Mohon tunggu...
Tim Simangunsong
Tim Simangunsong Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Pecinta dunia penerbangan

Selanjutnya

Tutup

Money

Aku (tidak?) Cinta Produk Indonesia

9 Juni 2011   11:19 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:42 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Boeing Business Jet 2                         Courtesy of Boeing

Mensesneg Sudi Silalahi kembali menjadi corong Istana Kepresidenan RI dalam mengungkapkan keseriusan pembelian pesawat kepresidenan Boeing Business Jet 2 (BBJ 2) dari manufaktur pesawat terbang Amerika Serikat, Boeing. Hal ini disampaikan Mensesneg pada rapat kerja dengan Komisi II DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (8/6/2011). DPR sebelumnya sudah menyetujui pengadaan pesawat kepresidenan. Negosiasi terakhir dengan Boeing dikabarkan sepakat pada nilai USD 58 juta atau kurang lebih Rp 500 milyar. dengan kesepakatan ini, pesawat akan mulai dirakit pada tahun 2012 dan diperkirakan akan siap mengudara pada akhir tahun 2013.

Ketika mendengar kabar ini, teringat akan iklan-iklan Kementerian Perdagangan RI baik di media massa maupun sarana-sarana publik yang menekankan tagline "Aku Cinta Produk Indonesia". Semakin lama, semakin kuat saja sentimen pribadi pada pemerintah yang secara tidak langsung mengajarkan sikap yang kurang pantas diteladani oleh rakyat yang dipimpin. Bagaimana tidak, manufaktur pesawat terbang nasional milik pemerintah PT. Dirgantara Indonesia (PTDI) sudah lama menerima pesanan pesawat kepresidenan dan militer jenis CN235 dari negara-negara sahabat seperti Malaysia (8 unit), Pakistan (4 unit), Uni Emirat Arab (7 unit), Thailand (2 unit), Filipina (1 unit), Brunei Darussalam (1 unit), dan bahkan Korea Selatan yang tak lain merupakan Macan Asia dalam bidang teknologi tertarik mendatangkan burung besi ini dengan jumlah 8 unit. Pihak PTDI pernah merilis harga untuk setiap unit CN235 senilai Rp 180 milyar. Kurang dimengerti mengapa pemerintah memilih membeli pesawat buatan luar negeri itu untuk memenuhi kebutuhan pesawat kepresidenan RI. Jangan tanya soal teknologi, Presiden B.J. Habibie yang pernah menjadi orang penting di Messerschmitt-Bölkow-Blohm (MBB), perusahaan manufaktur pesawat terbang Jerman, adalah tokoh sentral yang menyuntikkan teknologi canggih kedirgantaraan dunia ke Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN), PTDI kala didirikan. Dengan uang muka pembelian BBJ 2 saja yang senilai Rp 200 milyar, pemerintah sudah dapat menghemat Rp 20 milyar bila membeli tunai satu unit saja CN235. Seandainya uang Rp 20 milyar digunakan untuk membeli beras, tak perlu menghitung terlalu eksak pun sudah dapat dibayangkan berapa banyak anak Indonesia yang dapat diselamatkan dari cengkeraman gizi buruk. Tidak pun bahan makanan, masih banyak bidang-bidang lain yang membutuhkan dana demi kemajuan negeri ini. Sebut saja pendidikan, masih banyak anak-anak Indonesia yang belum dapat menikmati pendidikan dengan layak.

CN235 Presidential Airways                                                                                   Google.com

Tak hanya dapat dilihat dari sisi ekonominya, apabila pemerintah lebih memilih pesawat produksi dalam negeri, tentunya pesawat tersebut kelak dapat menjadi etalase kemajuan teknologi dirgantara yang dapat dibanggakan. PTDI adalah kepunyaan rakyat Indonesia dan pemerintah memegang amanah rakyat untuk mengelolanya. Ingat kembali kabar-kabar terakhir di media massa yang mengisahkan perjuangan berat PTDI untuk bisa keluar dari krisis keuangan hingga saat ini. Pengalaman miris pernah saya alami ketika beberapa teman menanyakan kabar tentang PTDI saat saya pernah mencicip kehidupan kerja di salah satu anak perusahaan PTDI. Tak jarang saya mendengar kata-kata "emangnya IPTN/PTDI masih ada?", "IPTN masih bisa bikin pesawat apa?", atau "dengar-dengar, IPTN sekarang memproduksi panci-panci. Bener ga?".

Kalau pemerintah saja tidak memberikan contoh bagaimana mencintai produk dalam negeri, lalu siapa yang akan menjadi panutan rakyat untuk lebih memilih menggunakan produk bangsa sendiri. Layaknya seorang anak yang mencontoh orangtuanya, rakyat pasti akan mengikuti contoh buruk pemerintah dalam menggunakan produk asing dibanding produk nasional. Apalagi, volume produk-produk asing yang diperdagangkan di Indonesia dapat dilihat secara kasat mata sudah sangat besar dibandingkan dengan produk nasional. Jangankan kendaraan bermotor ataupun barang-barang elektronik, gunting kuku saja sangat mudah diperoleh yang tertera tulisan "Made of China". Entah pun tidak ada yang "Made of Indonesia" untuk produk itu. Terserah Anda untuk menyebutkan apa lagi barang-barang kecil yang Anda miliki yang bukan produksi dalam negeri.

Jadi, sangat nyata bagaimana pemerintah sekarang bukanlah pemerintah yang bijaksana untuk rakyatnya. Kejayaan masa-masa Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit dahulu hanya dapat menjadi mimpi bagi negeri ini untuk terulang kembali bila kondisi bangsa ini tetap seperti sekarang. Tantangan untuk pemerintah: kapan akan didengar anak-anak Indonesia mulai dari yang berada di kota-kota besar hingga dusun-dusun terpencil, dari Sabang hingga Merauke, dari Rote hingga Talaud, berani dan semangat mengatakan "Aku bangga menjadi anak Indonesia".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun