Politik, sebagai sebuah bentuk kegiatan yang berkaitan dengan pemerintahan dan pengambilan keputusan yang bersifat kolektif, sering kali dikaitkan dengan kepentingan-kepentingan individu yang egois. Namun, apakah benar politik selalu berhubungan dengan egoisme semata? Dalam artikel opini ini, kita akan membahas tentang politik kepiting dan menggali apakah politik bisa menjadi sarana untuk solidaritas atau justru semakin memperkuat sifat egositik.
Dalam dunia politik, istilah "politik kepiting" umumnya digunakan untuk menggambarkan situasi di mana para politisi terlibat dalam konflik yang hanya menghasilkan perubahan kecil atau bahkan tidak ada perubahan sama sekali. Tamsilan Kepiting, ia hidup dengan sikap yang ku'eh (picik); kalau ada temannya mau naik ke atas, temannya ditarik kakinya diseret ke bawah. Ada lagi mau naik sampai di atas, ditarik lagi oleh teman diseret ke bawah. Demikianlah sifat kepiting.
Mereka terjebak dalam lingkaran konflik dan polemik tanpa menghasilkan tindakan nyata yang memperbaiki situasi. Namun, jika kita melihat situasi ini dengan sudut pandang yang berbeda, kita bisa melihat bahwa politik kepiting juga bisa menjadi sarana solidaritas.
Saat-saat politik kepiting seringkali terjadi ketika para politisi berusaha menjaga kepentingan masing-masing tanpa memikirkan kepentingan bersama. Ya begitulah karakter kepiting; tidak ingin dikalahkan oleh sesamanya sampai tidak mau mengakui keberhasilan orang lain.
Namun demikian, situasi seperti ini juga bisa menjadi momentum bagi masyarakat untuk bersatu dan mengampanyekan perubahan yang lebih besar. Dalam kondisi tersebut, politik kepiting menjadi alasan bagi masyarakat untuk bersama-sama menolak praktik-praktik politik yang destruktif dan membawa dampak negatif bagi masyarakat. Solidaritas yang terjalin dalam upaya perubahan bisa menjadi kekuatan yang mampu mengubah paradigma politik yang egositik.
Dalam konteks politik kepiting, seringkali terjadi juga pertarungan kekuasaan yang hanya menguntungkan segelintir elit politik. Mereka terlibat dalam korupsi, nepotisme, dan praktek politik yang tidak transparan, yang pada akhirnya merugikan masyarakat. Namun, dalam situasi seperti ini, masyarakat yang tersiksa bisa bersatu dan melakukan tekanan politik dengan memanfaatkan politik kepiting. Mereka bisa memanfaatkan ketidakberhasilan sistem politik yang lamban dan korup untuk melawan kekuatan yang memperdaya mereka. Dalam konteks seperti ini, politik kepiting menjadi ajang solidaritas masyarakat untuk melawan kekuasaan yang tidak bertanggung jawab.
Namun, tidak dapat dipungkiri bahwa politik kepiting juga bisa memperkuat sifat egositik dalam politik. Ketika politikus terjebak dalam konflik tanpa menghasilkan solusi nyata, mereka cenderung melindungi kepentingan diri sendiri daripada kepentingan publik. Praktik politik semacam ini memperkuat pandangan bahwa politik adalah ajang untuk mencari keuntungan tanpa menghiraukan nasib masyarakat. Kepentingan individu pun menjadi lebih besar daripada kepentingan bersama.
Dalam konteks politik kepiting yang semakin marak, diperlukan adanya kesadaran dan peran aktif masyarakat untuk mengubah paradigma politik ini. Solidaritas masyarakat dalam membentuk opini publik yang kritis dan menuntut perubahan nyata akan menjadi daya dorong untuk menghindari politik kepiting yang semakin memperkuat sifat egositik politikus. Dengan melawan praktik politik yang tidak transparan dan destruktif, masyarakat akan menjadi penjaga berdemokrasi yang lebih baik.
Apakah politik kepiting benar-benar merupakan sarana yang bisa memperkuat solidaritas atau justru semakin memperkuat sifat egositik? Jawabannya terletak pada peran aktif masyarakat dalam menginterpretasikan situasi politik dan melakukan tindakan konkret yang mengarah pada perubahan nyata. Politik kepiting bisa menjadi momentum untuk masyarakat menyadari perlunya solidaritas dan menekan para politisi agar bertindak lebih proaktif dan memperjuangkan kepentingan bersama.
Dalam politik, perubahan tidak terjadi dengan sendirinya. Peran aktif masyarakat menjadi kunci penting dalam menghindari politik kepiting yang semakin memperkuat sifat egositik. Melalui solidaritas dan tindakan nyata, masyarakat bisa mengubah paradigma politik menjadi lebih progresif dan memperjuangkan kepentingan bersama. Politik kepiting bisa menjadi momentum yang mendorong solidaritas di antara masyarakat dan politisi untuk bekerja sama dalam menciptakan perubahan nyata.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H