Mohon tunggu...
Timbul
Timbul Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Agamaku: Sepakbola

15 Juli 2017   09:33 Diperbarui: 15 Juli 2017   09:39 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Bila dalam komuni  kehidupan anda TAK ADA KAFIR, yakinkah anda setelah kematian tiba anda  akan diberangkatkan ke surga? Bila dalam komuni kehidupan anda ternyata ADA KELOMPOK KAFIR, yakinkah anda setelah kematian tiba anda akan  diberangkatkan ke neraka? Bukankah surga dan neraka adalah kondisi  "kehidupan setelah kematian". Kehidupan untuk merasakan siksa neraka  atau menikmati indahnya surga yang dijanjikan. Dan surga adalah upah  bagi orang-orang yang taat melaksanakan ibadah agamanya secara benar.

Di negara-negara Eropa dan Amerika sejak puluhan tahun lalu warganya  lantang berkata, agamaku: sepakbola. Bila anda mengatakan, agamaku:  basket, atau agamaku: bulutangkis, tak ada masalah bagi mereka. Meski  manusia-manusia itu bercampur aduk dari komuni yang berbeda tetapi  mereka tetap berjuang untuk menguasai teknologi yang dibutuhkan demi  kesejahteraan mereka. 

Dan mungkin saja ada yang berteriak, agamaku:  sepaktangkis, gabungan antara sepakbola dan bulutangkis dimana  pelaku-pelaku agama ini merupakan gabungan dari segala jenis iman yang  mereka yakini. Atau anda sudah membayangkan di benak anda perubahan  sikap Malaikat bila anda berkata: "Malaikat, jangan masukkan saya ke  neraka. Di komuni saya ada kafir sehingga tubuh saya berbau kafir". Lalu  Malaikat akan memindahkan anda dari neraka ke surga. Sesederhana itu  tawar-menawar yang anda yakini?

Agamamu urusanmu, agamaku  urusanku. Kita sudah 71 kali merayakan kemerdekaan negara kita tetapi  negara kita masih terus dirongrong oleh masalah agama. Yang non-muslim  katanya KAFIR. Yang muslim tapi tak 'sealiran' katanya KAFIR juga. Semua  berlomba memilih komuninya masing-masing. Yang penting agamanya harus  sealiran. Mereka takut tak masuk surga yang dijanjikan.

Penguasaan teknologi dan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan jadi  terhambat oleh segala macam ilmu agama yang anda anut. Generasi anda  akan hilang tanpa catatan apa-apa hanya karena sibuk mempertontonkan ego  agama. Saya lebih bangga berkata: "Ya, aku memang kafir, apa urusanmu?"  Atau "Agamaku sepakbola, apa urusanmu?"

Pembangunan Indonesia  harus berlanjut. Generasi demi generasi Indonesia harus semakin kaya dan  makmur. Sungguh sebuah tragedi bila nasib anak dan cucu negeri ini terhambat oleh fanatisme sempit ilmu agama. Jangan biarkan sila ke 5:  Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia menjadi angan-angan  belaka. Mari bertoleransi di dunia yang sangat luas ini. Anda tak akan  pernah mampu menciptakan dunia seperti dunia yang anda huni sekarang  ini. Tak akan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun