barang mahal dan makanan mahal di media sosial Erina Gudono. Banyak pihak menilai hal tersebut merupakan tindakan yang tidak layak oleh keluarga pejabat, kondisi kemiskinan di Indonesia belum usai akan tetapi keluarga Pejabat sangat suka memamerkan barang-barang mewah di publik. Â
Memamerkan barang-barang mewah menjadi sebuah cara yang dilakukan untuk menunjukan eksistensi sebagai sosok yang memiliki kemampuan finansial yang baik, atau ingin menyindir pihak-pihak yang tidak disukai. Akan tetapi memamerkan suatu hal oleh keluarga pejabat cukup sulit untuk diterima, konsekuensi sebagai keluarga pejabat harus mampu menjadi pihak yang menunjukan tindakan positif dalam publik, menyebarkan semangat positif, melakukan kegiatan positif dan berutur positif akan tetapi kita lupa bahwa orientasinya haruslah Masyarakat, sehingga harus mampu kita pahami  bahwa kondisi masyarakat miskin dan kekurangan harus mendapat kehadiran para pejabat untuk merubah nasib mereka, akan tetapi sebaliknya para keluarga pejabat memamerkan kemewahan yang sangat mungkin bersumber dari kuasa , dan potensi kekuasaan yang dimiliki orang tuanya yang kita pahami bersama berasal dari masyarkat. Masyarakat perlu menghukum sikap pejabat dan keluarga dalam memamerkan kemewahan dengan memberikan kritik secara masif.