Presiden Jokowi kini dihadapkan pada tantangan besar untuk mengakhiri masa jabatannya dengan soft landing. Hal ini menuntut pembentukan kabinet yang berbasis pada meritokrasi dan profesionalisme, bukan semata-mata pada kompromi politik.Â
Leviathan yang menjadi bayang-bayang di akhir masa pemerintahannya, harus dihadapi dengan kebijakan yang kuat dan berani untuk memastikan bahwa transisi menuju pemerintahan berikutnya berlangsung mulus, dengan tetap menjaga kesinambungan pembangunan yang telah dicapai.
Jika Presiden Jokowi ingin meninggalkan warisan yang kuat, maka langkah untuk menekan politik transaksional dan mendorong kabinet teknokrat perlu diutamakan.Â
Ini bukan hanya soal menjaga stabilitas, tetapi juga memastikan bahwa pemerintahan yang akan datang tidak terjebak dalam siklus politik kompromi yang berisiko melemahkan kinerja pemerintahan.
Konsep Zaken Kabinet memberikan harapan bagi pemerintahan yang lebih efektif dan berfokus pada hasil nyata, terutama di tengah situasi yang menuntut kepemimpinan yang kuat dan berbasis keahlian.Â
Namun, bayang-bayang Leviathan sebagai simbol kekuatan politik yang tidak terkendali terus menghantui proses pembentukan kabinet di Indonesia, di mana politik transaksional kerap mendominasi.
Presiden Prabowo memiliki peluang untuk menata ulang komposisi kabinetnya, menjadikan meritokrasi dan profesionalisme sebagai prioritas utama untuk melanjutkan pembangunan yang lebih berkelanjutan.Â
Hanya dengan menundukkan Leviathan politik, kita bisa berharap pada transisi kekuasaan yang lebih damai dan produktif, mengarahkan bangsa ini ke arah yang lebih baik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H