Mohon tunggu...
Timotius Apriyanto
Timotius Apriyanto Mohon Tunggu... Konsultan - OPINI | ANALISA | Kebijakan Publik | Energi | Ekonomi | Politik | Hukum | Pendidikan

Penulis adalah pengamat ekonomi politik, reformasi birokrasi, dan pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Manuver Elit Politik di Kampus

8 Juni 2020   13:58 Diperbarui: 8 Juni 2020   14:27 198
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi percaturan politik (sumber : mudanews.com)

Kita tidak merasakan sama sekali mereka masuk, kapan mereka masuk, dan bagaimana mereka masuk. Kita tiba-tiba saja merasakan dan menghadapi banyak masalah sistemik. 

Kita dihadapkan pada persoalan persoalan yang fundamental namun sebenarnya disaat itu kita sudah kehilangan atau hampir kehilangan hal-hal fundamental itu.

Jangan-jangan kampus juga sedang menghadapi rejim invisible hands ini untuk dihancurkan dari dalam. Kita sedang hampir kehilangan hal hal yang fundamental saat kita disibukan atau dibikin sibuk oleh hal hal fisik dan materialisme sambil kita diberikan satu imajinasi ada musuh di dalam selimut. 

Penciptaan musuh imajiner itu bisa terjadi secara alamiah karena gangguan kejiwaan namun juga bisa jadi ciptaan rejim invisible hands agar ada struktur yang berhadapan dalam posisi diametral.

Satu pihak dibikin menjadi ultra nasionalis dengan impian impian untuk menjadi yang terbaik dan paling berjasa dalam menjaga Negara. Pihak lainnya dibikin atau dibiarkan ekstrim dalam menafsirkan kehidupan keberagamaan mereka dengan impian bisa mewujudkan sistem sosial maupun sistem politik yang berbasis agama didukung hukum-hukumnya. Pertentangan dua extrimitas ini sesungguhnya lebih berbahaya dari extrimitas itu sendiri.

Antisipasi gerakan invisible hand ini bisa dilakukan dengan sikap proaktif membangun kesadaran agar kita tidak mudah terjebak konstruksi mereka.Jangan mudah terjebak dengan glamour perubahan dan ide ide pembaharuan dari luar. Jangan mudah terjebak dalam justifikasi utk kita bersikap ekstrim dalam fanatisme sempit apapun agamanya atau identitas kita.

Banyak inisiatif yang menggulirkan jaringan jaringan berkesadaran kritis ini, meski juga tidak efektif serta sering masuk angin. Jaringan personal terbukti lebih efektif daripada kelompok. 

Saya saat ini juga sedang melakukan hal penyadaran tadi secara personal tanpa membentuk struktur baru. Model jaringan sosial yang terbuka dan tidak terstruktur ini akan lebih baik untuk menghadapi hal tersebut. Proses ini penting untuk mendekonstruksi struktur struktur ciptaan baru dalam masyarakat yang semakin terfragmentasi.

Ada indikasi banyak pemimpin kita masuk dalam inevitable trap (jebakan yang sulit dihindari). Salah satu jebakan itu adalah ekstrimitas dalam ideologi dan keyakinan. Ideologi bukanlah bentuk atribut jasmaniah atau fisik. Ideologi adalah bagian dari keyakinan jiwa kita yang mempengaruhi pikiran dan tidakan kira. Ideologis tidak bisa dilihat hanya dari sekedar pernyataan, yel-yel ato atribut fisik. Seseorang yang ideologis akan dilihat dari sikap dan perilakunya.

Waspadalah dengan konstruksi yang dikondisikan tercipta dari dalam kampus. Kita harus segera pulihkan kesadaran kita dalam kehidupan kampus yang memiliki budaya kemajemukan (civic plurality culture) dalam masyarakat sipil dan masyarakat kampus untuk cinta tanah air dan bangsa ini tanpa harus menjadi extrim dalam nilai-nilai kita.

(TA)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun