Keberanian Auw Tjoei Lan dalam memberantas perdagangan perempuan patut diacungi jempol. Pasalnya meski berparas perempuan, ia tak takut keluar malam sendirian demi menyelamatkan perempuan lain yang butuh pertolongan.
Salah satu kisahnya ketika ia mendapatkan sebuah surat kaleng. Lantas saja Auw Tjoei Lan berjalan menuju hotel di Kota untuk mencari pengirim surat tersebut. Sesampainya di hotel dan menemukan sebuah tong bergoyang. Begitu dibuka, isinya sesosok gadis belia berumur sekitar 14 tahun yang baru datang dari Tiongkok, tak paham bahasa Melayu dan bakal dijadikan pelacur.
Kisah lain yang tak kalah dramatis adalah saat dirinya dicekik oleh mucikari karena ingin membebaskan seorang gadis. Bahkan Auw Tjoei Lan pernah pula diancam akan dibunuh dan diperas oleh mucikari.
Namun tekadnya menyelamatkan para perempuan begitu bulat sehingga tak tergoyahkan. Dalam tingkat internasional, dirinya sempat mewakili Indonesia dalam konferensi perdagangan perempuan pada Februari 1937 di Bandung.
Berkat keberaniannya nama Auw Tjoei Lan menjadi cukup populer di tengah masyarakat. Polisi pun sering kali menggunakan jasanya, media perempuan turut memujinya hingga dianugerahi bintang Ridder in de Orde van Oranje Nassau oleh pemerintah Belanda.
Selain mengawal persoalan perdagangan perempuan, rupanya Auw Tjoei Lan juga memerhatikan anak ataupun bayi terlantar. Semula ia membuka panti asuhan dengan nama Tehuis voor Chineesche Meisjes (Rumah Piatu untuk Perempuan Tionghoa) pada 17 Oktober 1917.
Masyarakat Tionghoa lebih mengenal panti tersebut dengan nama Po Liang Kok yang berati tempat perlindungan untuk menjaga kebajikan. Rumah itulah yang menjadi terobosan awal adanya nama Ati Soetji dan dimulainya aksi heroik Auw Tjoei Lan melawan perdagangan perempuan.
Perhatiannya terhadap anak-anak tersebut tidak main-main, ia mencoba melengkapi seluruh aspek penting. Mulai dari kesehatan, gizi, pendidikan, perlindungan, sampai soal kehidupan sosial mereka. Tak berhenti disitu saja, Ati Soetji bahkan mampu membuka mode atelier, tempat pembuatan pakaian perempuan di Menteng.
Kini Auw Tjoei Lan telah berpulang, tepatnya pada 19 Desember 1965. Ia dimakamkan di pekuburan Jati Petamburan.
Oleh: Sony Kusumo