Setelah hampir lima bulan ini saya meninggalkan Kompasiana, akhirnya judul ini muncul di benak saya beberapa hari ini. Kenapa tidak, setelah artikel-artikel  yang bisa saya tulis selalu berbau dan mengarah ke Sosial-Politik, maka sekarang saya coba melipir sedikit ke Sosial-Budaya dan Sosial-Masyarakat.
Terlintas dalam pikiran saya sejenak, 5 tahun sudah saya merantau di Pulau Jawa 4,5 tahun kuliah saya tempuh di salah satu Universitas yang menurut teman-teman saya yang dari Sumatera sana khusus on Sumatera Utara sudah menjadi idola dan favorit red (Universitas Diponegoro).Â
Saya tempuh kuliah di daerah Semarang, Jawa Tengah yang mungkin adat budaya serta tutur bahasa yang lembut, pelan, halus, biasa kita sebut medok, serta keramahan dan murah. Setengah tahun sisanya sedang saya jalani di Jawa juga, yakni di Banten. Ya memang tidak sehalus orang di Semarang, namun diperantaun saya ini. Saya masih ketemu juga orang asli dari Jawa, seperti Blora, Pati, Magelang, Kudus dsb.
Saya yang dilahirkan dari orangtua asli berdarah Batak (Toba), dan sudah hampir 20 tahunan tinggal asli di daerah Toba (salah satu kabupaten di Sumatera Utara) yang berdekatan dengan Danau Toba. Dengan segala kegelisahan yang ada, akhirnya saya memulai menyadari Kenapa Orang Batak semakin Hilang ke Batakannya?
PENGUNAAN BAHASA
Ya, 5 tahun sudah saya hidup berdampingan dengan masyarakat Jawa. Tidak pernah sekali pun mereka melupakan bahasa mereka. Bahkan beragam, bisa kita pilah mana orang Jawa Timur, orang Jawa Tengah, yang ngapak, yang medok , yang kromo kita perantau dari Batak sana perlahan sudah bisa mengkualifikasi logat serta intonasi orang-orang disekitar.
Jika saya bandingkan dengan orang Batak, apalagi jika sudah di kota-kota besar. Seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, bahkan di Kota Medan sendiri ,sudah mulai menghilangkan bahasa Batak itu. Entah dengan alasan apapun itu, tidak akan seperti orang Jawa yang akan dengan spontanitasnya berkomunikasi dengan bahasanya mereka. Kenapa itu terngiang di otak dan benak saya.
Bahkan, untuk anak-anak generasi sekarang pun sudah mulai menghilang untuk memakai bahasa Batak itu sendiri, jika saya membandingkan saya yang besar asli dari Toba sana, dengan mungkin teman sekampus saya yang orangtuanya masih asli Batak. Maka bahasa batak itu terasa janggal sekali kita dengar sendiri dari dia.
Tapi saya membandingkan dengan teman saya, orang Jawa berkomunikasi dengan temannya yang lain yang bersuku Jawa meski mungkin dibesarkan di kota- kota Jakarta, Bandung atau bukan besar di daerah Jawa halus masih bisa fasih dan lafal dalam penggunaan bahasa. Kenapa itu terngiang kembali di otak dan benak saya.
Bahkan mungkin, acap kali terdengar selalu permintaan dari orangtua-orangtua kita juga. Sudah sana, belajar bahasa Inggris, bahasa Mandarin, atau bahasa asing lain. Supaya pintar kamu nak, supaya nanti bisa ilmu dipakai di mana-mana!!