TIMIKA, PAPUA - Wakil Ketua Lembaga Musyawarah Adat Suku Kamoro (Lemasko) Timika, Gergorius Okoare, menyebut isu divestasi saham PT Freeport yang ikut menyeret nama Presiden Joko Widodo merupakan hal yang sangat memalukan.
Geri mengatakan adanya keinginan Ketua DPR Setya Novanto mendapatkan saham PT Freeport, lalu mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden, lebih mempertegas keserakahan pejabat Indonesia di pusat mengambil kepentingan dari tambang emas terbesar dunia itu.
Padahal, hingga saat ini rakyat Papua belum merasakan kesejahteraan setelah Freeport mengeruk kekayaan alam Papua selama puluhan tahun. Rakyat Papua hanya menjadi penonton.
"Tidak malu ka pejabat di pusat mempeributkan saham, keuntungan dan segala macam dari Freeport, ditonton oleh masyarakat pemilik hak ulayat (pertambangan Freeport)," ujar Geri di Timika, Selasa (17/11).
Menurut Geri, lembaga adat dan masyarakat pemilik hak ulayat selama ini belum pernah dilibatkan dalam urusan renegosiasi PT Freeport. Padahal, masyarakat setempat harus menyampaikan hak-hak mereka untuk diakomodir dalam IUPK.
"Kami lembaga adat dan masyarakat pemilik hak ulayat tidak pernah dihargai. Padahal kerusakan dan kerugian besar sudah ditimbulkan bagai kami selama ini (dari operasi Freeport)," katanya.
Geri menegaskan akan menutup operasi tambang Freeport jika masyarakat adat pemilik hak ulayat tidak dilibatkan dalam perpanjangan kontrak Freeport selanjutnya yang akan habis di tahun 2021.
"Saya akan undang seluruh masyarakat mulai dari Nakai sampai di Warifi (wilayah adat Suku Kamoro yang mengalami dampak pembuangan limbah Freeport) untuk menutup operasi Freeport," ujarnya.
"Kami sudah terlanjur sakit hati dengan segala pembohongan selama ini," sambungnya.
Geri mengungkapkan, bahwa di sepanjang aliran sungai yang dijadikan sebagai jalur transportasi masyarakat pedalaman dan pesisir Mimika, telah mengalami pendangkalan akibat pembuangan limbah (tailing) PT Freeport.
"Freeport semburkan semua limbah-limbah perusahaan mereka ke wilayah kami sehingga terjadi pendangkalan sungai di mana-mana. Belum lagi kerusakan alam dan sebagainya. Saya rasa kerusakan yang ada tidak akan bisa dibayar dengan apapun," tegas Geri. (tn)