Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Memaknai Seruan Presiden "Ikan Busuk Mulai dari Kepalanya"

24 Oktober 2024   07:00 Diperbarui: 24 Oktober 2024   07:10 215
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(sumber: KOMPAS.com / GARRY ANDREW LOTULUNG)

Prabowo dalam pidato pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia menyampaikan sebuah ungkapan, "Ikan menjadi busuk mulai dari kepalanya". Ungkapan ini sebagai "sesanti", komitmen dan sekaligus pesan moral akan pentingnya kepemimpinan yang baik dan bersih di setiap level pemerintahan.  Kerusakan dalam suatu organisasi (bisa juga negara sebagai sebuah organisasi) biasanya dimulai dari pucuk pimpinan. Ketika pemimpin gagal dalam menjalankan tugasnya dengan penuh integritas dan tanggung jawab, maka seluruh sistem di bawahnya akan ikut terpengaruh. 

Ungkapan "ikan busuk dimulai dari kepalanya" (the fish rots from the head down) sering dikaitkan dengan Marcus Tullius Cicero, tetapi sebenarnya ungkapan ini tidak berasal dari Cicero, melainkan sebuah ungkapan populer dalam budaya Turki dan Rusia, digunakan sebagai metafora tentang korupsi atau kehancuran yang dimulai dari pemimpin atau orang di posisi kekuasaan.

Cicero sendiri hidup pada abad pertama SM (106-43 SM) dan terkenal dengan orasi dan tulisannya tentang moralitas, hukum, dan kebajikan politik, tetapi tidak ada bukti langsung yang mengaitkan dia dengan ungkapan tersebut.

Prabowo dalam pidatonya juga menggunakan ungkapan tersebut untuk menekankan bahwa kepemimpinan di Indonesia memerlukan pembaruan yang mendasar, baik secara struktural maupun kultural. Reformasi struktural diperlukan untuk memastikan bahwa sistem politik dan pemerintahan kita tidak memberikan celah bagi munculnya pemimpin yang hanya mementingkan diri sendiri dan kerabat. Sementara itu, reformasi birokrasi juga bertujuan untuk mengubah mindset pemimpin dan masyarakat tentang pentingnya integritas, etika, dan tanggung jawab dalam kepemimpinan.

Prabowo juga menggarisbawahi pentingnya peran partisipasi masyarakat dalam proses demokrasi. Pemimpin yang baik dipilih oleh rakyat cerdas. Oleh karena itu, masyarakat harus lebih kritis dalam menilai calon pemimpin, dan tidak terjebak pada janji-janji manis semata. Mereka harus melihat rekam jejak, integritas, dan visi calon pemimpin sebelum memberikan dukungan. Dengan demikian, pemimpin yang terpilih adalah mereka yang benar-benar berkomitmen untuk bekerja demi kepentingan rakyat.

Keberhasilan sebuah negara sangat bergantung pada kualitas kepemimpinan, dan tugas utama seorang pemimpin adalah bekerja untuk rakyat, bukan untuk kepentingan pribadi atau kerabat.

Pembusukan dalam Suatu Kepemimpinan

Menurut Robert I. Rotberg dalam bukunya "The Corruption Cure: How Leaders and Citizens Can Combat Graft" (2017), pembusukan kepemimpinan sering kali bermula dari korupsi yang terorganisir secara sistematis. Rotberg menjelaskan bahwa korupsi bukan sekadar masalah legalitas, tetapi juga mencerminkan ketidakseimbangan kekuasaan dan tanggung jawab. Ketika para pemimpin menggunakan posisi mereka untuk keuntungan pribadi, sistem pemerintahan menjadi disfungsional, dan kepercayaan publik terhadap institusi hilang. Ini adalah bentuk pembusukan yang paling nyata, di mana sistem tidak lagi berfungsi untuk kebaikan bersama, melainkan untuk memperkaya segelintir orang di dalamnya.

Nurcholish Madjid (1998) dalam bukunya "Kepemimpinan Islam: Suatu Penafsiran Islam atas Sejarah Manusia" (1998), menekankan pentingnya moralitas dalam kepemimpinan. Madjid menegaskan bahwa pemimpin yang tidak berakar pada prinsip-prinsip etika dan moralitas akan terperosok dalam degradasi nilai. Menurutnya, tanpa moralitas yang kuat, pemimpin akan mudah tergoda oleh kepentingan pribadi dan akan sulit mencapai keadilan dan kesejahteraan yang merata.

Reformasi Kepemimpinan sebagai Solusi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun